Penolakan PPN oleh Gen Z, Mungkinkah Membawa Perubahan?

0
6
Nanda Nabila Rahmadiyanti/Foto : Ist.

OPINI

“Jika Gen Z telah mendapat pendidikan politik yang sesuai dengan Islam, maka mereka tidak akan terjebak dalam penolakan kebijakan yang pragmatis,”

Oleh : Nanda Nabila Rahmadiyanti

PEMERINTAH resmi menerapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025 sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini menimbulkan respon berupa penolakan dari seluruh kalangan masyarakat.

Perkumpulan mahasiswa, akademisi, penggemar anime Jepang (wibu), hingga penggemar budaya Korea (Kpopers) menyuarakan aksi mereka untuk menolak kenaikan pajak pada hari Kamis (19/12/2024) lalu di depan Istana. Aliansi BEM Seluruh Indonesia juga mengadakan konsolidasi via Zoom pada Minggu (22/12/2024) dalam menyikapi kenaikan PPN 12 persen.

Tak hanya itu, Aulia Thaariq Akbar, Presiden BEM Unair juga menyuarakan pendapatnya atas kenaikan pajak 12 persen. Menurutnya kebijakan ini dirumuskan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif. Mengingat, sejauh ini masyarakat belum berada dalam kondisi ekonomi yang baik, bahkan banyak masyarakat yang turun kelas dari semula kelas menengah menjadi kelas bawah (beritajatim.com. 21/12/2024).

Kepedulian mahasiswa, pemuda, khususnya Gen Z terhadap kebijakan yang menyengsarakan rakyat memang sudah seharusnya ada, karena Gen Z adalah salah satu kekuatan umat dalam mewujudkan perubahan. Namun, dalam sistem saat ini, akankah penolakan yang disuarakan oleh Gen Z dapat membuahkan hasil?

Penolakan Gen Z atas kebijakan pemungutan pajak harus dibangun dengan kesadaran yang sahih atas kerusakan sistem hari ini. Kebijakan ini merupakan buah dari sistem sekuler-kapitalis, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, dan berorientasi kepada materi serta keuntungan semata. Seperti yang tampak pada hari ini,

Kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan negara, padahal negara juga tidak mendistribusikan dana pajak dengan merata untuk kemaslahatan masyarakatnya. Jadi, bukan hanya pungutan pajak saja yang harus ditolak, namun juga sistem kehidupan yang menjadi dasar lahirnya kebijakan pajak atas rakyat yaitu sistem kapitalisme.

Bagaimana cara Gen Z menyadari bahwa yang seharusnya ditolak adalah sistem kehidupan yang rusak? Tentunya dengan pendidikan politik agar mereka tidak menjadi orang yang buta politik. Orang yang buta politik sejatinya tidak tahu bahwa biaya hidup, biaya kesehatan, transportasi, harga makanan pokok, semuanya tergantung pada keputusan politik.

Makna politik yang saat ini dikerdilkan sebatas perebutan kekuasaan saja, membuat banyak orang menutup mata dan telinga karena malas ketika mendengar kata politik.

Oleh karena itu pendidikan politik pada Gen Z tidak boleh diabaikan, terlebih Islam melihat potensi Gen Z sebagai agen perubahan sejati yang sangat besar. Namun, pendidikan politik juga harus diberikan dengan benar. Islam sebagai agama yang sempurna dan benar, memandang politik sebagai riayah su’unil ummah, yang memiliki makna mengurusi kebutuhan rakyat.

Sehingga islam memandang politik merupakan sarana yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan rakyat, bukan untuk berkuasa semata. Politik dalam islam dijalankan untuk menjamin semua kebutuhan dan kemaslahatan rakyat.

Bukan untuk mencekik dan menjerat rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu. Kebijakan yang lahir dari politik islam merupakan tuntutan wahyu, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah, bukan tuntutan akal serakah manusia.

Jika Gen Z telah mendapat pendidikan politik yang sesuai dengan Islam, maka mereka tidak akan terjebak dalam penolakan kebijakan yang pragmatis. Mereka mengetahui bahwa sistem yang rusak adalah akar dari permasalahan ini, dan akan proaktif melakukan muhasabah kepada pemerintah.

Tak hanya itu, di masa depan Gen Z juga akan menjadi generasi penerus. Islam memiliki sistem pendidikan Islam untuk membekali Gen Z dengan berbagai ilmu agar produktif dan menghasilkan karya untuk umat. Mereka juga akan menjadi pemimpin yang taat pada syariat, mengurus rakyatnya dengan amanah, menolak sistem pemerintahan yang bertentangan dengan islam, dan memberikan kontribusi pada perubahan hakiki untuk menerapkan aturan Islam dengan sempurna. Wallahu a’lam bisshawwab. (**)

*Penulis Adalah Alumnus Universitas Indonesia