“Pernikahan atau pengantin pesanan hanya sebagai modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang( TPPO) karena yang dialami korban adalah terencana. Ada proses pendaftaran, perekrutan, penampungan, pemindahan dan pemberangkatan keluar negeri dengan cara penipuan,”
Oleh : Heidy Sofiyantri
Lapan6Online : Pengantin pesanan adalah sebuah istilah dalam sistem Kapitalis untuk menutupi perdagangan perempuan.
Menurut data Serikat Buruh Migran Indonesia ( SBMI ) selama tahun 2016 – 2019 terdapat 29 perempuan menjadi pengantin pesanan,16 berasal dari propinsi Jawa Barat dan 13 berasal dari propinsi Kalimantan Barat.
Berawal dari mereka diiming-imingi menikah dengan laki-laki asal China yang mapan dan serba berkecukupan akan diberi nafkah yang besar.
Dipesan dengan harga 400 juta tetapi pihak keluarga hanya mendapatkan uang 20 juta, sisanya untuk perekrut atau yang disebut mak comblang.
Tetapi setelah mereka menikah dan tinggal di China para perempuan itu bekerja dari jam 7 – 6 sore ditambah jam kerja sampai jam 9 malam. Akan tetapi gaji yang mereka dapatkan harus disetorkan kepada suami dan mertuanya. Selain itu mereka mengalami penganiayaan, kekerasan seksual serta dilarang untuk berkomukasi dengan keluarga di Indonesia.
Pernikahan atau pengantin pesanan hanya sebagai modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang( TPPO) karena yang dialami korban adalah terencana. Ada proses pendaftaran, perekrutan, penampungan, pemindahan dan pemberangkatan keluar negeri dengan cara penipuan, informasi palsu dan pemalsuan dokumen.
Tetapi dalam hal ini pemerintah China memanggap sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT ) bukan perdagangan perempuan yang dipaksa bekerja dan mengalami kekerasan seksual.
Dalam sistem kapitalis, perempuan hanya dijadikan sebagai obyek dan komoditas saja.
Kesetaraan gender dijadikan dalih bagi para perempuan untuk bekerja di luar rumah dan menghasilkan uang sendiri tanpa tergantung kepada laki-laki atau suaminya.
Sehingga menjadikan perempuan mandiri dalam hal ekonomi.
Jika sistem Kapitalis masih dijadikan kebijakan dan aturan, maka kasus ini akan terus berlanjut mengancam para perempuan lain khususnya remaja putri.
Peran negara serta sistem yang diterapkan yaitu sistem Islam yang hanya bisa menyelesaikan masalah ini.
Dalam pandangan Islam perempuan begitu mulia, negara melindungi hak-hak perempuan, begitu pun dalam hal ekonomi apalagi dalam hal kehormatan.
Dalam negara Khilafah, perempuan tidak diwajibkan untuk bekerja di luar rumah meninggalkan fitrohnya sebagai ummu wa robatul bait.
Negara membuka lapangan pekerjaan bagi para suami bukan sebaliknya.
Keperluannya menjadi tanggung jawab walinya, jika belum menikah maka ayahnya,jika sudah menikah maka suaminya yang bertanggung jawab, akan tetapi jika tidak ada walinya maka negaralah yang bertanggung jawab.
Hanya sistem Islam yang bisa melindungi perempuan dari tindak kejahatan, kekerasan dan kehormatan. Wallahu ‘alam bu showab. GF/Red
*Sumber : Radarindonesianews.com