OPINI | POLITIK | NUSANTARA
“Kesulitan dalam dunia pendidikan tidak hanya pada saat awal masuk ke dunia pendidikan saja tetapi setelah menjalani pendidikan di tempat tersebut juga banyak tahapan yang harus dijalani agar berhasil meraih prestasi,”
Oleh : Debira Prayunzi Simatupang
AKHIR-akhir ini dunia pendidikan kembali menjadi highlight, pasalnya ada beberapa kasus seperti yang berawal dari kiriman di akun Twitter @utbkfess, sender atau pengirim menyampaikan bahwa adiknya yang saat itu sedang menunggu pengumuman kelulusan masuk perguruan tinggi, memiliki nazar jika ia diterima di PTN impiannya ia akan memberi santunan untuk anak yatim, sedangkan jika tidak diterima, ia akan suicide (bunuh diri), seperti yang dikutip dalam Hops.ID.
Berikutnya ada seorang mahasiswa yang berinisial BH sempat berkeluh kesah soal kuliahnya selama 7 tahun yang tak kunjung selesai. Ngajukan skripsi selalu ditolak dengan dosennya. Sehingga ia diduga stres dan akhirnya bunuh diri, seperti yang dikutip dalam KOMPAS.com.
Fakta-fakta diatas dapat disimpulkan bahwa bagaimana tekanan dalam dunia pendidikan dimulai dari sulitnya memasuki institusi pendidikan dan ada banyaknya persyaratan yang harus di lalui untuk bisa masuk ke universitas impiannya.
Sehingga banyak jalur yang di sediakan dalam pendidikan untuk bisa lulus di universitas impian atau tingkat sekolah lainnya. Namun kesulitan dalam dunia pendidikan tidak hanya pada saat awal masuk ke dunia pendidikan saja tetapi setelah menjalani pendidikan di tempat tersebut juga banyak tahapan yang harus dijalani agar berhasil meraih prestasi ataupun lulus dengan jadwal yang ditetapkan.
Banyaknya tuntutan dalam pendidikan yang mengakibatkan siswa/i dan mahasiswa/i mengalami tekanan hingga mangakibatkan frustasi yang berujung bunuh diri akibat tidak bisa melewati tekanan yang di alaminya. Seperti kasus di atas dimana ada calon mahasiswa yang memiliki tekat yang kuat untuk masuk kedalam universitas yang menjadi impiannya.
Namun akibat sulitnya untuk bisa menempuh pendidikan disana karna persaingan dan juga terbatasnya jumlah kuota yang diterima. Akhirnya banyak yang down akibat tidak bisa menempuh pendidikan di tempat yang diharapkan karna tidak lulus dalam mengikuti test tersebut.
Kejadian tersebut bukanlah satu-satunya kejadian akibat kefrustasian siswa/i atau mahasiswa/i. Ada kasus lainnya dimana banyaknya tuntutan yang harus diselesaikan oleh siswa/i atau mahasiswa/i dalam menjalankan kehidupan disekolah atau di perkuliahan yang menimbulkan frustasi didiri mereka.
Mungkin salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan mahasiswa/i untuk mengatur (manajemen) waktu. Tetapi ada hal yang harus diperhatikan bahwa bukan hanya soal ketidakmampuan manajemen waktu saja. Karena jika masalah manajemen waktu, tidak mungkin keluhan siswa/i atau mahasiswa/i hampir semuanya sama.
Artinya disini terdapat hal lain selain ketidakmampuan manajemen waktu. Yaitu karna pendidikan saat ini tidak mampu memberikan apa yang dibutuhkan dalam menjalani pendidikan. Pendidikan seharusnya mampu melahirkan manusia yang memiliki karakter yang kuat.
Pendidikan mampu menjadikan manusia untuk berfikir cerdas dan cemerlang. Namun nyatanya pendidikan menghasilkan generasi yang hanya cerdas tapi tidak mampu berfikir cemerlang. Kecerdasannya hanya untuk meraih kesuksesan dunia dengan output sebagai pekerja yang kompeten.
Tapi tidak memiliki pola fikir yang cemerlang. Maka dapat disimpulkan bahwa hasil dari pendidikan saat ini bukan lagi untuk mencerdaskan generasi bangsa. Tetapi mencetak generasi pekerja.
Selain itu mahalnya biaya pendidikan membuat banyaknya calon siswa/i atau mahasiswa/i berusaha untuk masuk ke sekolah atau universitas negeri untuk meringankan biaya agar lebih murah.
Sehingga hal ini menjadikan persaingan sangat ketat dalam dunia pendidikan. Namun sayangnya mengincar sekolah atau universitas negeri sebenarnya bukan karena tempat tersebut lebih baik dari sekolah atau universitas swasta. Karena jika demikian maka itu merupakan argumen yang salah. Dimana saat ini sekolah atau universitas swasta tidak kalah baik dari kualitas pendidikan dinegeri. Bahkan lulusan swasta mampu bersaing dengan lulusan negeri.
Maka hal ini bukan karna kualitas pendidikannya tapi karena mahalnya biaya pendidikan. Semua permasalahan ini terjadi karena penerapan sistem yang batil yaitu sistem kapitalisme-sekular.
Sistem kapitalisme-sekuler menjadikan pendidikan tidak berbasis pada aqidah Islam dan tsaqofah Islam. Akhirnya carut marutnya pendidikan begitu pelik di dunia ini.
Sungguh hal ini berbeda jauh dengan pendidikan didalam sistem Islam. Islam menempatkan pendidikan sebagai salah satu mata air kehidupan dan pilar peradaban. Esensinya sedemikian penting, hingga negara diberi tanggung jawab penuh memastikan pendidikan terselenggara dalam format paling ideal.
Proses pendidikan tidak akan dipersulit, seperti biaya pendidikan akan dijamin oleh negara tanpa dipungut biaya apapun karena negara memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan generasi bangsa. Dan semua manusia berhak mendapatkan pendidikan dengan kualitas maksimal. Apa pun suku bangsanya, miskin atau kaya, muslim atau nonmuslim.
Negara dalam Islam, wajib memastikan tujuan pendidikan di semua ranah agar tidak melenceng dari ikhtiar mencetak SDM berkepribadian Islam. Yakni SDM yang siap mengemban amanah memakmurkan bumi dan menebar risalah Islam sebagai bentuk penghambaan.
Islam juga tidak akan memberikan beban dan tuntutan pendidikan yang begitu pelik pada peserta didik. Bahkan setiap individu diwajibkan untuk memiliki ketakwaan hingga akhirnya mereka sadar bahwa tujuan mereka diciptakan adalah untuk beribadah kepada Allah.
Sehingga tidak akan ada yang rela menghabiskan nyawanya hanya karna stres dalam menghadapi permasalahan dunia. Sungguh sistem Islam sangat melindungi setiap masyarakat agar tetap terikat dengan hukum syara’. Maka dari itu sudah saatnya untuk menerapkan Islam secara kaffah agar kebaikan dan kesejahteraan dapat terlaksana di dunia dan akhirat. Wallahu’alam bi ash-shawab. (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi UMSU Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan