OPINI | MANCANEGARA
“Di mana peran nyata lembaga-lembaga internasional selevel PBB dan OKI, mengapa hanya mengecam dan mengeluarkan resolusi tanpa guna karena terbukti sampai hari ini solusi dua negara tidak pernah terwujud?,”
Oleh: Puput Hariyani, S.Si
TUJUH puluh empat tahun, sebuah bilangan angka yang cukup besar. Jika dinisbatkan dengan umur seseorang maka ia sudah terkategori tua menuju renta. Banyak perjalanan hidup yang dia habiskan, pun asam garam kehidupan pernah dirasakan.
Namun apa jadinya jika bilangan angka tersebut dilewati dengan sebuah penindasan, pembunuhan, serangan, ancaman dan ketidakadilan? Tentu terasa sangat menyakitkan.
Itulah Palestina, negeri para anbiya, negeri yang diberkahi, negeri istimewa yang menjadi saksi turunnya sayap malaikat yang membentang. Negeri yang menjadi kiblat pertama kaum muslim dengan Masjid Al Aqsha.
Kini keberkahan negeri Syam terenggut oleh kekejian Israel, bahkan di bulan ramadhan yang penuh berkah ini Palestina kembali mendapat serangan bertubi-tubi untuk yang ke sekian kali. Terhitung tak kurang dari 74 tahun Palestina mendapat serangan kejahatan perang Israel sejak pecah di tahun 1948.
Terbaru serangan pasukan Israel tiba-tiba menyerbu kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur pada Jumat subuh dini hari (15/04/2022), ketika ribuan jemaah sedang berkumpul di masjid untuk sholat subuh.
Dalam aksi serangan tersebut setidaknya terdapat 158 warga Palestina dikabarkan terluka dalam kekerasan ketika pasukan Israel menahan ratusan warga, seperti dikutip dari Aljazeera, Sabtu (16/04/2022).
Ironisnya, penjajahan Israel atas Palestina berpuluh tahun lamanya belum juga mendapat perhatian sedikitpun dari lembaga internasional. Hal ini sangat berbeda jauh dengan penyikapan Barat atas Perang Rusia vs Ukraina sehingga membuat isu politik menyeruak di permukaan dan dikecam oleh dunia, termasuk dunia olahraga.
Momentum itu membuat juara dunia squash, Ali Farag, bicara lantang soal Palestina. Ali Farag berpidato soal Palestina usai menjuarai turnamen OptAsia Championship 2022 beberapa waktu lalu. Pemain squash berusia 29 tahun itu mengecam media Barat yang mengecam Rusia, namun ‘amnesia’ soal opresi Israel ke Palestina (detiksport.com).
Seperti yang dikutip Royanews TV, Ali Farag mengajak publik untuk melihat apa yang terjadi di dunia dengan Ukraina saat ini, dan tidak ada yang senang, tidak ada yang boleh menerima pembunuhan atau penindasan apa pun. Ia berharap sekarang orang akan melihat penindasan di mana-mana. Orang-orang Palestina juga melalui itu selama 74 tahun terakhir. Tetapi dia mengira, karena itu tidak sesuai dengan narasi media Barat, sehingga tidak bisa membicarakannya.
Sampai di sini kita paham standar ganda yang diterapkan atas Palestina. Media sosial membatasi pemberitaan yang objektif lantas diamini oleh sikap penguasa yang hipokrit. Bagaimana mungkin miliaran umat Islam dunia dan puluhan negeri Islam dengan jutaan bala tentaranya diam seribu bahasa menyaksikan kedzaliman yang menimpa saudaranya berlangsung puluhan tahun lamanya?
Bagaimana bisa jumlah penduduk Israel yang sedikit berlagak digdaya menggeser Palestina dan tak ada satupun negara yang mampu menghentikannya? Di mana peran nyata lembaga-lembaga internasional selevel PBB dan OKI, mengapa hanya mengecam dan mengeluarkan resolusi tanpa guna karena terbukti sampai hari ini solusi dua negara tidak pernah terwujud?
Tidakkah kita menyaksikan secara telanjang betapa solusi dua negara yang ditawarkan hanya memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi Israel untuk melakukan genosida dan membersihkan wilayah Palestina dari pemiliknya hingga tak tersisa?
Maka penting dipahami oleh seluruh kaum muslim sebagaimana disampaikan oleh Dubes Palestina bahwa persoalan Palestina bukanlah konflik biasa, tetapi berakar dari penjajahan zionis Israel. Pun jamak dipahami bahwa tidak mungkin Israel senekat itu jika tidak ada dukungan negara adidaya di belakangnya, karena kalaupun mereka mau mereka bisa saja memblokade segala bentuk komunikasi dengan Israel dan menghentikan segala macam kerja sama misalnya menstop pasokan sumber daya yang dipunya.
Tragisnya bukannya membantu Palestina untuk mengusir penjajah Israel, barat justru melegitimasi negara Israel dan memaksa Palestina dan negeri muslim lainnya dengan berbagai perjanjian damai, genjatan senjata, dan solusi dua negara yang justru secara tegas mengkonfirmasi keberadaan negara Yahudi.
Maka menggantungkan solusi Palestina pada Barat justru akan menambah parah persoalan yang semakin meruncing. Kaum muslim tidak pantas mengemis solusi dari pihak yang berdiri di kubu yang sama, yakni kubu penjajah Israel.
Islam Solusi Palestina
Teruntuk kaum muslimin seluruh dunia, kami yakin bahwa kita memiliki keyakinan yang sama untuk membebaskan Palestina. Tidak ada jalan lain kecuali mengambil Islam sebagai solusi hakiki.
Dalam konflik puncak Palestina-Israel, jika kita ambil analogi, ada sekomplotan perampok di sebuah rumah kemudian penghuni rumah disiksa, dibunuh, dirampas kekayaannya dan perampok meminta untuk membagi dua rumahnya, adakah penghuni rumah mengijinkan? Jelas tidak. Bantuan logis apa yang tepat untuk membantu tuan rumah menyelamatkan diri dan seluruh kekayaannya?
Tidak ada jalan lain kecuali berdiri bersama tuan rumah, menghentikan segala bentuk perampokan, tidak lagi memakai bahasa kecaman atau diplomasi yang basi, apalagi solusi two-state solution.
Jalan itu adalah mengusir para perampok melalui satu bahasa yang bisa mereka pahami yakni “bahasa perang”, memerangi mereka dengan segenap kekuatan. Apakah saat ini kaum muslim mampu?
Jika ditilik dari kuantitas pontensi jumlah kaum muslim dan tentaranya, kekuatan dunia Islam tidak patut diremehkan. Satu persen saja dari semiliar penduduk dunia Islam, akan ada 10 juta tentara muslim yang siap membela kaum muslimin.
Hanya saja, saat ini kaum muslim yang sedemikian banyak itu hidup dalam sekat-sekat kebangsaan atas nama negara bangsa. Mereka terkungkung nation state yang membunuh hasrat kemanusiaan untuk membela saudara seakidah.
Padahal dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Muslim, “perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”.
Oleh karenanya kaum muslim harus mencabut sekat nasionalisme seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para Khalifah setelahnya dan menghimpun umat dalam satu kepemimpinan yakni Islam dengan spirit ukhuwah Islamiyah. Di bawah satu komando seorang pemimpin, maka Palestina akan terbebas dari segala bentuk penjajahan karena pemimpin kaum muslim akan menggerakkan tentara terbaiknya mengambil kembali Palestina sebagai tanah kharajiyah, tanah milik seluruh kaum muslimin.
Melalui komando seorang pemimpin ini pula lah, kaum muslim tidak hanya membebaskan Palestina, tetapi juga menyelesaikan persoalan muslim Uighur di Cina, Pattani di Thailand, Rohingya di Myanmar, dan seluruh permasalahan kaum muslimin di negeri-negeri lainnya. Wallahu’alam bi ash-showab. (*)
*Penulis Adalah Pendidik Generasi