Pemerhati THM Meminta Pemprov DKJ agar THM di Gedung Bertingkat Dikenakan Izin Khusus

0
3
Pemerhati Tempat Hiburan Malam (THM), S. Tete Marthadilaga/Foto : Ist.

NEWS | MEGAPOLITAN

“Pemprov DKJ tidak perlu ragu, karena ini menyangkut hidup matinya manusia. Lagi pula sudah ada aturan hukumnya. Ada Perda dan lainnya. Bagi yang belum lengkap dibina agar melenhgkapi surat perizinannya. Bagi yang tidak patuh dan membandel, tutup usahanya,”

JAKARTA | Lapan6Online : Pemerhati Tempat Hiburan Malam (THM), S. Tete Marthadilaga meminta Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), untuk memperketat surat izin tempat hiburan malam yang menempati Gedung bertingkat lebih dari tiga lantai. THM yang dimaksud sejatinya sudah ada regulasi dan harus memiliki izin khusus yang memenuhi standar keselamatan tertentu.

Musibah kebakaran seperti di THM Diskotik dan Karaoke Tiara (sebelumnya bernama Golden Crown) yang menempati beberapa lantai, di antaranya lantai 6, 7, 8 dan 9 terbakar, di Gedung Glodok Plaza Tamansari Jakarta Barat, sudah kesekian kalinya terjadi di tempat hiburan. Korban bukan saja berbentuk materiil, tetapi korban nyawa pun terjadi di beberapa tempat hiburan yang terbakar.

Perlindungan hukum dan keselamatan kerja bagi karyawan THM di Jakarta dan sekitarnya, terlebih menyangkut kesejahteraan, masih jauh panggang dari api. Padahal pekerja THM sangat berat karena jam kerja pada malam hari dan berisiko terhadap kecelakaan kerja seperti kebakaran, kecelakaan, penyakit akibat kerja semisal gangguan pendengaran, kekerasan atau perkelahian dan keracunan alkohol atau zat-zat berbahaya lainnya.

Melihat risiko pekerja THM yang rentan terhadap PHK dan di rumahkan, maka ada baiknya apabila pengelola tempat hiburan sudah selayaknya memikirkan nasib para karyawannya agar didaftarkan keprogram asuransi seperti Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK), Asuransi Kesehatan, Asuransi Jiwa dan Asuransi Penghasilan (apabila mengalami cidera). Demikian pula dengan program perlindungan seperti program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek), program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan program Perlindungan Karyawan (PPK).

Menurut pemerhati THM yang akrab disapa Mastete Martha ini, seharusnya tempat hiburan baik itu diskotik, karaoke, Spa, dan sejenisnya yang menempati Gedung di atas tiga lantai harus memenuhi syarat seperti memiliki sistem proteksi kebakaran seperti sprinkler, detektor asap, jalan keluar darurat dan tangga darurat, pemadam kebakaran portable, sistem pencahayaan darurat, pelatihan keselamatan kerja untuk karyawan, pemasangan tanda keselamatan dan peringatan dan pengawasan keselamatan kerja secara berkala. Jalur evakuasi di tempat hiburan tersebut benar-benar harus jelas dan mudah dipahami baik karyawan maupun pengunjung.

Untuk mencegah agar kebakaran di tempat hiburan malam tidak terulang, Mastete minta agar Pemprov DKJ, utamanya pada pemerintahan pasangan Gubernur terpilih Pramono Anung dan Rano Karno, untuk mendata ulang tempat hiburan malam atau sektor usaha industri wisata yang berada di Jakarta dan mengkaji ulang surat izinnya. Begitu halnya penerbitan surat izin usaha hiburan yang berada di Gedung bertingkat agar lebih ketat dan selektif.

“Pemprov DKJ tidak perlu ragu, karena ini menyangkut hidup matinya manusia. Lagi pula sudah ada aturan hukumnya. Ada Perda dan lainnya. Bagi yang belum lengkap dibina agar melenhgkapi surat perizinannya. Bagi yang tidak patuh dan membandel, tutup usahanya,” tegas Mastete.

Karena menyangkut surat perizinan bukan saja DKJ yang mengeluarkan tetapi masih ada instansi lainnya. Regulasi yang relevan meliputi; Peraturan Pemerintah No. 36/2009 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Peraturan Pemerintah No. 43/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 36/2009 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No. 24/PRT/M/2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Bangunan Gedung serta Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 5/2020 tentang Perlindungan Karyawan.

Sementara, lanjut Mastete, surat izin yang harus dimiliki pengelola THM di antaranya, Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah, Izin Operasional dari Dinas Kesehatan, Izin Keselamatan Kerja dari Dinas Tenaga Kerja, Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dari Pemerintah Daerah, Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dari Dinas Pekerjaan Umum. Belum lagi surat izin operasional usaha industrI pariwisata, izin keramaian dari Kepolisian, Bea dan Cukai dan lainnya, termasuk makanan dan minuman beralkohol atau Miras.

“ Data ulang dan kaji ulang surat perizinannya agar ditertibkan. Semua ini dilakukan semata agar usaha industri pariwisata bisa sustainable atau berkelanjutan untuk kelangsungan usaha ke depannya. Kalau surat izin lengkap, pengusaha tenang, karyawan aman dan pengunjung pun nyaman,“ tandas Mastete Marthadilaga, Minggu (19/01/2025) malam.

Selain melengkapi syarat-syarat mendirikan usaha industri pariwisata, pengelola juga dituntut untuk memberikan fasilitas dan service seperti service pelayanan, musik, security, temperature, makanan, minuman, parkir dan lainnya.

Dari sekian surat izin sebagai persyaratan, tentu tidak harus semuanya. Namun yang baku harus ada. Lebih lengkap lebih baik agar tidak dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Sementara bagi THM yang tidak melengkapi surat izin bisa dikenakan sanksi penutupan tempat usaha, denda administrative, pidana penjara (maksimal 5 tahun) dan pidana denda (maksimal Rp 100 juta). (*Benk/Red)