Jakarta, Lapan6online.com : Tokoh nasional sekaligus Ekonom senior DR Rizal Ramli (RR) mengingatkan pemerintah, kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak ubahnya dengan gelembung (buble) yang terus menggelembung dan rentan untuk meledak. RR ramalkan kemungkinan krisis hantam Indonesia, penguasa harus hati-hati dan waspada.
“Penguasa harus hati-hati, krisis bisa hantam Indonesia. Bahwa, gelembung ekonomi yang muncul saat ini, bisa meletus, karena tidak mendapat dukungan fundamental yang kuat,” kata RR dalam perbincangannya dengan pers belum lama ini.
RR menyatakan, sejak 1,5 tahun lalu dirinya sudah mengkhawatirkan lima bubbles (gelembung) yang semakin membesar dan siap meletus. yakni soal makro ekonomi, gagal bayar, daya beli, digital bizz, dan nasib petani. “Gelembung-gelembung ini terjadi pada periode bersamaan. Bisa ber implikasi sosial, ekonomi dan politik besar. Ironi yang kuasa tak sadar,” paparnya.
Kenyataannya, lanjut RR, dalam dua tahun terakhir, pejabat-pejabat Indonesia malah mengulang kebiasaan buruk, ‘self-denial’ (menolak kenyataan) bahwa kondisi ekonomi semakin memburuk, tanpa kemampuan melakukan inovasi dan terobosan kebijakan untuk ‘turn-around’.
“Kita dapat menghindari krisis, tapi tidak dengan cara-cara lama. Bahkan pemerintah terus berupaya menutup gelembung tersebut dengan persepsi seolah semua tidak ada masalah. Padahal gelembung seperti itu akan meletus sebagai bagian dari koreksi alamiah,” kata RR.
Mantan Komisaris Utama Bank BNI ini, suapaya gelembung meletus tidak memerlukan kehadiran kekuatan yang besar, cukup sentuhan kebenaran. “Untuk meledak, tidak perlu linggis atau kampak, hanya butuh peniti-peniti kebenaran dan fakta ril,” paparnya.
Utang Ugal-ugalan
Rizal Ramli menyoroti utang Indonesia yang kian ugal-ugalan di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Rasio utang sudah mencapai mencapai 29,8 persen dari GDP.
Tak heran, kata RR, ancaman utang Indonesia, dan akan terus menggunung jika tak ada solusi nyata dari pemerintah. Pasalnya, pertumbuhan utang Indonesia jauh lebih cepat dari pertumbuhan PDB. Padahal rasio aman utang 60 persen PDB adalah berdasarkan dua kali rasio pajak negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi.
“Rasio pajak negara-negara OECD adalah 30 persen, maka ditetapkan rasio pajak 2 x 30 persen, sama dengan 60 persen. Indonesia bukan negara maju yang rasio pajaknya tinggi. Rasio pajak Indonesia hanya 10 hingga 11 persen,” paparnya.
Artinya, lanjut RR, rasio aman utang Indonesia seharusnya adalah 2 kali 11 persen, alias 22 persen. “Sedangkan kini rasio utang Indonesia sudah 29,8 persen GDP. Jadi, rasio utang Indonesia, jelas sudah di atas batas aman. Karena berdasarkan ratio Debt-Service/Export Revenue, batas amannya hanya 20 persen,” paparnya.
Menurutnya. ancaman utang Indonesia, akan terus menggunung jika tak ada solusi nyata dari pemerintah. Pasalnya, pertumbuhan utang Indonesia jauh lebih cepat dari pertumbuhan PDB.
“Utang pemerintah Indonesia setiap tahun bertumbuh rata-rata 20 persen. Sementara pertumbuhan PDB Indonesia hanya rata-rata 5 persen setiap tahun. Sedangkan utang pemerintah bertumbuh 4 kali lebih cepat dari pertumbuhan PDB,” ungkap RR.
Sementara kondisi saat ini, anggaran pembayaran bunga utang tahun 2020 mencapai Rp 295 triliun. Sementara pembayaran pokok utang Rp 351 trilliun. Artinya, total pokok dan bunga utang Indonesia mencapai Rp 646 triliun
Lebih lanjut RR mengemukakan dirinya sejak sejak 1,5 tahun lalu sudah mengkhawatirkan lima bubbles/gelembung yang akan semakin membessar. Pertama, makro ekonomi, gagal bayar, daya beli, digital bizz, petani. gelembung2 itu terjadi pada periode bersamaan. Kedua, implikasi sosial, ekonomi dan politik besar. ironis bahwa elite penguasa tak sadari hal ini. (*Konfrontasi.com)