Polemik Gas LPG 3 Kilogram, Hidup Rakyat Kian Runyam

0
0
Devi Ramaddani/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Kebijakan ini dari salah satu Kementrian, memang sudah dibatalkan karena timbulnya protes dari masyarakat tetap saja terdapat kejahatan bahkan sampai jatuhnya korban,”

Oleh : Devi Ramaddani

TERHITUNG sejak 1 Februari 2025 ini, para pengecer gas LPG 3 kilogram (Kg) atau gas melon tak lagi mendapatkan distribusi dari pangkalan. (https://radarbontang.com/terhitung-1-februari-pengecer-gas-melon-tak-lagi-dapat-distribusi-dari-pangkalan/).

Rupanya dengan menerapkan aturan tentang pembelian gas LPG 3 kilogram yang mewajibkan pengecer beralih kepangkalan resmi menuai polemik yang justru ketersediaannya menjadi langka.

Kelangkaan gas LPG 3 kg di Kota Tepian membuat DPRD Samarinda bergerak. Komisi II menggelar RDP bersama instansi terkait, mendesak agar distribusi gas bersubsidi dilakukan langsung ke tingkat RT untuk memastikan pasokan tepat sasaran.

Kelangkaan ini bermula dari kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang pengecer menjual gas LPG 3 kg mulai 1 Februari 2025. Meski Presiden Prabowo Subianto telah mencabut kebijakan tersebut, banyak warga sudah terlanjur melakukan panic buying. (https://www.google.com/amp/s/kaltimfaktual.co/gas-melon-langka-dprd-samarinda-desak-distribusi-langsung-ke-rt/amp/).

Akibat kelangkaan ini, masyarakat pun protes karena sulitnya mendapatkan gas LPG 3 kilogram. Akhirnya Pemerintah kembali mengizinkan pengecer menjual LPG 3 kg setelah sebelumnya dilarang sejak 1 Februari 2025. Sebab, keputusan ini sebenarnya memicu berbagai reaksi dari masyarakat, terutama bagi yang terdampak oleh kebijakan sebelumnya.
(https://seputarfakta.com/seputar-kaltim/usai-diprotes-pemerintah-kembali-izinkan-pengecer-jual-lpg-3-kg-8367).

Kondisi ini bukanlah pertama kali, pemberian solusi yang dilakukan oleh pemerintah selalu saja jauh dari harapan. Akibat dari kebijakan tersebut, rakyat rela harus antri berjam-jam bahkan kaum emak-emak pun juga rela antri hujan-hujanan untuk mendapatkannya. Kalau sudah seperti ini, artinya pemerintah gagal memenuhi kebutuhan dasar hak warganya.

Kekisruhan terkait kebijakan pembelian gas LPG 3 kilogram terjadi karena perubahan sistem distribusi LPG yang mewajibkan pembeli beralih kepangkalan resmi untuk bisa mendapatkan gas tersebut. Seperti yang kita ketahui, sebelumnya pengecer boleh menjual gas LPG 3 kilogram lalu menjadi tidak boleh karena berdasarkan kebijakan yang baru. Kebijakan ini dari salah satu Kementrian, memang sudah dibatalkan karena timbulnya protes dari masyarakat tetap saja terdapat kejahatan bahkan sampai jatuhnya korban.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk mengatasi kelangkaan gas LPG 3 kilogram ini. Namun sejatinya kelangkaan terjadi akibat kebijakan pemerintah sendiri yang membagi kelas subsidi dan non subsidi. Padahal gas sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat.

Kelangkaan terjadi di berbagai wilayah Indonesia termaksud Kaltim tentu membuat ironi sebagai penghasil migas. Muara Badak, Bontang dan Balikpapan adalah kota/kabupaten penghasil gas yang jumlahnya besar. Tapi sayang, dengan kekayaan tersebut tidak bisa dinikmati oleh rakyat.

Miris rasanya, penguasa sekaan menjadi Populis Otorutarianism yang menjadi pahlawan setelah membatalkan kebijakan dzalim. Penguasa saat ini menjadikan negara lepas dari tanggung jawabnya dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya, hingga wajar kita saksikan berbagai kisruh dan protes muncul karena kebijakan yang dibuatnya.

Sistem hari ini yang kapitalisme meniscayakan adanya liberalisasi (migas) dengan memberi jalan bagi korporasi mengelola SDA yang sejatinya milik rakyat. Padahal negara tidak boleh menyerahkan pengelolaan migas ini pada perorangan/perusahaan.

Sistem kapitalisme menghilangkan peran negara sebagai ro’in (pengurus rakyat). Sebaliknya negara hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang selalu merujuk untuk mencari manfaat dan keuntungan semata. Lebih dari itu, memang tabiat para kapitalis bahwa manfaatlah sebagai standar pembuat kebijakan yang diterapkan bukan untuk kemaslahatan umat.

Akan sangat berbeda ketika Islam, ketika ada keluhan dari masyarakat maka akan segera ditindak lanjuti penguasa. Termasuk ketika penguasa membuat kebijakan dzalim merugikan masyarakat atau khalifah menyimpang dari terhadap hukum-hukum syariat, maka qodhi mazhalim yang akan menidaknya.

Jadi negara dalam sistem Islam bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Karena gas merupakan salah satu kebutuhan mendasar manusia dan harus terpenuhi. Sehingga negara bertanggung jawab akan penyediaan serta pendistribusian agar semua mendapatkannya.

Dilansir di website Muslimah News, Islam menetapkan migas termasuk dalam kepemilikan umum dan mewajibkan negara untuk mengelola sumber daya tersebut untuk kepentingan rakyat. Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah dalam Sistem Keuangan Negara Khilafah (Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah) halaman 83 menjelaskan bahwa segala sarana umum untuk seluruh kaum muslim yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari yang jika tidak ada akan menyebabkan perpecahan, terkategori milik umum.

Ini berdasarkan dalil berupa sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Ibnu Majah).

Air, padang rumput, dan api merupakan hal-hal yang dibutuhkan manusia dalam kehidupan sehari-hari dan jika hilang, manusia akan terpecah untuk mencarinya.

Gas sendiri masuk dalam salah satu kepemilikan umum. Artinya, negara yang mengatur dan mengelolanya untuk kemudian disebar kepada umat. Dengan biaya nol alias gratis. Kalaupun membayar, maka dengan biaya minim atau murah. Hanya membayar biaya operasionalnya saja.

Sesuai dengan fungsi negara sebagai raa’in dimana semua kebijakan yang diterapkan harus memudahkan rakyat dalam mengakses kebutuhan mereka. Seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah saw., “Setiap dari kalian adalah raa’in (pemimpin/pengurus), dan tiap – tiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR Imam Bukhari).

Rakyat akan difasilitasi oleh Negara Islam untuk mengakses berbagai kebutuhannya terhadap layanan publik, fasilitas umum, dan sumber daya alam (SDA), yang merupakan hajat publik, seperti minyak bumi dan gas LPG. Bukan malah menyulitkan rakyatnya

Dalam hal LPG, Islam akan mengontrol seluruh produksi dan jalur distribusinya sehingga kebutuhan rakyat terpenuhi secara cukup dan tanpa kesulitan.

Jika dianggap lebih efisien dan efektif, Islam juga menyediakan fasilitas untuk memasak dengan bahan bakar selain LPG. Misalnya, menggunakan gas alam (LNG) yang dialirkan ke rumah-rumah melalui pipa. Semua bahan bakar ini dijamin murah atau bahkan gratis, sehingga tidak ada orang yang mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk rumah dan usaha mereka.

Dengan solusi ini, bahan bakar dalam negara yang bersistem Islam tidak akan mengalami kelangkaan seperti yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Wallahua’lam bish shawwab. (**)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah