OPINI
“Negara memberikan sanksi yang memberikan efek jerah dan penebus dosa sehingga tidak akan berani bahkan takut untuk melakukan tindakan kemaksiatan,”
Oleh : Sutiani, A.Md
LAGI-lagi viral pemberitaan tindakan pelecehan seksual hingga terjadi pembunuhan di beberapa wilayah di Indonesia seperti yang terjadi di bawah ini.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur.
Dia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban. “Kami mengutuk keras kekerasan yang diduga menimpa DCN. Dari awal kejadian, kami sudah ada pendampingan di sana, ada psikolog,” ujar Arifah kepada wartawan. (Nasional.kompas.com, 17/11/2024)
Polres Aceh Utara menangkap tiga pelaku pemerkosan dan pelecehan seksual terhadap A (14) warga Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Senin (11/11/2024). Kasus itu terungkap setelah ibu korban melaporkan ketiga pelaku ke Mapolres Aceh Utara. Ketiga tersangka MF (23), MS (17), dan NM (15). (Kompas.com, 17/11/2024)
MJA (40), petani di Kabupaten Ende, NTT, ditangkap polisi atas dugaan kasus pemerkosaan terhadap seorang anak di bawah umur berinisial Z (16). Kasat Reskrim Polres Ende Iptu I Gusti Made Andre Putra Sidarta mengatakan, penangkapan pelaku berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/04/IX/2024/SPKT/POLRES ENDE/ POLDA NTT, tanggal 28 September 2024. (Regional.kompas.com, 16/11/2024)
Yang dikhawatirkan tidak hanya anak perempuan akan tetapi anak laki-laki pun bisa menjadi korban pelecehan seksual. Sebanyak 171 kasus dalam 11 bulan terakhir terjadi di Jawa Barat, untuk itu dari kejadian ini semakin tidak memberikan rasa aman pada anak-anak.
Adapun peran keluarga menjadi wadah pertama untuk tumbuh dan berkembang, masyarakat menjadi tempat bersosialisasi dan negara yang semestinya menjadi tameng sebagi bentuk perlindungan terhadap anak akan tetapi mustahil jika masih menerapkan sistem kehidupan yang merusak.
Salah satu tanda sistem kehidupan yang rusak adalah manusia tidak menggunakan akal dan naluri seksualnya sesuai dengan aturan sang pencipta. Secara fitrahnya manusia Allah ciptakan memiliki naluri seksual sekaligus Allah berikan akal manusia untuk berpikir bagaimana cara memenuhi naluri tersebut sesuai syariat Nya.
Tapi apalah daya sistem kehidupan yang diterapakan di negeri ini adalah akidah sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga mengutamakan hawa nafsu yang akhirnya mengatasnamakan hak kebebasan manusia.
Ditambah sikap individualis masyarakat tidak terjadi amar ma’ruf nahi mungkar, keadaan seperti predator anak akan semakin menyala dari pelecehan seksual sampai pada pembunuhan. Faktor perilaku tersebut terjadi karena media saat ini membuat konten-konten porno, judol, pinjal, khamar (miras) dan sejenis lainnya yang merusak akal maka apapun yang merusak akal akan menghasilkan kemaksiatan-kemaksiatan yang baru.
Negara sekuler tidak peduli akan karakter moral malah sistem sekularisme membiarkan faktor pemicu predator anak itu semakin merebak alhasil ini menjadi bentuk nyata negara gagal melindungi anak dari segala predator pelecehan seksual hingga pembunuhan dari sistem pendidikan sekuler dan sanksi pelaku yang tidak memberikan efek jerah. Wajar saja jika negara masih menganut pemahaman sekuler maka anak-anak tidak akan pernah aman dari predator anak.
Benarlah ini merupakan kerusakan, kebobrokan dan petaka penerapan sekularisme yang lebih fatal adalah mengesampingkan fitrah manusia sebagai status hamba Allah untuk taat kepada aturan Nya maka harusnya umat harus sadar sejak dahulu buah penerapan tersebut jelas sangat membahayakan. Allah Swt bukan hanya sekedar Sang Khalik (Pencipta) namun juga sebagai Sang Mudabbir (Pengatur) dalam sistem Pemerintah Islam berwujud negara Khilafah. Islam mengajarkan pada umatnya segala aktivitas kehidupan harus berlandaskan pada hukum syara yaitu Al Qur’an dan As Sunnah. Semua perkara wajib terikat pada hukum Allah termasuk peran negara.
“Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Khilafah hadir akan mengurus dan melindungi serta peduli terhadap kondisi anak-anak sehingga tidak akan mungkin terjadi perilaku kemaksiatan seperti predator anak karena anak adalah aset negara yang harus dijaga maka peran Khilafah akan dipastikan mendapatkan lingkungan yang sehat dan menjamin keselamatan generasi dari berbagai kekerasan dan ancaman keselamatan.
Solusi dari mekanisme tersebut yang pertama adalah ketakwaan individu, masyarakat dibentuk setaat mungkin mampu memilah milih segala perbuatan yang baik dan buruk, memahami segala aktivitas kita diawasi oleh Allah dan segala perbuatan akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Maka tidak ada yang berani seorang pun untuk melakukan tindakan kemaksiatan.
Kedua peran keluarga, ayah sebagai Qowwam (Pemimpin) akan membimbing keluarganya kejalan yang benar dan tugas ibu sebagai Madrasatul Ula pendidik bagi anaknya. Jika fungsi keluarga ini sesuai dengan aturan Islam maka ini menjadi salah satu bentuk perlindungan.
Kemudian kontrol masyarakat adanya bentuk kepedulian umat melalui amar ma’ruf nahi mungkar saling menasehati masyarakat jika melihat tindakan yang mengarah pada kemaksiatan. Terakhir peran negara dalam menindak tegas terhadap pelaku yang melakukan tindakan kejam tersebut. Negara memberikan sanksi yang memberikan efek jerah dan penebus dosa sehingga tidak akan berani bahkan takut untuk melakukan tindakan kemaksiatan.
Allah swt telah menurunkan sistem islam sebagai kebaikan dan keberkahan bagi seluruh alam semesta. Wallahualam Bishawwab. (**)
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah