Pabrik Narkotika Di Depok : Bukti Abainya pemerintah

0
2
Bella Lutfiyya/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK | HUKUM

“Urbanisasi yang pesat, heterogenitas masyarakat, dan konektivitas tinggi menjadi faktor utama yang mendorong perkembangan kejahatan, termasuk narkoba dan kejahatan terorganisir seperti judol, prostitusi, dan lain sebagainya,”

Oleh : Bella Lutfiyya

TIM Subnit 5 Reskrim Narkoba Polsek Metro Tanah Abang, Polres Jakarta Pusat, mengungkap keberadaan pabrik narkotika rumahan jenis bibit sintetis di wilayah Depok, Jawa Barat.

Berbagai barang bukti ditemukan, yaitu 5 kilogram bahan baku bubuk sintesis, 3 bungkus tembakau mentah, dan perlengkapan produksi lainnya, termasuk cerobong hexos, dan timbangan elektrik.

Atas kejadian tersebut, sebanyak 4 orang tersangka diamankan oleh pihak berwenang. Mereka memanfaatkan kontrakan sebagai tempat produksi narkotika dan telah beroperasi sejak bulan Agustus 2024 dengan total omset mencapai Rp12 miliar.

CREATOR: gd-jpeg v1.0 (using IJG JPEG v80), quality = 90

Diketahui bahwa para tersangka memiliki perannya masing-masing, mulai dari produsen hingga pengedarnya. Para tersangka kemudian dijerat dengan Pasal 113 Ayat 1 Jo. Pasal 112 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (liputan6.com, 18 Januari 2025)

Setelah beberapa waktu lalu terungkap adanya sindikat bandar judi online (judol) di Depok, kini ditemukan adanya pabrik narkoba yang beroperasi di sebuah kontrakan. Hal ini semakin menegaskan bahwa seiring berkembangnya pembangunan kota Depok, semakin meningkat pula kejahatan di dalamnya.

Urbanisasi yang pesat, heterogenitas masyarakat, dan konektivitas tinggi menjadi faktor utama yang mendorong perkembangan kejahatan, termasuk narkoba dan kejahatan terorganisir seperti judol, prostitusi, dan lain sebagainya.

Hal ini menunjukkan bahwa model pembangunan sekuler kapitalistik Depok hanya menitikberatkan pada pembangunan materiil, namun sangat minim perhatian pada hal yang lebih esensial, khususnya aspek spiritual dan moral.

Hal ini menjadi bukti abainya negara dalam melakukan pengawasan terhadap rakyatnya. Minimnya pengawasan terhadap kegiatan jual – beli dan kegiatan industri rumahan di tengah – tengah masyarakat, kurangnya lahan pekerjaan yang mengakibatkan masyarakat mau tidak mau memilih jalan untuk menggeluti pekerjaan yang haram, kurangnya sosialisasi akan hukum yang bertentangan dengan peraturan negara dan pembekalan moral kepada masyarakat.

Dalam Islam, negara bertindak sebagai raain atau pelayan rakyat. Negara menjamin kehidupan masyarakat agar sejahtera secara ekonomi dan psikologis. Barang haram seperti narkotika tidak akan masuk ke dalam kawasan negara karena pengamanan yang ketat dan kerjasama yang baik antara penguasa dan rakyat.

Hubungan rakyat dan penguasa di sistem kapitalis amat sangat jauh bagai tak terjangkau, sehingga rakyat merasa ditinggalkan, tidak diurus, sehingga praktik-praktik haram seperti pembuatan narkotika menjadi tidak terdeteksi.

Penguasa bertanggung jawab atas rakyat dan wilayah yang dipimpinnya. Oleh karenanya, penguasa harus memiliki sifat amanah, bertanggung-jawab, dan yang terpenting memiliki rasa takut kepada Allah SWT.

Seorang pemimpin memiliki tanggung jawab dan beban yang berat, jika rakyat merasa terdzolimi, maka pemimpin menanggung dosa karena telah menyengsarakan rakyat. Sebaliknya, jika seorang pemimpin mampu memegang amanah atas pekerjaannya, maka pahala yang didapatkan pun sangatlah besar.

Di sistem Kapitalisme saat ini, penguasa hanya mementingkan kepentingan oligarki dan orang-orang tertentu untuk mendapat manfaat atas dirinya sendiri. Bahkan, rakyat dikesampingkan dan diabaikan. Rakyat hanya dimanfaatkan untuk kepentingan perolehan suara, selanjutnya rakyat dikaburkan dalam pandangan mata.

Jika terus seperti ini, rakyat menjadi tak tentu arah. Kasus produksi narkotika di Depok mungkin hanya satu dari sekian banyak kasus lain yang tidak tampak ke permukaan. Permasalahan berikutnya, jika kemudian rakyat mengkritik kinerja para penguasa pun tidak akan didengar juga.

Sementara itu, Islam mengatur sedemikian rupa segala hal dalam kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, hubungan internasional, hingga ketatanegaraan dengan berlandaskan pada hukum-hukum syara yang berasal dari Allah SWT, sehingga hukumnya jelas dan tidak pandang bulu.

Sementara dalam Kapitalisme, hukum-hukum yang yang bisa dirubah sesuai kepentingan para penguasa, sifatnya pun subjektif dan mementingkan kepentingan pribadi dan oligarki.

Rakyat yang sengsara mengambil jalan pintas pekerjaan haram dan mendapatkan uang haram yang terus berputar di pasaran. Saatnya pemerintah sadar untuk peduli pada kesejahteraan rakyatnya. (**)

*Penulis Adalah Mahasiswa