“Era big data tidak bisa digunakan semena-mena. Harus ada perlindungan. Termasuk yang paling penting adalah dari pemerintah. Pemerintah harus menciptakan instrumen yang bisa melindungi data warganya,”
Lapan6Online | Jakarta : Indonesia saat ini telah memasuki era digital yang ditandai dengan besarnya pengguna internet. Seiring dengan itu, hampir semua aktivitas digital saat ini membutuhkan data pribadi.
Meningkatnya penggunaan data pribadi ini kemudian memunculkan tantangan baru, termasuk penyalahgunaannya. Hal ini kemudian ditunjang dengan masih minimnya kesadaran dari masyarakat terkait perlindungan data pribadi.
Demikian disampaikan Koordinator Pengendalian Data Pribadi Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Rajmatha Devi, dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kemkominfo RI bekerja sama dengan DPR RI dengan tema “Urgensi Perlindungan Data Pribadi”, pada Senin (27/09/2021) kemarin.
Rajmatha mengatakan, semua data akan menjadi data pribadi apabila data tersebut bisa mengidentifikasi seseorang. Untuk menghindari prenyalahgunannya, kata dia, data pribadi tersebut harus dilindungi.
“Data pribadi ini adalah hak asasi dan privasi seseorang yang harus dilindungi,” katanya.
Rajmatha menjelaskan, sebenarnya sudah ada sejumlah aturan terkait perlindungan data pribadi ini. Namun, menurutnya, aturan tersebut masih sektoral.
“Meningkatnya penggunaan data pribadi karena tujuannya memang memudahkan. Sejumlah aplikasi memang membutuhkan data untuk memproses dalam memberikan layanan,” ujarnya.
“Dengan masifnya pengumpulan data pribadi, maka bermunculan masalah-masalah. Dan makin banyak terjadi saat ini. Masyarakat belum sepenuhnya sadar dalam melindungi data pribadi. Ini juga jadi salah satu faktor tingginya penyalahgunaan data pribadi,” lanjut dia.
Dengan banyaknya kasus ini, kata Rajmatha, maka negara perlu memiliki regulasi yang lebih komprehensif. Hal itu seperti yang tengah diperjuangkan saat ini di mana pemerintah sedang memproses RUU Perlindungan Data Pribadi.
Rajmatha kemudian membeberkan tips untuk melindungi data pribadi, yakni instal aplikasi dari pengelola yang resmi saja. Dalam hal itu, menurutnya, kita bisa lihat dulu penjelasan orang lain terkait aplikasi tersebut apakah bisa dipercaya atau tidak.
“Kemudian pelajari permintaan akses, terutama akses ke data pribadi. Kalau kita menginstal aplikasi biasanya ada permintaan yang mengarah ke data pribadi. Nah ini perlu dipelajari dulu. Selanjutnya bijaksana dan berhati-hati dalam berbagi data pribadi. Kita harus memahami sekeliling kita di media sosial. Keempat, bertransaksilah di platform yang kredibel,” katanya.
Ia menambahkan, kalau data pribadi terlanjur tersebar dan ada kerugian, maka hal itu segera dilaporkan. Menurutnya, saat ini sudah banyak kanal untuk melaporkan penyalahgunaan data pribadi.
“Terakhir, kita perlu memiliki kesadaran dalam berinternet,” ucapnya.
Narasumber lain dalam webinar itu, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, Dr Usman, menyampaikan, data di era saat ini sama halnya seperti aset. Menurutnya, orang ataupun perusahaan bisa menguasai apapun dengan modal data.
“Data sebagai dokumen pribadi. Meskipun sebagai dokumen pribadi, tapi terkadang kita perlu untuk membagikan data pribadi. Misalnya nomor handphone,” kata Usman.
“Era big data tidak bisa digunakan semena-mena. Harus ada perlindungan. Termasuk yang paling penting adalah dari pemerintah. Pemerintah harus menciptakan instrumen yang bisa melindungi data warganya,” lanjutnya.
Sementara, anggota Komisi I DPR RI, Hasbi Anshory, yang juga menjadi narasumber dalam webinar itu mengatakan, pihaknya bersama pemerintah sedang berupaya untuk menggarap RUU Perlindungan Data Pribadi.
“Ini penting. Siapa yang memiliki data akan menguasai segalanya. Maka data pribadi harus dijamin,” kata Hasbi.
Ia menegaskan, pemerintah bertekad untuk melindungi data pribadi warganya. Apalagi, kasus pencurian data pribadi di internet terus melonjak dan bermacam-macam bentuknya.
“Lonjakan kasus terus terjadi dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Hasbi menilai, urgensi perlindungan data pribadi akan meningkatkan nilai-nilai kemanusian. Adapun entitas yang dilindungi adalah orang per orangan, bukan badan hukum. (*YP)