OPINI
“Apapun instruksi penguasa untuk menghindari covid-19 dilakukan oleh rakyatnya. Memang, kepatuhan terhadap pemimpin menjadi hal penting untuk suksesnya suatu kebijakan penanganan masalah,”
Oleh : Eva Arlini, SE
SUDAH bisa ditebak, pelaksanaan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat oleh pemerintah menuai kontroversi. Tepatnya kegaduhan. Misalnya kejadian di daerah Jalan Gatot, Kecamatan Medan Petisah, Medan.
Seorang pemilik warung kopi mendadak bersikap galak. Ia menyiram petugas PPKM Darurat dengan air karena dipaksa menutup warungnya. Ia menolak melakukannya sebab kebutuhan keluarganya bergantung pada beroperasinya warung itu.
“Mereka datang dengan 3 truk kayak teroris mau menutup warungku, anak aku ada 5, sekolah, bagi raport pakai uang, semua pakai uang, kalau warung ditutup anak istriku cemana?,” ucapnya. (waspada.co.id/16/07/2021).
Kita yakin masyarakat paham bahwa saat ini negeri kita sedang menghadapi wabah penyakit menular. Masyarakat sudah pasti mau berada dalam keadaan sehat.
Ancaman covid-19 harus dihentikan, kita mengerti. Dari media kita mengetahui kalau jumlah kematian akibat Covid-19 di negeri ini telah mengungguli India dan Brazil. Indonesia memecah rekor kematian harian Covid-19 tertinggi di dunia sejumlah 1.007 jiwa.
Sebelumnya India dan Brazil berada diposisi teratas terkait jumlah kematian karena covid-19. Namun ketika penangannya melalui program PPKM yang mengusik perekonomian masyarakat, bagaimana mau diterima dengan lapang dada. Urusan perut sensitif pak. Ancaman kelaparan lebih tampak di depan mata dan lebih ditakuti oleh masyarakat.
Tak heran banyak pelanggaran PPKM yang dilakukan terutama oleh pedagang kecil di berbagai wilayah di Indonesia. Termasuk juga tukang tambal ban di Medan, Pak Rahman. Usahanya dikategorikan sebagai non esensial (kebutuhan tidak mendesak) dan harus tutup selama PPKM. Namun ia tetap bekerja 100 persen. Bukan membangkang, tapi hanya ingin menyelamatkan perut seisi rumah. Sampai-sampai ada penjual sarapan memegang poster di depan kedainya bertuliskan “Sarapannya kak. Yakinlah jika kakak beli sarapan sama kami, 3 nyawa terselamatkan”.
Selain penolakan masyarakat terhadap PPKM, sejumlah masalah juga terjadi. Diantaranya mengenai pemadaman lampu jalan yang dimulai pukul 20.00 malam. Wali Kota Medan bilang hal itu dilakukan untuk mengurangi mobilitas masyarakat keluar rumah.
Namun kebijakan ini justru membuat pengendara di jalan rentan terkena tindak kejahatan. Wali Kota berjanji akan menugaskan aparat keamanan untuk patroli. Rupanya begal tetap bisa beraksi. Dari video yang viral di media sosial, tampak pelaku begal yang beraksi di Jalan Halat, Medan diamuk warga. Meski Kapolsek setempat mengaku personilnya tidak ada mengamankan pelaku begal yang ditangkap warga disana. (https://waspada.co.id/16/07/2021).
Rencana awal PPKM akan berlangsung hingga 20 Juli 2021. Namun tidak ada jaminan hal itu pasti terjadi, mengingat saat PPKM diberlakukan angka kasus covid-19 belum menunjukkan penurunan. Kemungkinan besar PPKM darurat akan diperpanjang. Itu sama artinya masyarakat harus lebih lama lagi merasakan darurat ekonomi, ditambah harus bersitegang dengan aparat demi berupaya mengamankan sumber penghidupan mereka. Miris ya.
Kunci Agar Rakyat Patuh
Dalam video di youtube berjudul “Brunei Bebas Covid Ini Rahasianya”, seorang youtuber asal Indonesia yang sudah lama tinggal di Brunei membeberkan sejumlah alasan kenapa di Brunei selama setahun belakangan tidak ditemukan kasus covid-19.
Alasannya karena rakyatnya patuh pada aturan pemerintah. Apapun instruksi penguasa untuk menghindari covid-19 dilakukan oleh rakyatnya. Memang, kepatuhan terhadap pemimpin menjadi hal penting untuk suksesnya suatu kebijakan penanganan masalah.
Namun kepatuhan rakyat Brunei bukan tanpa sebab. Dunia tahu Brunei Darussalam merupakan negara dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Kehidupan disana sangat enak.
Pendidikan digratiskan penuh oleh pemerintah untuk semua tingkat sekolah. Biaya kesehatan juga gratis dan berkualitas. Pajak penghasilan tidak ada. Harga kebutuhan sehari-hari stabil. Kehidupan disana tenang. Rakyat sejahtera maka angka kriminal pun rendah.
Sumber ekonomi Brunei berupa minyak bumi dan gas alam dimaksimalkan untuk kepentingan rakyat. Alhasil meski raja Brunei hidup mewah, rakyat tak mempermasalahkan. Lalu kalau tiba-tiba diberlakukan sejumlah peraturan khusus penanganan wabah penyakit, diminta pakai masker, jaga jarak atau berdiam diri di rumah, tentu tak jadi masalah bagi mereka.
Selain itu sejak awal pemerintah Brunei memang tegas membatasi masuknya warga negara asing ke dalam negei. Sehingga tak sempat terjadi perluasan kasus seperti di Indonesia. Sang youtuber menolak kalau dikatakan Brunei mudah menangani covid-19 karena jumlah penduduknya sedikit.
Hal ini masuk akal. Kalau dimisalkan dengan sebuah keluarga, tak mesti memiliki anak yang sedikit baru bisa menjadi keluarga yang teratur dan sejahtera. Keluarga besar yang memiliki 11 anak seperti keluarga Gen Halilintar pun mampu menciptakan keluarga yang sukses.
Sebab ada sistem pengaturan keluarga yang dipahami dengan benar oleh kedua orang tua. Manajemen kehidupan berkeluarga dijalankan secara konsisten sehingga kesuksesan keluarga pun tercipta.
Jadi hal ini adalah soal integritas penguasa yang mampu memenuhi hak-hak rakyatnya. Terlebih yang utama adalah Sultan Brunei menjalankan pemerintahan atas dasar inspirasi hukum-hukum Islam. Bukan berarti penulis sepakat dengan sistem pemerintahan kerajaan seperti di Brunei Darussalam. Dimana kekuasaan sultan bersifat absolut. Negeri Brunei tak sepenuhnya berjalan sesuai Islam.
Dalam kitab-kitab klasik para ulama dapat kita temukan perihal sistem pemerintahan Islam. Salah satunya pada bab fikih siyasah dalam kitab fikih Islam karya ulama nusantara Sulaiman Rasjid. Dijelaskan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah khilafah.
Khilafah adalah institusi kesatuan umat Islam seluruh dunia yang beasaskan akidah Islam dan menjalankan hukum – hukum Islam. Kekuasaan tertinggi ada pada Allah swt. Khalifah tidak berkuasa secara mutlak melainkan tunduk pula pada syariah Islam. Artinya, Islam dijalankan selevel negara kecil Brunei saja sudah membawa maslahat besar, apalagi kalau umat Islam seluruh dunia menjalankannya, pasti dunia akan merasakan rahmat Islam.
Berbeda jauh dengan kehidupan kita disini yang berjalan dengan sistem demokrasi. Sekilas konsep demokrasi tampak berpihak pada rakyat, yakni rakyat bebas memilih pemimpin yang akan menjalankan aspirasi mereka.
Padahal sejatinya rakyat diarahkan untuk memilih sejumlah calon pemimpin yang dicalonkan atas dasar kekuatan uang, koneksi dan utak atik aturan. Penguasa dan pengusaha bergandengan untuk menikmati kekuasaan dan kemewahan.
Sementara kebijakan untuk mengurusi rakyat dilakukan setengah hati. Dalam kondisi pandemi saat ini, kalaupun ada sejenis bantuan sosial (bansos) untuk mengobati kekecewaan rakyat atas masalah yang ada, itupun bermasalah. Tidak mencukupi jumlahnya, pembagiannya tidak merata dan dikorupsi pejabat berwenang.
Dari sini kita tersadar bahwa sistem Islam mampu membawa kemaslahatan. Sebaliknya sistem demokrasi yang merupakan impor dari barat adalah sistem rusak dan merusak. Kita berharap pandemi covid-19 bisa terlesaikan dengan tuntas dan masalah-masalah negeri ini lainnya pun bisa teratasi. Tentunya hal ini memerlukan evaluasi sistemik, yakni mengambil sistem Islam sebagai pengganti sistem demokrasi ala barat ini. Wallahu a’lam bishawab. (*)
*Penulis Adalah Blogger di evaarlini.com