OPINI
“Pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.
JELAS sudah negara ini sebenarnya hanyalah negara yang menjungjung tinggi sistem liberalisme (kebebasan).
Terbukti dengan disahkannya aturan pemberian alat kontrasepsi untuk siswa dan remaja oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) yang resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Digandang-gandang sebagai upaya menjaga kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja atau dapat berupa sarana untuk berkomunikasi, memberikan informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan alat reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya keluarga berencana (KB), melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual, serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak, maka memberikan alat kontrasepsi merupakan jalan keluar yang tepat.
Sementara itu, pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi, menandakan atau memberikan kode bahwa dibebaskannya siswa dan remaja yang notabene masih berusia sekolah, bisa melakukan hubungan seksual, yang terpenting aman untuk kesehatan dan diarahkan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Astaghfirullah.
Bila diamati kembali, undang-undang kesehatan yang ditandatangani Presiden Jokowi dalam Pasal 103 ayat (5) berisikan “Konseling sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dilaksanakan dengan memperhatikan privasi dan kerahasiaan, serta dilakukan oleh tenaga medis, tenaga kesehatan, konselor, dan/atau konselor sebaya yang mempunyai kompetensi sesuai dengan kewenangannya,” perhatikanlah betapa liberalnya hukum buatan manusia ini. Dengan tegas mengizinkan teman sebaya menjadi konselor, apakah ini tidak membuktikan betapa pemerintah berlepas diri untuk menjaga rakyatnya?
Kemudian, Pasal 107 menyatakan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi diselenggarakan melalui penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi sesuai dengan standar, aman, berkualitas, terjangkau, tidak diskriminatif, menjaga privasi, dan kesetaraan gender.
Perlu digarisbawahi bahwa kesetaraan gender merupakan tujuan kaum penganut liberal dan ini membuktikan bahwa kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja akan memperkuat liberalisasi perilaku.
Adapun ketika negara menyediakan layanan kesehatan reproduksi salah satunya dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman, membuktikan bahwa negara memang penganut paham liberal. Meskipun mengklaim kebijakan ini aman, apabila dilihat dari persoalan kesehatan, tetap akan menghantarkan kepada perzinaan yang hukumnya haram.
Sungguh sangat jelas bahwa aturan ini meneguhkan negeri ini sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Tentunya, kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat dan peradaban manusia. Lain halnya dengan Islam. Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu.
Untuk mewujudkannya negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem pendidikan dan melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media. Penerapan sistem sanksi sesuai Islam secara tegas akan mencegah perilaku liberal. Pasalnya, terbukti aturan selain Islam telah gagal melindungi rakyatnya terutama dari pergaulan bebas yang tanpa batas. [**]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis (KMM) Depok