POLITIK | NUSANTARA
“Nah, untuk kuorum diperlukan 2/3 anggota MPR RI. Untuk pengambilan keputusan diperlukan suara 50 persen plus 1 suara. Saya kira penggalangan dukungan ini juga penting dilakukan,”
JAKARTA | Lapan6Online : Kesadaran kolektif untuk mengembalikan sistem bernegara kepada rumusan pendiri bangsa semakin banyak disuarakan sejumlah pihak.
Termasuk agenda yang digagas DPD RI bersama Wakil Presiden RI ke VI Jend Purn Try Sutrisno, yang mengajak elemen bangsa untuk datang ke MPR guna meminta sidang MPR dengan agenda tunggal, kembali ke UUD 1945 18 Agustus 1945.
Dukungan tersebut terlontar dalam Rapat Koordinasi Badan Kerja Sama (BKS) Pemuda Pancasila (PP), KB FKPPI, dan Pemuda Panca Marga (PPM) yang disaksikan Ketua MPR RI dan Ketua DPD RI. Turut hadir dalam pertemuan tersebut sejumlah elemen lainnya, di antaranya Pengurus UI Watch dan Ketua Umum Gerakan Bela Negara Brigjen TNI Purn Purnomo.
Dalam Rakor yang digelar di Sekretariat MPN Pemuda Pancasila, Kamis (26/10/2023) malam itu, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan DPD RI telah menyiapkan Kajian Akademik untuk menyempurnakan dan memperkuat Naskah Asli UUD 1945, sehingga lebih menjamin kedaulatan rakyat, serta mencegah pengulangan praktek penyimpangan yang terjadi di Orde Lama maupun Orde Baru.
“Oleh karenanya, kami mengajak semua komponen bangsa untuk bergabung di dalam Dewan Presidium Konstitusi, sehingga menjadi penjelmaan rakyat, untuk kemudian pada 10 November 2023 semua yang tergabung dalam Presidium tersebut, akan dipimpin oleh Wakil Presiden ke VI Pak Try Sutrisno, menemui Pimpinan MPR,” tukas LaNyalla.
Ditambahkan LaNyalla di dalam Dewan Presidium Kontitusi itu akan terdapat unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat. Mulai dari organisasi massa (baik berbasis keagamaan, nasionalis, pemuda dan mahasiswa), lalu kaum profesional, serikat-serikat, raja dan masyarakat adat, serta pakar, ahli dan akademisi.
Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila KPH Japto Soelistyo Soerjosoemarno mengatakan, sejak awal Pemuda Pancasila menolak dilakukannya amandemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002. Apalagi, kata Japto, jika menilik sejarah, Pemuda Pancasila dilahirkan dalam rangka menjawab Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
“Kami selalu meneriakkan yel-yel Pancasila Abadi. Bagi kami, Pancasila Abadi itu adalah hal mutlak. Kami dilahirkan dalam rangka menjawab Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sehingga kita harus mempertahankan Pancasila,” tutur Japto.
Saat ini, Japto melanjutkan, bangsa ini hanya dikuasai oleh partai politik. Di mana mereka mengatur kepentingan mereka sesuai seleranya masing-masing. “Kita lihat saja di Pilpres ini. Rakyat hanya disodorkan oleh jago dari partai politik. Kita disodorkan para calon seperti memilih kucing dalam karung,” kata Japto.
Sistem demokrasi Liberal ini menurut Japto tentu saja sangat jauh dari keinginan para pendiri bangsa yang mengedepankan musyawarah mufakat sebagaimana Sila Keempat Pancasila. “Maka, kami seluruh Keluarga Besar Pemuda Pancasila siap mendukung dan berada di barisan paling depan untuk mempertahankan UUD 1945 naskah asli,” tegas Japto.
Ketua Umum KB FKPPI Pontjo Sutowo senada dengan Japto. Dikatakannya, FKPPI salah satu elemen yang menolak dilakukannya amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002. Bahkan, Pontjo mengaku organisasinya sempat menemui Amien Rais yang menjabat Ketua MPR RI saat itu.
“Kami protes saat itu. Kami menolak UUD 1945 diamandemen. Itu sikap FKPPI saat itu. Dari dulu kita tidak sepakat dengan amandemen,” beber Pontjo.
Pontjo paham bahwa yang menginginkan perubahan amandemen konstitusi adalah pihak asing. “Tapi saya bersyukur bahwa yang menginginkan perubahan dan kembali kepada UUD 1945 naskah asli semakin membesar. Saat ini, Pontjo menilai ada tiga pekerjaan besar yang harus dilakukan dalam kerangka hal tersebut yakni, menggalang opini publik, counter forces dan pendekatan kepada partai politik.
“Kita sepakat kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Nanti yang kurang kita perbaiki dengan teknik adendum. Tapi yang pasti, jangan biarkan Ketua DPD RI sendirian,” kata Pontjo yang mendukung penuh langkah LaNyalla.
Pontjo berpesan agar jangan ada satu elemen masyarakat pun yang ditinggalkan dalam rangka gagasan mengembalikan UUD 1945 naskah asli.
“Semua harus digalang. Demokrasi kita saat ini ruang lingkupnya kecil, karena hanya diurus partai politik. Saya yakin hal itu tak bisa menjawab tantangan dan problematika rakyat. Maka, partisipasi rakyat harus digalang dalam gerakan ini,” tuturnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat PPM, Bertho Izaak Doko, juga memiliki pandangan yang sama dengan Japto dan Pontjo. Menurutnya, gagasan kembali kepada UUD 1945 tidak serta merta datang begitu saja, melainkan melalui kajian mendalam.
“Ada dasarnya, ada basisnya. Apa itu, yakni hasil kajian yang kami lakukan dan hal itu juga dilakukan oleh orangtua kami di LVRI. Semangatnya sama yakni mengembalikan UUD 1945 naskah asli,” papar Bertho.
Sementara Ketua UI Watch, Taufik Bahaudin, menjelaskan sebelum jauh melangkah, maka perlu kiranya kita mencari sumber masalah sesungguhnya. Sebab, kata dia, reformasi yang ditandai dengan diterapkannya sistem demokrasi ala Barat, bangsa ini semakin tak jelas arahnya.
“Menyebabkan ketidakteraturan dalam berbangsa dan bernegara. Penerapan demokrasi ini suatu pemaksaan, karena bukan berasal dari Bumi Nusantara. Demokrasi itu dari Yunani dan tidak sejalan dengan musyawarah mufakat sesuai Sila Keempat Pancasila,” papar dia.
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo yang hadir pada kesempatan itu mengaku sudah berkomunikasi dengan pimpinan MPR RI lainnya berkaitan dengan usulan proposal atau desakan kembali ke UUD 1945 naskah asli yang diinisiasi DPD RI.
Menurut pria yang karib disapa Bamsoet itu, sesungguhnya lembaganya telah menerima aspirasi serupa tak hanya dari DPD RI saja. “Kita sudah menerima aspirasi serupa dari berbagai elemen. Rupanya aspirasi ini semakin menguat,” ujar Bamsoet.
Dari hasil kajian lembaganya, UUD 1945 yang telah diamandemen pada tahun 1999-2002 bukan lagi konstitusi yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa. “Jauh dari harapan kita dan harapan para pendiri bangsa. Sebab, konstitusi hasil amandemen itu memang bukan konstitusi yang diamanatkan oleh para pendiri bangsa,” kata Bamsoet.
Menurut Bamsoet, aspirasi yang semakin mengerucut ini merupakan langkah baik untuk membenahi sistem bernegara kita yang sudah jauh melenceng dari cita-cita pendiri bangsa. “Tinggal, bagaimana cara kita membuka ini lebar-lebar dan meyakinkan pimpinan partai politik. Karena harus melibatkan semua stakeholder yang ada di parlemen. Sehingga kita juga harus membuka komunikasi dengan pimpinan partai politik,” tutur Bamsoet.
Sebab, menurut Bamsoet, jika ingin melakukan amandemen konstitusi, maka usulan harus diajukan 1/3 anggota MPR RI yang terdiri dari DPR RI dan DPD RI. “Nah, untuk kuorum diperlukan 2/3 anggota MPR RI. Untuk pengambilan keputusan diperlukan suara 50 persen plus 1 suara. Saya kira penggalangan dukungan ini juga penting dilakukan,” saran Bamsoet.
Selain itu, Bamsoet juga meminta agar hal ini disampaikan secara luas ke publik, sehingga rencana besar bangsa ini untuk kembali ke UUD 1945 naskah asli diketahui secara luas oleh masyarakat.
Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Sefdin Syaifudin dan Brigjen Pol Amostian. Turut mendampingi Pengamat Ekonomi-Politik Dr Ichsanuddin Noorsy, Dosen FISIP UI Dr Mulyadi, Ketua Umum Gerakan Bela Negara (GBN) Brigjen TNI (Purn) Purnomo Hidayat, Pegiat Konstitusi dr Zulkifli S Ekomei beserta sejumlah aktivis.
Hadir pula Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila KPH Japto Soelistyo Soerjosoemarno, Sekjen MPN Pemuda Pancasila Arif Rahman, Ketua Umum KB FKPPI Pontjo Sutowo, Sekjen KB FKPPI Anna R Legawati, Ketua Umum Pimpinan Pusat PPM Bertho Izaak Doko, Sekjen Pimpinan Pusat PPM Delwan Noer, Ketua UI Watch Taufik Bahaudin beserta jajaran pengurus. (*)
*Sumber : Biro Pers, Media, Dan Informasi Lanyalla
www.lanyallacenter.id