“Negara lain yang juga tergolong berbahaya bagi pewarta adalah Afghanistan, India, Irak dan Nigeria dengan masing-masing mencatatkan tiga kasus pembunuhan terhadap jurnalis. IFJ menyatakan selama tiga dasawarsa sudah ada 2.658 pekerja pers yang dibunuh di dunia,”
JAKARTA | Lapan6Online : Pembunuhan terhadap pekerja Pers atau jurnalis terus meningkat sepanjang tahun 2020 dan 2021. Angka pembunuhan itu naik dua kali lipat. Kelompok kriminal tercatat sebagai ancaman terbesar, disusul oleh aktor negara.
Dalam catatan pembunuhan terhadap pekerja pers, Federasi Jurnalis Internasional (IFJ) mencatat ada 42 wartawan tewas dibunuh saat menjalankan tugas sepanjang 2020. Sementara mereka yang ditangkap tercatat ada 235 jurnalis.
Lembaga itu menyatakan Meksiko masih menjadi negara paling mematikan bagi jurnalis. Tercatat ada 13 jurnalis setempat dibunuh pada tahun ini.
Sedangkan negara paling berbahaya kedua bagi jurnalis adalah Pakistan. Tercatat ada lima wartawan tewas di negara itu sepanjang 2020.
Negara lain yang juga tergolong berbahaya bagi pewarta adalah Afghanistan, India, Irak dan Nigeria dengan masing-masing mencatatkan tiga kasus pembunuhan terhadap jurnalis. IFJ menyatakan selama tiga dasawarsa sudah ada 2.658 pekerja pers yang dibunuh di dunia.
Pembunuhan Pekerja Pers di Indonesia
Indonesia mencatat berbagai pembunuhan brutal terhadap pekerja pers selama 1 dasawarsa terakhir yang dinukil Kantor Berita Buruh dari berbagai sumber, sebagai berikut:
Fuad M Syafruddin alias Udin, Wartawan Harian Bernas Yogyakarta ini meninggal pada 16 Agustus 1996 karena dibunuh orang tak dikenal. Pembunuhan Udin diyakini kuat karena dia kerap mengkritik kebijakan Pemerintah Kabupaten Bantul yang ketika itu dipimpin Bupati Bantul Sri Roso. Udin banyak menulis ihwal korupsi dan bobroknya pemerintahan Bantul saat itu.
Majalah Tempo pada 2014 lalu menurunkan tulisan panjang tentang pembunuhan Udin. Salah satu yang diungkap ialah temuan memo dari Bupati Bantul Sri Roso untuk bawahannya yang meminta soal Udin ini “diselesaikan” sebelum 17 Agustus 1996.
Pada 13 Agustus 1996, Udin ditemukan terkapar bersimbah darah di depan rumahnya setelah dianiaya orang tak dikenal, lalu koma dan meninggal tiga hari setelahnya. Hingga 22 tahun setelah kematiannya, belum ada tindak lanjut pemerintah maupun aparat hukum untuk mengungkap dan menghukum pelaku serta aktor pembunuh Udin.
Naimullah, Jurnalis Harian Sinar Pagi ini ditemukan tewas di mobilnya yang terparkir di Pantai Penimbungan, Kalimantan Barat, pada 25 Juli 1997. Kematiannya diduga kuat terkait tulisan-tulisannya terkait hubungan polisi dan pelaku pembalakan liar di Kalimantan. Hingga kini tak ada pengusutan yang serius mengenai kasus pembunuhan Naimullah.
Muhammad Jamaluddin, Juru kamera stasiun televisi TVRI ini bekerja di Aceh dan hilang sejak 20 Mei 2003. Dia ditemukan satu bulan kemudian di sebuah sungai dalam kondisi terikat, banyak luka, dan tak bernyawa.
Pembunuhan Jamaluddin diduga terkait dengan liputannya soal konflik Aceh. Ketika itu, konflik tengah memuncak menyusul pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Ersa Siregar, Jurnalis stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) ini meninggal pada 29 Desember 2003 saat meliput konflik di Aceh. Dia terjebak dalam baku tembak antara pasukan Gerakan Aceh Merdeka dan Tentara Nasional Indonesia di Desa Alue Matang Aron.
Kepala Staf Angkatan Darat ketika itu, Ryamizard Ryacudu mengakui peluru yang menewaskan Ersa merupakan milik TNI. Namun, hingga kini tak pernah ada langkah hukum atas terbunuhnya Ersa.
Herliyanto, Herliyanto adalah jurnalis Tabloid Delta Pos Sidoarjo, Dia ditemukan tewas di hutan jati Desa Tarokan, Banyuanyar, Probolinggo, pada 29 April 2006.
Herliyanto diduga dibunuh karena tulisan-tulisan yang dia tulis, yaitu kasus korupsi penyelewenangan beras yang akhirnya menyeret kepala desa ke penjara. Polisi sempat menangkap tiga orang dan menetapkan mereka sebagai tersangka. Namun, pengadilan membebaskan ketiganya dan tak pernah ada tersangka baru dalam kasus ini.
Ardiansyah Matra’is Wibisono, Jurnalis stasiun televisi lokal di Merauke ini ditemukan tewas pada 29 Juli 2010 di kawasan Gudang Arang Sungai Maro, Merauke. Matra’is diduga dibunuh lantaran liputannya terkait persaingan politik para pejabat daerah memperebutkan proyek agrobisnis.
Alfred Mirulewan, Jurnalis Tabloid Pelangi di Maluku ini ditemukan tewas pada 18 Desember 2010. Alfred diduga dibunuh karena liputannya terkait kelangkaan bensin di Pulau Kisar. Polisi sebenarnya sudah menangkap empat orang pelaku yang kemudian divonis bersalah di pengadilan.
Namun, terdapat pengaduan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang menyebutkan bahwa penetapan tersangka itu direkayasa, sedangkan pelaku sesungguhnya belum tertangkap.
Ridwan Salamun, Ridwan adalah koresponden SUN TV yang dibunuh massa saat meliput perkelahian di Tual, Maluku pada 2010. Di persidangan, hakim memutus bebas para terdakwa yang membunuh Ridwan. Kendati sudah meninggal, Ridwan juga masih saja ditetapkan sebagai tersangka karena dianggap terlibat dalam kerusuhan.
Demas Laira, Ia ditemukan tewas dengan 17 luka tusuk di Jalan Poros Mamuju-Palu Desa Tobinta, Kecamatan Karosa, Kabupaten Mamuju Tengah, pada Kamis (20/8/2020) sekira pukul 01.30 Wita. korban kerap menulis kritik seperti soal jalan rusak, kelangkaan gas elpiji hingga dugaan kasus penyelewengan anggaran.
Marah Salem Harahap alias Marsal (46) Marsal meninggal bersimbah darah di mobilnya. Penembakan terjadi di Huta 7 Pasar 3, Desa Karang Rejo Nagori, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Sabtu (19/6/2021) dini hari.
Marsal adalah Pemimpin redaksi lassernewstoday.com di Siantar itu meninggal akibat ditembak OTK saat dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Kasus penembakan ini masih diselidiki polisi.
Menurut catatan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan, Marsal bersama medianya tengah gencar memberitakan isu sensitif di wilayah tersebut. Salah satunya ialah soal dugaan penyelewengan di PTPN yang melibatkan pejabat di wilayah itu.
Kemudian, juga memberitakan peredaran narkoba dan judi di Kota Siantar dan Kabupaten Simalungun, serta maraknya bisnis hiburan malam yang diduga melanggar aturan [RED/KBB]