OPINI | POLITIK
“Program KEK menyebabkan lahan pertanian rakyat sebagai sumber penghasilan hilang. Bahkan, dengan teganya mengusir rakyatnya sendiri dari tanah yang didiaminya sejak lahir dan memberikan tanah itu untuk kepentingan investor,”
Oleh : Aktif Suhartini, S.Pd.I.,
PEMERINTAH, melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dengan program Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berharap penuh agar bisa meningkatkan investasi dan lapangan kerja untuk rakyat karena perannya dinilai cukup vital bagi perekonomian Indonesia.
KEK sendiri merupakan salah satu program nasional yang diharapkan memberi dampak ekonomi di berbagai bidang, mulai dari serapan tenaga kerja, pemberdayaan masyarakat sekitar, pemberdayaan UMKM, peningkatan aktivitas ekonomi, peningkatan PDRB daerah dari aktivitas usaha di KEK, hingga terbentuknya pusat-pusat perekonomian baru di suatu wilayah.
Dalam pengembangannya, UMKM dinilai tidak bisa hanya dilakukan secara konvensional, melainkan UMKM harus memanfaatkan digitalisasi sebagai wujud turut serta dalam perkembangan zaman. UMKM yang terdigitalisasi perlu didukung oleh KEK.
Di Indonesia hingga akhir 2023 tercatat memiliki 20 KEK. Dari 20 KEK ini, 10 KEK fokus di pariwisata dan 10 sisanya di manufaktur. Seperti di Bali, KEK Sanur ditargetkan menjadi pusat pariwisata medis taraf internasional, sebagai Destinasi Wisata Kesehatan Internasional.
Pusat wisata kesehatan di Bali ini akan tersedia RS Bali Internasional yang dibangun oleh IHC Holding BUMN. Rumah sakit tersebut akan dikelilingi sekitar 8 klinik, mencakup klinik estetik, klinik operasi plastik (plastic surgery), stem cell, klinik fertilitas (fertility) hingga geriatri. KEK Sanur juga akan menghadirkan hotel dan convention center. Para investor juga telah mengirimkan proposal untuk berinvestasi ke KEK Kesehatan tersebut.
Namun, program KEK menyebabkan lahan pertanian rakyat sebagai sumber penghasilan hilang. Bahkan, dengan teganya mengusir rakyatnya sendiri dari tanah yang didiaminya sejak lahir dan memberikan tanah itu untuk kepentingan investor.
Ditambah pula kemungkinan besar rumah sakit, ahli medis dan karyawan dalam negeri terancam kehilangan pekerjaannya karena program ini lebih memfasilitasi kebutuhan investor asing yang menanamkan modalnya untuk rumah sakit berskala Internasional.
Keberadaan investor asing memberikan bahaya tersendiri. Investor asing akan menguasai semua bidang usaha, dan pribumi yang hanya memiliki modal lebih kecil akan tergerus dan lenyap usahanya digantikan usaha asing yang memiliki modal yang lebih besar.
Ditinjau dari peluang tenaga kerja sudah otomatis mereka memakai tenaga kerja asing dan ini merugikan kesempatan peluang kerja untuk pribumi. Tampak jelas investor asing akan menjadi raja dan pribumi hanya akan menjadi kacung di negerinya sendiri. Walaupun pejuang KEK mengatakan perlu ada sinergi, kesungguhan, dan kerja sama serta fokus.
Seperti yang dikatakan Duta Besar RI untuk Singapura Suryo Pratomo, KEK menjadi kesempatan yang paling tepat untuk menggali informasi tentang peluang investasi dalam proyek yang sedang berjalan di KEK khususnya pariwisata dan manufaktur.
Informasi yang didapatkan akan menjadi referensi mengundang investor dari berbagai negara untuk menanamkan modalnya di KEK. Suryo menegaskan agar seluruh stakeholders saling berkolaborasi agar dapat bersaing dengan negara lain. Yang menjadi pertanyaannya, kepentingan siapakah program KEK? Jika dilihat dari tujuannya, KEK hanya akan menyejahterakan pemilik modal, dan rakyat tetap hidup menderita, padahal, pembangunan sejatinya ditujukan untuk kemaslahatan rakyat dan bukan untuk para pemilik modal.
Nah, Bagaimana Islam mengatur bidang perekonomian? Dalam Islam, perekonomian bertujuan memberikan jaminan bagi kesejahteraan pada setiap individu rakyatnya. Islam mewajibkan negara mengelola pembangunan secara mandiri dengan dana dari berbagai sumber pemasukan negara. Sehingga seluruh kebutuhan rakyat bisa terpenuhi dan tercukupi. [*]
*Penulis Adalah Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok