“Sedarurat apapun, tanggungjawab itu harus melekat pada penyelenggara negara, dan perppu ini dibuat tanpa ada pertanggungjawaban hukum, itulah mengapa banyak tokoh melakukan gugatan,”
Jakarta | Lapan6online.com : Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) bersuara keras menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No.1 tahun 2020 atau Perppu yang dikenal sebagai Perppu Corona. Pada Selasa (28/04/2020) siang, belasan orang pengurus ProDEM menggeruduk gedung DPR RI, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Aksi dipimpin langsung Ketua Majelis Jaring Aktivis ProDEM Iwan Sumule.
Mengutip situs Moeslim Choice, Iwan Sumule mengungkapkan, keputusan “gila” menjadi salah satu yang dijanjikan akan diambil Presiden Joko Widodo di periode kedua ini. Penegasan itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat berkampanye di hadapan para aktivis ’98 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Juni tahun lalu.
Keputusan gila yang dimaksud Jokowi adalah keputusan yang tanpa beban dan out of the box demi menyejahterakan rakyat. Namun hampir setahun berlalu, keputusan gila yang dijanjikan justru dinilai Iwan Sumule benar-benar gila.
Dalam artian, keputusan mantan walikota Solo itu justru membuat rakyat semakin menderita. Sebab, kebijakan yang diambil hanya menguntungkan kelompok tertentu. Seperti Perppu 1/2020 atau yang dikenal dengan Perppu Corona. Oleh politisi PDIP, Masinton Pasaribu, perppu tersebut dianggap hanya menguntungkan kelompok oligarki Istana.
Bahkan dengan nada yang lebih keras keras, Masinton menyebut Perppu telah menyabotase konstitusi karena memangkas kewenangan yudikatif dan legislatif.
Iwan Sumule juga merasa Perppu hanya akal-akalan dari oknum-oknum tertentu. Sebab ada pasal-pasal berisi imunitas bagi pihak-pihak yang mengambil kebijakan atas dana ratusan triliun rupiah.
“Tidak bisa diperdata dan dipidana,” ujarnya pada Senin (27/4/2020).
Tidak hanya itu, Perppu Corona juga membuat pemerintah menjadi sesuka hati. Pemerintah bahkan seolah mengabaikan amanah UU 17/2003 yang membatasi defisit keuangan negara sebesar 3 persen.
Menurutnya, pengelolaan uang dan penambahan utang yang tanpa pengawasan dan tidak boleh dipidana maupun diperdatakan sarat dengan penyalahgunaan wewenang. Ujungnya, dugaan memperkaya diri sendiri atau kelompok tidak bisa dihindari.
“Jadi mari kita tolak! Semua demi kekuasaan, bukan rakyat,” tegas Iwan Sumule.
Sebelumnya, pengamat politik dari Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah mengatakan sejumlah pasal dalam perppu tersebut memang berpotensi melanggar konstitusi dan prinsip negara hukum.
“Terutama terkait celah penyalahgunaan perppu sebagai ajang merugikan negara tanpa ada konsekuensi hukum,” ujarnya seperti dikutip RMOL.id.
Seharusnya, kata Dedi, semua pihak termasuk pemerintah selaku penyelenggara negara tidak boleh ‘kebal hukum’, meskipun di tengah pandemik seperti saat ini.
“Sedarurat apapun, tanggungjawab itu harus melekat pada penyelenggara negara, dan perppu ini dibuat tanpa ada pertanggungjawaban hukum, itulah mengapa banyak tokoh melakukan gugatan,” tuturnya.
“Negara seolah memberikan akses kejahatan melalui Perppu Covid-19 ini. Tentu kondisi itu tidak bisa diterima dalam perspektif tatakelola pemerintahan yang baik,” tutup Dedi Kurnia Syah.
(*/RedHuge/Lapan6online)