“Produksi BBM bioetanol dengan harga yang mahal untuk kepentingan rakyat, benarkah? Apakah BBM Bioetanol mampu mengatasi kebutuhan energi rakyat secara berkelanjutan dan tidak mangkrak dikemudian hari?,”
Oleh: Aktif Suhartini, S.Pd.I
DIREKTUR Utama Pertamina Nicke Widyawati mengungkapkan akhir Juli 2023 akan meluncurkan produk baru bernama bioetanol, yaitu BBM baru milik Pertamina Persero yang terus menjadi pembicaraan hangat semua kalangan.
Alasan pemerintah menggunakan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.
Kementerian ESDM pun telah mengkonsolidasikan beberapa produsen etanol yang tergabung dalam Asosiasi Penyalur Spiritus dan Ethanol Indonesia (Apsendo) menyusul rencana Pertamina untuk mengedarkan BBM jenis baru dari campuran Pertamax dengan bahan bakar nabati bioethanol ini.
Langkah tersebut ditujukan untuk menjamin kepastian produksi BBM bioetanol tidak mengganggu suplai tetes tebu untuk industri pangan, khususnya gula.
Menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana, mengatakan bahwa saat ini terdapat sebelas badan usaha bahan bakar nabati atau BU BBN penghasil etanol yang tergabung dalam Apsendo. PT Pertamina (Persero) menyatakan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis baru, yakni bioetanol kemungkinan lebih mahal dari pertamax karena Research Octane Number (RON) bioetanol lebih tinggi.
Walaupun produksi bioetanol diklaim mengurangi impor dan lebih ramah lingkungan, tapi jika mengingat proyek masa lalu bioetanol dengan sumber biji jarak yang mangkrak, maka program ini apakah akan lanjut, mengingat harganya lebih mahal dari Pertamax? Produksi BBM bioetanol dengan harga yang mahal untuk kepentingan rakyat, benarkah? Apakah BBM Bioetanol mampu mengatasi kebutuhan energi rakyat secara berkelanjutan dan tidak mangkrak dikemudian hari?
Dengan permasalahan yang ada sudah seharusnya negara turun tangan dalam menyelesaikannya. Tapi sayangnya sistem kapitalisme telah membuat negara menjadi tidak berfungsi sebagaimana harusnya.
Negara tidak mampu memberikan jaminan sebagai penyedia utama kenyamanan, perlindungan dan keamanan bagi setiap warganya. Negara malah menambah beban rakyat makin sulit karena harga BBM bioetanol yang mahal.
Sungguh sangat berbeda dalam sistem Islam, pemimpin yang hadir adalah pemimpin amanah yang menjalankan pemerintahan semata-mata untuk mendapatkan ridha Allah SWT, bukan materi.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang manusia yang diamanati Allah untuk mengurusi urusan rakyat lalu mati dalam keadaan ia menipu rakyatnya melainkan Allah mengharamkan surga baginya” (HR Bukhari).
Sementara dalam sistem demokrasi kapitalisme proyek untuk memenuhi kebutuhan rakyat seakan menjadi lahan basah bagi pejabat yang ingin memperkaya diri.
Banyak pejabat yang harta kekayaannya meningkat nyata adanya, bukan ilusi layaknya kesejahteraan yang diimpikan rakyat. Pasalnya, Islam mewajibkan negara membuat kebijakan yang memudahkan hidup rakyatnya, karena negara adalah sebagai pelindung rakyatnya.
Demikian pula negara akan menjalani perencanaan matang yang melibatkan para ahli agar membawa manfaat bagi rakyat dan aman untuk lingkungan. Yakinlah di bawah kepemimpinan Islam kehidupan kita akan berkah dan rezeki akan mengalir deras dengan mengelola sumber daya alam yang disediakan Allah SWT memakai sistem Islam sesuai dengan firman-Nya, “Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan,” (TQS Al-Mulk [67]: 15).
Dalam sistem Islam, SDA harus dikelola oleh negara dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Ditambah pula SDA ini tidak akan diserahkan kepada swasta atau asing yang berpotensi besar menimbulkan ekploitasi besar-besaran tanpa diimbangi perbaikan lingkungan.
Maka, dengan pengelolaan SDA yang baik akan mampu memakmurkan dan menyejahterakan rakyat. Bukan seperti sekarang, Indonesia kaya SDA namun rakyatnya mayoritas miskin. Hasil kekayaan SDA hanya dinikmati segelintir kaum kapital, sedang rakyat kecil hanya mendapat dampak buruk rusaknya lingkungan.
Oleh karenanya, negara harus menerapkan aturan yang bersumber dari Sang Maha Pencipta manusia, Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT, “Putuskanlah hukum di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu,” (TQS al-Maidah [5]: 48). [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok