“Rakyat dibiarkan dalam ketidakpastian dan kepanikan. Edukasi dan informasi yang kurang membuat mereka mengambil sikap yang beragam. Sosialisasi protokol kesehatan yang lamban disampaikan dan setengah-setengah ditegakkan pun tak efektif membantu langkah pencegahan,”
Oleh : Safina An Najah Zuhairoh
Jakarta | Lapan6Online : Juru Bicara Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi memastikan proses pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur akan terus berjalan sesuai rencana. Ia mengatakan bahwa tim dari Kemenko Maritim dan Investasi, Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan terus melakukan komunikasi intens dengan calon investor dan mitra.(Detik.com,25/03/2020).
Publik pun merasa geram. Disaat keselamatan rakyat melawan wabah ini menjadi prioritas, justru kebijakan yang diambil tidak tepat. Warga berharap anggaran negara dialokasikan untuk kebutuhan mendesak yakni jaminan kesehatan dan kesejahteraan, tetapi fakta yang ada begitu menyedihkan. Bukan saja karena fasilitas dan layanan kesehatan yang serba terbatas dan lamban disiapkan, tapi juga karena covid-19 sudah merebak di mana-mana.
Rakyat dibiarkan dalam ketidakpastian dan kepanikan. Edukasi dan informasi yang kurang membuat mereka mengambil sikap yang beragam. Sosialisasi protokol kesehatan yang lamban disampaikan dan setengah-setengah ditegakkan pun tak efektif membantu langkah pencegahan.
Jangan heran jika akhirnya para petugas kesehatan di dalam negeri pun berjuang tanpa fasilitas dan alat pelindung diri (APD) yang layak dan memadai. Sampai-sampai ada rumah sakit yang menunda operasi karena tak ada masker memadai. Ketika keselamatan dan kesejahteraan rakyat saja bukan prioritas, lalu rencana pindah ibu kota di tengah wabah, untuk siapa?
Kekecawaan publik tertumpah di jagat maya,”Mengapa anggaran pindah ibu kota ada, sedangkan penanganan corona saweran dari rakyat?”
Terlepas adanya ketidakpekaan dalam menentukan skala prioritas di tengah pandemi saat ini dan keukeuh melanjutkan proses ibu kota negara baru, ada hal penting yang harus kita cermati, yaitu terkait dana yang dibutuhkan untuk proyek ini.
Pemerintah menyebutkan, anggaran yang dibutuhkan untuk membangun ibu kota baru mencapai Rp. 466 triliun. Sungguh biaya yang fantastis! Padahal utang luar negeri kita sudah sangat banyak.
Mereka berujar bahwa proyek ini mengandalkan investasi asing untuk meminimalisir APBN. Terlihat seperti hal yang positif, namun jika kita cermati akan muncul pertanyaan, “Bagaimana kondisi Indonesia kelak ketika proyek vital negara dicampuri oleh pihak Asing?”
Tak ayal lagi ketergantungan terhadap asing pun semakin besar yang justru mewujudkan neoliberalisme dan neoimperialisme di negeri yang harusnya merdeka ini. Akibatnya negara semakin terjerat, tidak berdaulat, mudah didikte oleh asing. Inilah penjajahan gaya baru. Independensi Indonesia terancam. Sekali lagi, untuk kepentingan siapa rencana ibu kota negara baru ini?
Sebetulnya Indonesia sangatlah mampu. Namun, sistem hidup Kapitalisme Sekuler telah sukses menjatuhkan Indonesia pada multi krisis. Anugerah kelebihan yang Allah beri, mulai dari SDM, SDA, posisi geopolitik dan geostrategis, tak berhasil membuat negeri ini kuat dan berdaya. Sehingga malah jadi sasaran empuk penjajahan.
Posisi rakyat di negeri ini pun mirisnya luar biasa. Bak tikus mati di lumbung padi, jauh dari kata sejahtera. Kesehatan, pendidikan, keamanan, semua serba mahal. Rakyat bahkan harus membeli haknya kepada penguasa atau pada pengusaha yang dibacking dan membackingi penguasa.
Berbeda dengan paradigma kepemimpinan dan watak sistem Islam. Dalam Islam, kepemimpinan dinilai sebagai amanah berat yang berkonsekuensi surga dan neraka. Dia wajib menjadi pengurus dan penjaga umat.
Seorang pemimpin pun dipandang seperti penggembala. Layaknya gembala, dia akan memelihara dan melindungi seluruh rakyat yang menjadi gembalaannya. Memperhatikan kebutuhannya, menjaga dari semua hal yang membahayakannya dan menjamin kesejahteraannya hingga bisa tumbuh dan berkembang biak sebagaimana yang diharapkan, adalah prioritas kebijakan pemimpin.
Itulah Islam, Diin yang lurus lagi membawa rahmat untuk semesta alam. Dan ini terefleksi dalam semua aturan hidup yang diterapkan, termasuk sistem ekonomi yang kukuh dan menyejahterakan. Sistem ekonomi Islam akan membuat negara punya otoritas terhadap berbagai sumber kekayaan untuk mengurus dan membahagiakan rakyatnya.
Di antaranya menerapkan ketetapan Allah SWT yakni kekayaan alam yang melimpah adalah milik umat yang wajib dikelola oleh negara untuk dikembalikan manfaatnya kepada umat.
Bayangkan jika seluruh kekayaan alam yang ada di negeri ini dan negeri Islam lainnya diatur dengan syariat, maka umat Islam akan menjadi negara yang kuat, mandiri dan memiliki ketahanan secara politik dan ekonomi. Bukan seperti saat ini., negara malah memberikannya kepada asing.
Sehingga saat negara dilanda wabah penyakit, sudah terbayang negara akan mampu mengatasinya dengan kebijakan tepat dan komprehensif. Rakyat pun taat dan merasa tenteram sekalipun ada instruksi lockdown karena semua kebutuhannya ada dalam jaminan negara.
Sementara tenaga medis akan bekerja dengan tenang karena didukung segala fasilitas yang dibutuhkan dan insentif yang sepadan dengan pengorbanan yang diberikan. Bahkan riset pun memungkinkan dengan cepat dilakukan. Hingga ditemukan obat yang tepat dan wabah pun dalam waktu cepat bisa ditaklukkan.
Inilah yang pernah terjadi di masa saat sistem Islam diterapkan. Beberapa wabah yang terjadi bisa diatasi karena adanya peran aktif dan serius dari negara, sekaligus didukung oleh rakyat yang mentaati semua arahan-arahannya. Peran negara, masyarakat dan individu berjalan simultan sesuai syariat.
Dengan demikian, negara akan dengan mudah mewujudkan layanan kebutuhan dasar baik yang bersifat individual dan publik bagi rakyatnya, secara swadaya tanpa bergantung sedikitpun pada negara lain. Red
*Penulis adalah Aktivis LKMC (Lembaga Kajian Muslim Cendekia)