“Fakta tersebut menunjukkan kerusakan moral yang sangat parah, sebab tidak ada lagi rasa takut untuk berbuat maksiat,”
Oleh : Sindi Laras Wari
MAKIN hari teknologi semakin canggih dan sangat membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya, hal tersebut buah dari zaman yang makin maju. Akan tetapi, kemajuan teknologi dimanfaatkan untuk melakukan kemaksiatan yang sangat menarik perhatian publik. Begitulah potret kehidupan bila menggunakan sistem liberalis.
Setelah diduga melakukan penipuan modus atas pemalsuan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid Mohammad Iman Mahlil Lubis ditetapkan sebagai tersangka. Ternyata, dia bukanlah orang sembarangan. Sepak-terjangnya pun perlahan terbongkar setelah aksi pemalsuan yang dilakukannya tersebut.
Tersangka merupakan mantan karyawan salah satu bank plat merah, hal tersebut dinyatakan oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Pol Auliansyah Lubis (liputan6.com, 12/04/2023).
Fenomena pemalsuan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid cukup menarik perhatian dan menjadi perbincangan publik. Ketika seorang Pria tertangkap kamera CCTV sedang menempelkan tampilan QRIS atau QR Code di kotak amal salah satu masjid yang ramai dikunjungi warga.
Mirisnya lagi pemalsuan tampilan QRIS atau QR Code dikotak amal masjid dilakukan pada bulan Ramadan yang penuh berkah. Saat di mana banyak kaum muslim berbondong-bondong dalam melalukan amal saleh termasuk bersedekah ke masjid yang mereka kunjungi.
Tidak hanya sampai di situ, ternyata pelaku pemalsuan tampilan QRIS atau QR Code dikotak amal masjid seorang pria yang memiliki ilmu yang cukup mumpuni dengan pendidikan tinggi dan menguasai teknologi.
Dengan adanya fenomena ini membuat masyarakat menjadi bertanya-tanya apakah transaksi melalui QRIS atau QR Code selama ini yang mereka lakukan untuk sedekah, tepat sasaran atau bahkan mereka menjadi korban pemalsuan QRIS atau QR Code di kotak amal masjid.
Fakta tersebut menunjukkan kerusakan moral yang sangat parah, sebab tidak ada lagi rasa takut untuk berbuat maksiat. QRIS atau QR Code yang ada di kotak amal masjid, ditujukan untuk berinfak ke masjid disalah gunakan dengan memalsukannya.
Perbuatan tersebut sama dengan mencuri duit infak dari kotak amal masjid, hanya saja pencurinya memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dengan ilmu teknologinya untuk mencuri uang tersebut.
Hal ini menjadi bukti bahwa rusaknya moral sehingga tidak takut berbuat maksiat tidak diakibatkan oleh pendidikan yang rendah dan tidak tahu menahu kemajuan teknologi. Akan tetapi perbuatan maksiat juga banyak dilakukan oleh orang yang memiliki pendidikan tinggi dan ilmu yang cukup mumpuni. Keadaan seperti ini disebabkan oleh sekulerisme yang menyusupi pemikiran dan sistem yang ada hingga hari ini.
Pemisahan agama dari kehidupan sehari-hari atau yang sering disebut dengan liberalis telah menggandrungi jiwa-jiwa kaum muslim. Sehingga memiliki pendidikan pun dirinya tidak cukup untuk membuat dirinya menjadi kepribadian yang bermoral dengan tidak berbuat maksiat. Inilah bahayanya mencari ilmu setinggi-tingginya untuk menjadi manusia terdidik tanpa dilandasi keimanan dengan menghadirkan rasa takut kepada Allah ketika berbuat maksiat dalam menjalani kehidupannya.
Adanya fenomena yang menjadi perbincangan publik nyatanya juga mendapatkan perhatian dari beberapa pihak yang dikenal publik dan menyuarakan bahwa dengan adanya fenomena ini harus meningkatkan keamanan dari pihak berwenang bukan menanamkan rasa keimanan dalam menjalani kehidupan.
Karena ketika keamanan makin meningkat maka orang yang tidak memiliki keimanan tetap ingin berbuat maksiat dengan cara memanfaatkan ilmu yang mereka punya.
Pendidikan dalam Islam
Berbanding terbalik dengan sistem pendidikan dalam Islam, pendidikan dalam sistem Islam berkurikulum dengan wajib berlandaskan pada akidah. Materi dan cara penyampaiannya tidak ada yang menyimpang sedikit pun dari akidah Islam, untuk membentuk pola pikir dan pola sikap Islam.
Tujuan pendidikan dalam Islam untuk membentuk manusia menjadi manusia yang memiliki kepribadian Islam. Dalam semua jenjang pendidikan dilakukan pembentukan kepribadian Islam sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan. Hal ini dimasukkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keterikatannya dengan hukum syariat Islam. Dengan indikator anak didik berhasil menjalankan seluruh kewajiban dan meninggalkan segala bentuk kemaksiatan kepada Allah Swt.
Dari sinilah akan melahirkan generasi yang memiliki kepribadian mulia serta paham akan makna kehidupan dan perannya kelak akan dirasakan oleh masyarakat bukan hanya sekadar anak didik yang bisa menjawab persoalan pelajaran dengan kesulitan tingkat tinggi. Atau hanya sekadar memanfaatkan ilmu yang dia punya untuk dirinya sendiri, serta minim kepribadian untuk diri sendiri.
Melalui sistem pendidikan Islam akan melahirkan generasi yang berkualitas, baik dari sisi penguasaan ilmu pengetahuan maupun dari sisi kepribadiannya.
Peranannya di tengah masyarakat akan dirasakan, baik dalam menegakkan kebenaran maupun dalam menerapkan ilmunya.
Hanya Islamlah yang mampu menyejahterakan seluruh masyarakat dunia sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَمَاۤ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّـلْعٰلَمِيْنَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107). Wallahualam bisawab. (*)
*Penulis Adalah Aktivis Muslim