OPINI
“Hal ini karena sistem yang di pakai adalah sistem ekonomi kapitalis yang prinsipnya meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya,”
Oleh : Puji Sartika
GELOMBANG PHK akan kembali terjadi di tahun 2024. Kali ini datang dari produsen ban asal Korea Selatan, yakni PT. Hung -A Indonesia yang operasionalnya akan ditutup per tanggal 1 Februari 2024 mendatang.
Akibatnya akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 1.500 karyawan. (Radar Bogor)
PHK masal sudah sering terjadi. “Di tahun 2023 lalu, ada 7.200an pekerja yang menjadi korban PHK, baik karena perusahaannya tutup total, hengkang atau atau relokasi, maupun efisiensi biaya.
Data tersebut baru mencakup perusahaan tempat anggota Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) bekerja, belum termasuk pabrik lain yang nonanggota KSPN. (CNBC Indonesia/20 January 2024).
Menurut Direktur Eksekutif Center Of Economic and Law Studies (Celios), Bima Yudhistira mengatakan bahwa faktor terjadinya gelombang PHK di start up adalah kesalahan manajemen dan sulitnya pendanaan. Adanya mismanajement di internal start up dan pendanaan mulai sulit (Republika.co.id)
PHK pada perusahaan start up merupakan sesuatu yang wajar terjadi karena dibangun dari sistem pendanaan non riil. Hal ini karena sistem yang di pakai adalah sistem ekonomi kapitalis yang prinsipnya meraih keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Sistem ekonomi ini memberi bantuan modal dengan riba kepada individu yang ingin membuka usaha, mengeluarkan kebijakan ekspor impor yang menjadikannya bergantung pada negara lain.
Sistem kapitalisme terbukti telah gagal menjamin kesejahteraan ekonomi masyarakat. Negara kaya raya bergelar zamrud khatulistiwa tetapi rakyatnya kesulitan memiliki perkerjaan. Bahkan PHK marak terjadi disemua lini.
Di perusahaan yang berorientasi pasar lokal. Pemerintah tidak tegas menghentikan arus impor. Pemerintah tidak tegas mengatasi masalah seputar pembatasan perjanjian dagang. Diperusahaan yang berorientasi ekspor, pemerintah dengan mudahnya memberi izin ekspor impor terutama pada investor asing.
Sistem ini menerapkan aturan kebebasan hak milik sehingga proyek-proyek dengan modal besar mampu memiliki kepemilikan tanpa memandang apakah kepemilikan umum atau individu yang merupakan hak rakyat. Sistem ini bebas memberikan kesempatan terbukanya lapangan tenaga kerja dari negara para investor asing.
Jauh berbeda dengan sistem Islam yang membangun pondasi ekonominya dengan sangat kuat. Sistem ekonomi Islam akan memfokuskan pembangunannya pada sektor riil. Negara akan memprioritaskan dirinya dalam mengelola potensi kekayaan alam. Yang mana sektor ini akan menyerap banyak tenaga kerja.
Selain itu, negara akan membangun perindustrian secara mandiri tanpa bergantung pada investasi asing. Negara juga akan membangun sarana dan prasarana publik yang sangat dibutuhkan rakyat seperti jalan, sekolah rumah sakit serta fasilitas yang lain, sehingga rakyat dapat menikmati secara gratis.
Pembangunan infrastruktur ini tentu juga akan membuka lapangan pekerjaan. Dalam sistem Islam, negara akan memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya tanpa terkecuali. Selain itu negara juga akan memastikan kondisi usaha yang sehat serta jauh dari praktik ribawi.
Negara akan menjamin kemananan para pekerja, memfasiltasi mereka untuk mendapatkan pelatihan keterampilan usaha, serta memberikan modal yang cukup bagi rakyatnya yang mau berusaha tapi tidak punya modal tanpa sistem riba.
Semua hal tersebut pastinya hanya akan terwujud jika Islam diterapkan secara kaffah oleh negara Khilafah. Dimana pemerintah akan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan pelayan rakyat. Bukan seperti sekarang ini, negara hanya menjadi regulator antara rakyat dan pengusaha. Negara begitu mudahnya berlepas tangan dalam meri’ayah rakyatnya.
Sementara itu, di dalam Islam, fungsi penguasa adalah untuk _riayatusy syuunil ummah yakni memelihara urusan umat_ sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Imam/Khalifah itu laksana gembala raa’in, dan dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.” (HR Bukhari dan Muslim). Wallahualam bi ash sawab. (*)
*Penulis Adalah Ibu Rumah Tangga