PPN Naik, Bentuk Kezaliman Penguasa

0
14
Ilustrasi/Net

OPINI | POLITIK

“Negara kapitalisme akan senantiasa menetapkan pungutan pajak kepada rakyatnya untuk membangun kestabilan perekonomian negara, pembangunan dan bisnis,”

Oleh : Widya Utami

SETELAH Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI masa jabatan 2024-2029, di gedung MPR/DPR RI, Jakarta, mereka mulai menyusun program kerja untuk masa jabatan 5 tahun ke depan. Mulai dari program makan siang bergizi gratis, memperbaiki kualitas pendidikan, pangan, proyek non quick win dan masih banyak lainnya.

Di samping banyaknya program kerja yang telah dirancang, ternyata ada sebuah kebijakan yang dibuat oleh Prabowo, menuai banyak kontra dan penolakkan di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yakni naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi sebesar 12 persen. Dan kenaikan pajak tersebut di berlakukan mulai 1 Januari 2025. Pak Prabowo pun telah mengumumkan hasil kebijakan tersebut di Gedung Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat.

Menurutnya, pemerintah telah berkoordinasi dengan DPR RI memutuskan kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah. Untuk barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat banyak yang tetap diberikan pembebasan PPN, yaitu tarif nol persen. Antara lain, kebutuhan pokok, beras, daging, ikan, telor, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum (kompas.com, 31/12/2024).

Namun kenyataannya, PPN 12% tidak hanya berlaku pada barang barang mewah saja. Seperti kebutuhan pokok lainnya juga ikut terkena imbasnya. Sebagaimana yang dikutip CNN Indonesia, (13/11/2024), barang-barang yang dimaksud tidak dikenai PPN 12% seperti, beras yang masih berkulit, jagung yang belum maupun yang sudah dikupas, telur yang tidak diolah, ubi ubian dan barang-barang lainnya yang terdaftar dalam PMK 116/2017.

Naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sudah ditetapkan pemerintah, sejatinya menunjukkan meningkatnya pungutan atas rakyat. Hal ini lumrah dalam sistem kapitalis, karena pajak adalah sumber terbesar pendapatan negara. Besarnya pungutan pajak atas rakyat sejatinya adalah bentuk kezaliman penguasa dan membuktikan bahwa negara tidak berperan sebagai pengurus rakyat dan penjamin kesejahteraan rakyat. Justru negara kapitalis memeras rakyatnya sendiri.

Negara kapitalisme akan senantiasa menetapkan pungutan pajak kepada rakyatnya untuk membangun kestabilan perekonomian negara, pembangunan dan bisnis. Maka tak heran, jika berbagai sektor barang maupun jasa akan dikenai beban pajak dalam sistem ekonomi kapitalis.

Padahal, Islam melarang adanya pungutan pajak, kecuali kebutuhan rakyatnya sudah sangat mendesak ketika harta di baitul maal kosong. Pajak (dharibah) dalam Islam merupakan sumber pemasukan tidak tetap negara. Dan ini pun hanya diberlakukan pada kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta dan sifatnya juga kontemporer.

Sebagaimana yang dijelaskan Syaikh Abdul Qadim Zallum, dharibah itu sebagai harta yang diwajibkan Allah SWT, pada kaum Muslim untuk membiayai kebutuhan dan pos yang diwajibkan kepada mereka dalam kondisi ketika tidak ada harta dalam baitul maal untuk membiayai kebutuhan rakyatnya.

Jelas sekali, kedudukan dharibah dalam sistem ekonomi Islam sangat jauh berbeda dengan pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme. Islam tidak membebani rakyatnya dalam pembangunan ekonomi negara.

Dalam sistem Islam, ada banyak sumber penerimaan negara, dengan jumlah yang besar. Sistem keuangan negara dalam Islam berbasis baitul maal. Baitul maal memiliki tiga pos sumber pemasukan. Pertama, pos kepemilikan negara yang bersumber dari harta fa’i dan kharaj yang meliputi ghanimah, anfal, fai’, khunus, kharaj, status tanah dan jizyah. Semua sumber pertama tersebut, merupakan sumber pemasukan tetap negara.

Kedua, pos kepemilikan umum yang bersumber dari harta pengelolaan SDA. Seperti minyak, gas bumi, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, serta aset aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus (akan dibuatkan tempat khusus, agar tidak bercampur dengan harta lainnya).

Ketiga, pos zakat yang bersumber dari zakat fitrah atau zakat maal dari kaum Muslimin. Seperti zakat uang dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat unta, sapi dan kambing. Selain itu, di pos ini menampung harta sedekah, infaq, wakaf kaum Muslimin. Untuk pos zakat, juga akan dibuat tempat khusus agar tidak bercampur dengan harta lainnya.

Dari ketiga pos sumber pemasukan negara, akan menjadikan negara kaya raya dan seluruhnya akan dialokasikan oleh Khalifah untuk membiayai kebutuhan rakyat dan negaranya serta untuk kemaslahatan umat. Namun, konsep baitul maal hanya bisa terwujud tatkala adanya Negara Islam yakni Khilafah, yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Karena hanya Daulah Khilafahlah yang mampu menerapkan sistem ekonomi sesuai dengan aturan Islam, yang memberikan keberkahan dan kesejahteraan untuk rakyat dan negaranya. [**]

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah