Perlunya Literasi Digital untuk Tangkal Informasi Negatif di Medsos

0
16
“Masih banyak dari kita yang sering terprovokasi berita hoaks seperti informasi vaksin tidak halal, vaksin berbahaya dan lain-lain. Namun ketika literasi digital kita sudah baik, kita tidak akan terpengaruh oleh informasi-informasi hoaks tersebut,

Jakarta | Lapan6Online : Kebebasan berpendapat dan berekspresi sering dimanfaatkan secara negatif oleh sejumlah pihak di media sosial (medsos). Sehingga, kita perlu meningkatkan kemampuan literasi digital agar tidak terpengaruh atau terprovokasi oleh informasi negatif seperti hoaks, ujaran kebencian dan lainnya.

Demikian disampaikan anggota Komisi I DPR RI, Krisantus Kurniawan saat menjadi pembicara dalam Webinar Literasi Digital yang digelar Kemkominfo RI bekerja sama dengan Komisi I DPR RI dengan tema “Bijak Bermedsos di Era Digital”, pada Kamis (9/9/2021).

“Masih banyak dari kita yang sering terprovokasi berita hoaks seperti informasi vaksin tidak halal, vaksin berbahaya dan lain-lain. Namun ketika literasi digital kita sudah baik, kita tidak akan terpengaruh oleh informasi-informasi hoaks tersebut,” kata Krisantus.

Dengan kemajuan teknologi dan informasi, kata dia, dunia menjadi begitu kecil hanya dalam satu genggaman. Sehingga, orang dengan mudahnya menyebarkan apapun melalui media sosial, termasuk informasi positif maupun negatif.

Krisantus melanjutkan, pengguna media sosial harus berhati-hati dan bijak dalam berkomentar maupun membagikan informasi. Apalagi, kata dia, ada UU ITE yang bisa mengancam sewaktu-waktu bagi siapapun bila keliru dalam memanfaatkan media sosial.

“Dengan adanya UU ITE, kita tidak bisa sembarangan mengunggah di medsos. Undang-undang ini juga mengakomodir pelaku bisnis di internet,” ujarnya.

“Kasus yang paling banyak ditangani dalam UU ITE adalah pasal 28 ayat 2 dan 27 ayat 3 mengenai ujaran kebencian dan nama baik. Kemudian pasal 28 ayat 1 soal kabar bohong,” lanjutnya.

Ia berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) segera bisa disahkan menjadi undang-undang.

“Ini berguna agar data masyarakat terlindungi dengan baik,” ucap Krisantus.

Media sosial bisa menjadi ruang silaturahmi. Tapi bila digunakan untuk hal negatif maka media sosial bisa menjadi pemecah belah persatuan. Bisa menciptakan konflik di masyarakat.

Senada dengan Krisantus, narasumber lainnya yang hadir dalam acara itu, yakni pegiat media sosial dan praktisi hukum, Rinda Amalia, mengatakan, kemajuan teknologi membuat manusia tidak memiliki batas antara satu negara dengan negara lain. Namun, menurutnya, etika harus digunakan karena masing-masing negara ataupun daerah berbeda.

“Jangankan negara, antar daerah saja budayanya berbeda,” katanya.

Ia mengingatkan agar penggunaan media sosial dibatasi guna menjaga kesehatan mental seseorang. Karena, menurutnya, penggunaan media sosial yang terlalu sering bisa mengganggu kesehatan mental dan terkontaminasi.

“Pertama adalah durasi menggunakan medsos. Berapa lama kita bermedsos. Boleh kok kita pakai medsos. Tapi harus diimbangi dengan kegiatan yang produktif,” ujar dia.

Rinda menilai, ada yang salah dalam diri seseorang yang tidak bisa lepas dari gadget. Karena bisa jadi, kata dia, seseorang tersebut sudah kecanduan dengan gadget.

“Sehingga harus diarahkan ke hal-hal yang lebih produktif,” ujarnya.

Dalam Webinar itu, juga hadir Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Samuel A Pengerapan, sebagai keynote speach. Ia menyampaikan pentingnya kemampuan literasi digital di era digital ini.

Menurut dia, literasi digital adalah kemampuan yang krusial untuk menghadapi perkembangan teknologi.

“Kementerian Kominfo bersama Siberkreasi terus berupaya dan berkomitmen untuk meningkatkan literasi digital dengan berbagai kegiatan,” kata Samuel. *YP

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini