“PPDB DKI Jakarta menggunakan syarat usia diteruskan meski DPRD DKI meminta Disdik DKI meninjaunya. Aneh, urusan pendidikan yang mestinya menyaring kemampuan akademik siswa malah menggunakan syarat usia, setelah sebelumnya zonasi, dalam hal penerimaannya”
Penulis: M. Syahran W. Lubis – Bisnis.com
Lapan6online.com : Sungguh mengesalkan, menjengkelkan, bahkan membuat saya marah melihat para pembuat kebijakan pendidikan selama beberapa tahun belakangan ini.
Setelah ada sistem zonasi yang membuat orang kampung tak bisa bersekolah di kota, orang daerah sulit bersekolah di Jakarta, sekarang muncul lagi kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020 menerapkan syarat usia. Jadi, makin tua, makin besar potensi diterima di sekolah negeri.
Meski dilahirkan oleh pembuat kebijakan berbeda, tetap saja hasil dari kebijakan itu membuat orang jengkel dan yang pasti: menyulitkan orang.
Pertanyaannya mendasar: kok membuat peraturan yang menyulitkan orang dan tidak berbasis pada pertimbangan pendidikan?
Dasar pendidikan itu adalah membuat orang pintar. Sesederhana itulah. Pendidikan juga tak mungkin lepas dari pencapaian prestasi akademik siswa bersangkutan.
Jadi, menurut saya, jangan dikaitkan dengan lokasi dengan sistem zonasi atau usia. Cukup landasannya nilai akademis sebagai syarat utama, bukan hal lain menjadi pertimbangan yang lebih diutamakan.
Para orang tua siswa pun tak terhentikan untuk menyatakan kekecewaan mereka atas sistem yang nmemberlakukan usia sebagai persyaratan utama. Mereka berdemo, serupa dengan demo pada tahun lalu ketika sistem zonasi diterapkan, dan ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan baru muncul pun, yang menggaungkan kemerdekaan dalam belajar, tetap saja sistem berdasarkan geografi itu diberlakukan.
Sekarang, soal PPDB mengedepankan usia—bukan kualitas siswa—muncul pembelaan dari Dinas Pendidikan (Disdik) Pemprov DKI Jakarta.
Kepada Disdik DKI Nahdiana melalui keterangan tertulis menjelaskan aturan mengenai kriteria usia dilatarbelakangi fakta bahwa masyarakat miskin justru tersingkir di jalur zonasi lantaran tidak dapat bersaing secara nilai akademik dengan masyarakat mampu.
Dengan aturan itu, menurut dia, Pemprov DKI berusaha membantu warga miskin mendapat kesempatan sama dengan yang mampu dalam hal pendidikan.
“Kebijakan baru diterapkan, yaitu usia sebagai kriteria seleksi, setelah siswa tersebut harus berdomisili dalam zonasi yang ditetapkan, bukan lagi prestasi,” demikian penjelasan Nahdiana.
Tak urung, melihat kenyataan bahwa penerimaan berdasarkan persyarata usia diteruskan meski diprotes, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD DKI Jakarta Basri Baco menyebut Disdik DKI Jakarta arogan dan tidak punya hati nurani. Padahal, skema tersebut menuai protes dari orang tua siswa dan DPRD DKI sudah mencoba memfasilitasi dengan memanggil Disdik.
Melihat kengototan Disdik DKI meneruskan pemberlakuan persyaratan usia dalam PPDB 2020, Basri menyebutkan “sok paling benar dalam mengambil keputusan”.
Saya sendiri pada akhirnya berpikir: orang-orang ini jadi pejabat apakah memang memiliki kapabilitas yang memadai ataukah sekadar takdir Allah membawa mereka ke posisi itu? Kok senangnya menyulitkan masyarakat? Kok kebijakan yang dihasilkan “pada aneh-aneh”? (*)
*Sumber Publish Bisnis.com