OTT Kepala Daerah Marak, Benarkah Mahar Politik Penyebabnya?

0
18
Ilustrasi OTT KPK/Foto : Net

OPINI | HUKUM | POLITIK

“Hal ini menimbulkan rasa prihatin rakyat yang dipimpinnya, dalam benak rakyatnya mengapa pemimpin hari ini tega melakukan tindakan sehina itu terhadap rakyatnya,”

Oleh : Suci Ramadani

BEBERAPA bulan belakangan ini semakin sering kita menyaksikan fenomena OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) terhadap kepala daerah di tanah air.

Hal ini berulang kali terjadi padahal jika dilihat sudah sangat banyak contoh kasus serupa kepala daerah maupun pejabat pemerintah yang dipenjara akibat tersandung kasus yang sama. Namun hal ini nampaknya tak kunjung membuat jera para kepala daerah maupun pejabat pemerintahan lainnya.

Tentunya hal ini menimbulkan rasa prihatin rakyat yang dipimpinnya, dalam benak rakyatnya mengapa pemimpin hari ini tega melakukan tindakan sehina itu terhadap rakyatnya. Bukankah kepercayaan yang telah diberikan rakyat harusnya digunakan sebagaimana mestinya bukan untuk disalahgunakan.

Hal serupa juga dirasakan oleh Ketua DPW NasDem Sumatera Utara (Sumut), Iskandar ST. Iskandar mengaku prihatin terhadap kepala daerah atau pejabat pemerintah yang terjaring OTT tersebut. Menurut pandangan NasDem, beberapa faktor yang membuat masih banyak kepala daerah di tanah air, khususnya Sumut terjerat kasus korupsi salah satunya dikarenakan mahalnya mahar politik yang harus dibayar tatkala seseorang mencalonkan diri menjadi kepala daerah untuk mengikuti Pilkada.

Salah satu syarat pencalonan kepala daerah adalah dengan membeli kursi. Mahar politik ini tentunya menjadi beban berat bagi mereka yang ingin mencalonkan diri.

“Akhirnya, untuk mengembalikan apa yang sudah dikeluarkan dari mahar politik itu. Maka yang bersangkutan berpeluang besar untuk melakukan korupsi setelah menjabat. Sehingga kasus OTT seperti ini akan terus terjadi,” kata Iskandar, Kamis (20/1/2022).

Menurut Iskandar, istilah mahar politik ini bukan hal awam lagi. Besaran jumlahnya pun diduga bisa mencapai puluhan miliar.

“Ini (mahar politik) bukan hal awam lagi. Dan sudah banyak orang yang mengaku kepada kita terkait hal itu. Nah, menurut NasDem, salah satu penyebab maraknya OTT kepada kepala daerah adalah mahar politik,” ucapnya. . (Medanbisnisdaily, 20/01).

Hal semacam ini menunjukkan realita bangsa akan semakin minimnya moral para kepala daerah maupun pejabat pemerintahan dalam memimpin rakyatnya. Dalam tingginya jenjang pendidikan mereka tak diragukan lagi, namun moral yang dimiliki amat di luar ekspektasi.

Pantaslah jika masih banyak pribadi yang beranggapan bahwa negara ini tak kekurangan orang-orang yang yang bijak lagi pandai namun negara ini kekurangan orang-orang yang bermoral dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, salah satunya berlaku jujur.

Di tengah maraknya kejadian ini, penting bagi kita untuk mencari solusi terbaik dalam menekan kasus ini. Salah satu upaya yang bisa kita amati ialah dengan mengambil hikmah dan pelajaran pada sejarah yang dahulu pernah terjadi.

Sejarah hari ini berfungsi sebagai pedoman akan setiap kejadian dan pengambilan keputusan di hari ini. Pasalnya jika kita berkaca pada sistem pemerintahan Islam terdahulu, contohnya saja pada masa kepemimpinan Abu bakar sebelum beliau wafat, beliau sempat berpesan kepada Aisyah. “Wahai Aisyah tolong periksa seluruh hartaku. Jika ada yang bertambah setelah aku menjabat sebagai khalifah maka kembalikan kepada negara melalui khalifah yang terpilih setelah aku.” Ujarnya menjelang detik-detik wafatnya beliau.

Sepenggal kisah di atas tentunya dapat dijadikan gambaran kepemimpinan masa beliau tatkala menjadi seorang pemimpin. Beliau amat takut jika hartanya malah bertambah ketika beliau menjabat. Realita kondisi kepemimpinan negara hari ini sangat berbanding terbalik dengan kepemimpinan sistem Islam terdahulu.

Pemimpin hari ini hidup kaya raya, bergelimang harta, duduk di istana nan megah dan mewah. Sementara kehidupan sebagian besar rakyatnya amat sengsara, mereka tak henti-hentinya mencari nafkah demi sekedar bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan keluarganya. Jangankan untuk berfikir tinggal di rumah yang nyaman, melahap sesuap nasi pun mereka harus bekerja keras penuh tantangan dan serba kekurangan.

Kisah ini menceritakan begitulah kiranya jika kita memiliki pemimpin yang meneladani sikap manusia terbaik di dunia ini yaitu Rasulullah SAW. Mereka mengindahkan aturan Penciptanya tanpa keraguan dalam menerapkannya.

Mereka tidak mengambil sebagian aturan saja melainkan mengambilnya secara keseluruhan. mulai dari aturan yang bersifat pribadi hingga yang bersifat publik. Tentunya hal demikian akan kita temukan dalam kesempurnaan aturan Islam itu. Islam bukan agama yang hanya mengatur urusan peribadatan namun juga perekonomian, perpolitikan, dunia pendidikan, kesehatan dan masih banyak aspek lain yang telah diatur dalam Islam. (*)

*Penulis Adalah Mahasiswa Prodi Sastra Arab USU

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini