HUKUM | NUSANTARA
“Dibahas pula kemungkinan kerja sama proyek penguatan dan pembaruan sistem peradilan pidana dan penerapan pidana alternatif guna menangani kelebihan kapasitas (overcapacity) di lembaga pemasyarakatan yang merupakan masalah besar di Indonesia,”
Lapan6Online | Jakarta : Wakil Jaksa Agung RI, Dr Sunarta SH MH, didampingi Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin), Bambang Sugeng Rukmono, dan Kepala Badan Pendidikan dan Latihan (Kabandiklat) Kejaksaan RI, Tony Spontana, bertemu dengan Delegasi Belanda.
“Pertemuan yang berlangsung di lantai 11 Gedung Utama Kejagung itu, salah satunya, membahas Overcapacity Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam siaran persnya kepada wartawan di Jakarta, pada Rabu (15/03/2023).
Dalam pertemuan itu, Delegasi Belanda terdiri dari Reclassering Nederland (Badan Pemasyarakatan) Belanda, Jochum Wilderman. Raymond Swenenhuis, Ferry van Aagten, Linda Biesot, Jaksa Tinggi dan Widyaiswara Sekolah Hakim dan Jaksa Belanda Studiecentrum Rechtspleging (SSR) Remco Van Tooren, Leon Plas, Anne Tahapary dan. Kees – Hakim pada SSR, perwakilan Center for International Legal Cooperation (CILC), Adeline Tibakweitira – Senior Project Manager CILC Emily van Rheene, Seruni Lissari dan Paul Nijman – Akademisi Universitas Saxion di Belanda didampingi oleh tenaga ahli Jaksa Agung Fachrizal Afandi.
Adapun pertemuan tersebut merupakan kunjungan balasan pasca Desember 2022 lalu Jaksa Agung Muda Pembinaan berkunjung ke Belanda.
Dalam pertemuan ini dibahas pula kemungkinan kerja sama proyek penguatan dan pembaruan sistem peradilan pidana dan penerapan pidana alternatif guna menangani kelebihan kapasitas (overcapacity) di lembaga pemasyarakatan yang merupakan masalah besar di Indonesia.
Penasihat Kebijakan di Reclassering Nederland Raymond Swennenhuis, memaparkan dasar pengoperasian sistem lembaga pemasyarakatan di Belanda menerapkan sanksi alternatif berupa pekerjaan sosial bagi pelaku atau pelanggar, dengan menggandeng Kejaksaan Belanda.
Serupa, namun tak sama dengan restorative justice yang tidak menerapkan hukuman bagi pelaku, penerapan sanksi alternatif menitikberatkan pada upaya untuk mengurangi sanksi penjara, mempromosikan upaya perbaikan di masyarakat, perlindungan publik, dan mencegah pengulangan pelanggaran.
Maka untuk mewujudkan sistem tersebut, diperlukan koordinasi dan kerja sama antara Kepolisian, Kejaksaan, pengadilan, pemerintah kota, dinas sosial, serta organisasi masyarakat.
Selanjutnya, Widyaiswara di Sekolah Hakim dan Jaksa Belanda Studiecentrum Rechtspleging (SSR), Leon Plas, memaparkan, tentang struktur organisasi, fungsi, peran dan tugas Kejaksaan Belanda.
Dalam kesempatan tersebut, juga didiskusikan mengenai perbandingan dan kontras model pendidikan dan pelatihan Jaksa yang berlaku di Belanda.
Pertemuan ini ditutup oleh Kepala Biro Perencanaan yang menyoroti pentingnya diskusi lebih lanjut guna membahas kemungkinan kerja sama antara Kejaksaan Agung RI dengan Kejaksaan Belanda serta Reclassering dan SSR guna memperkuat peran jaksa dalam memberikan alternatif pemidanaan dalam KUHP baru.
Diskusi diikuti oleh peserta yang terdiri dari berbagai perwakilan Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI, Biro Perencanaan, Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri, dan Biro Kepegawaian.
“Serta perwakilan dari Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum,” tutur Ketut Sumedana. (*Kop/Syamsuri/MasTe/Lpn6)