OPINI | EKONOMI
“Kondisi ini mengindikasikan bahwa kedudukan buruh dimata kapitalisme sebagai bagian biaya produksi. Sedangkan prinsip produksi adalah mengambil pijakan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya,”
Oleh : Tri Purnama Sari, S.Pd
PEMUTUSAN Hubungan Kerja massal (PHK,red) menjadi salah satu bentuk kekhawatiran dampak resesi global yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2023 mendatang. Kasus pandemi COVID19 dan perang antar Rusia dan Ukraina memperburuk keadaan ekonomi seluruh Negera.
Terutama bidang industri yang terkena dampak dari ketidakpastian global yang berimbas terhadap turunnya permintaan, seperti pada industri sepatu dan tekstil yang terancam akan melakukan PHK besar-besaran terhadap pekerjanya.
Kekhawatiran ini menjadi isu yang bertebaran dimana-mana. Dimana menurut Bhima Yudhistira, Peneliti Indef (Institute for Development of Economics and Finance,red) “ada beberapa industri yang berpotensi melakukan PHK massal akibat resesi. Apalagi yang orientasi pasarnya di negara-negara yang mengalami resesi seperti Amerika Serikat dan Eropa, itu yang diriskan” ujarnya melalui sambungan telepon pada (Selasa, 11 Oktober 2022).
Selain itu, sektor yang berpotensi melakukan PHK massal adalah industri bahan baku yang ketergantungan terhadapp impornya tinggi. Misalnya farmasi sparepart otomotif. Menurut Bhima, sektor perdagangan kendaraan bermotor adalah salah satu yang terdampak karena pelemahan daya beli dan naiknya harga bahan bakar minyak atau BBM (tempo, 11/10/2022).
Dilansir dari Muslimah News – Kondisi ini mengindikasikan bahwa kedudukan buruh dimata kapitalisme sebagai bagian biaya produksi. Sedangkan prinsip produksi adalah mengambil pijakan modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya.
Artinya industri harus mengecilkan biaya produksi agar mendapatkan laba yang besar. Jadi kalau produksi menurun, jalan satu-satunya adalah memberhentikan pekerja untuk meminimalisir biaya.
Hal ini tidak memihak rakyat sama sekali. Terutama bagi para buruh di Indonesia nasib PHK hanya membayangi buruh Indonesia, namun tidak dengan Tenaga Kerja Asing (TKA). Dimana TKA masih bisa bebas berlanggang kaki dalam hal isu ini.
Seharusnya setiap perusahaan memberikan perlindungan yang sama dengan dengan karyawannya. Namun justru kebalikannya dimana rakyat jelata menjadi was was dalam PHK ini, namun TKA justru merasa bebas dan santai tanpa harus memikirkan beban yang dipikirkan oleh rakyat Indonnesia. Terlihat jelas bahwa pemerintah memang abai dengan urusan rakyat dan apa yang dialami oeh rakyat.
Beda sekali urusan pemerintah dalam pandangan Islam. Dimana dalam Islam masalah pekerjaan diatur secara rinci. Pekerja dan yang pemberi kerja diikat dalam akad yang jelas, dimana keduanya bisa sama sama saling menguntungkan bukan malah saling merugikan.
Tidak ada yang boleh melakukan kezaliman. Pengusaha akan mendapatkan keuntungan dari yang kerja, begitupun sebaliknya buruh akan mendapatkan imbalan dari hasil kerjanya. (*)