Program Pendidikan Para Capres 2024, Realistis atau Pencitraan?

0
11
Agusto Sulistio/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Hal ini penting diperhatikan mengingat pendidikan menentukan tujuan berbangsa bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,”

Oleh : Agusto Sulistio

DEBAT Capres-Cawapres sesi pertama telah berlangsung pada Selasa malam 12/12/2023, dihalaman KPU Jakarta Pusat. Penampilan ketiga kandidat, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dalam perhelatan politik nasional tersebut berjalan cukup panas dengan masing-masing calon presiden melempar sindir saat adu pendapat.

Penulis menyoroti janji para capres di sektor pendidikan, apakah janji mereka realistis atau hanya sekedar mencari dukungan suara pemilih. Hal ini penting diperhatikan mengingat pendidikan menentukan tujuan berbangsa bernegara dalam mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Capres nomor urut 1, Anies – Cak Imin, janjikan gratiskan sekolah negeri dan swasta
Merujuk pada visi misi Anies-Cak Imin, untuk sektor pendidikan mereka akan mengusung ide akses pendidikan berkeadilan yang akan menjalankan program bagi anak-anak sekolah dasar, institusi pendidikan berbasis agama, dan kesejahetaraan guru atau pendidik.

Salah satu janji Anies Cak Imin jika terpilih nanti adalah menggratiskan layanan pendidikan secara penuh mulai dari kelas 1 sampai kelas 9, baik untuk sekolah negeri maupun swasta.

Untuk melaksanakan program yang dijanjikan Anies dan Cak Imin, dari info resmi yang disampaikan kubu AMIN (Anies Cak Imin) dibutuhkan anggaran sebesar Rp350 triliun per tahun.

Diharapkan dengan sekolah gratis ini tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena terganjal biaya atau pungutan.Data Kemendikbudristek terdapat 75.303 anak putus sekolah pada 2021, di tingkat sekolah dasar (SD) merupakan yang tertingi 38.719 orang, dan di tingkat SMP mencapai 15.042 orang.

Capres nomor urut 2, Prabowo Gibran janjikan makan siang gratis untuk siswa SD-SMA
Dari visi dan misi Prabowo – Gibran, untuk sektor pendidikan akan membangun sekolah unggul di tiap kabupaten dan merenovasi sekolah. Kemudian menaikkan gaji ASN guru dan dosen, serta penguatan pendidikan sains dan teknologi.

Janji Prabowo dan Gibran yang menarik perhatian publik adalah pemberian makan siang dan susu gratis kepada anak-anak SD, SMP, dan SMA, yang jumlahnya mencapai sekitar 44 juta anak. Belum lagi ditambah anak balita 30 juta, di pesantren lima juta, ibu hamil tiga juta, sehingga total menjadi 82,9 juta jiwa.

Untuk melaksanakan program yang dijanjikan Prabowo Gibran, dari info resmi yang disampaikan dibutuhkan anggaran sebesar Rp300 triliun per tahun.

Gagasan makan siang dan susu gratis ini ditujukan agar anak-anak tidak kekurangan gizi, menurut sumber tim sukses Prabowo Gibran diperbagai media anak-anak nantinya bisa belajar dengan tenang sebab kondisi gizi dan perut yang sudah tercukupi.

Capres nomor urut 3, Ganjar – Mahfud, janjikan satu keluarga miskin, satu sarjana.
Merujuk pada visi misi Ganjar dan Mahfud, keduanya menawarkan setidaknya empat program di bidang pendidikan, yaitu menggratiskan wajib belajar 12 tahun, meningkatkan pendapatan guru dan dosen melalui penyempurnaan sertifikasi, dan yang menjadi andalan yakni “memastikan setiap keluarga miskin menyekolahkan minimal satu orang anaknya hingga sarjana” untuk mengentaskan kemiskinan.

Program Ganjar Mahfud didasari oleh data Ditjen Dikti Kemendikbudristek menunjukkan lulusan pendidikan tinggi mencapai 1,37 juta pada 2020, sementara jumlah keluarga di Indonesia sekitar 68,5 juta.

Menurut sumber resmi timses Ganjar Mahfud yang dipublis di berbagai media, program tersebut penting karena bisa menopang anggota keluarganya yang lain. Melalui program ini diharapkan para sarjana bisa menjadi sumber daya manusia yang unggul dan dapat kembali ke desa dan membangun desanya.

Janji ketiga Capres Luar Biasa Tapi Seperti Mimpi
Berlandaskan berbagai pandangan pakar pendidikan di media sosial, penulis menilai bahwa janji ketiga pasangan calon capres dan cawapres soal pendidikan layaknya iklan yang mengada-ada. Kebijakan dalam pendidikan semestinya berkelanjutan dan sebaiknya melanjutkan apa yang telah dijalankan sebelumnya sehingga bisa mengisi sektor pendidikan yang belum dilakukan. Sehingga perencanaan dan pelaksanaan program pendidikan tidak menyimpang dan melompat jauh dari rencana pendidikan sebelumnya. Sebab jika menyimpang dari rencana awal maka akan berakibat terganggunya rencana program yang sudah dibuat dan berjalan.

Janji kampanye para capres soal pendidikan pada putaran 1, sangat menarik, sebab isi janjinya memenuhi harapan mayoritas rakyat. Hal ini disebabkan oleh target kandidat dalam debat capres salah satunya adalah mencari simpati dan dukungan pemilih, meskipun kadang janji tersebut tidak dapat terealisasi. Akibat itu pemilih tak percaya terhadap para capres dan pelaksanaan pilpres yang membosankan karena tidak menyentuh persoalan substansi yang dirasakan oleh rakyat ditengah sulitnya ekonomi, dll.

Realitas Janji Kampanye Capres
Panggung debat capres yang diwarnai oleh saling sindir dan menjatuhkan satu sama lain dan tidak signifikan oleh adu argumen konsep dan gagasan maka akan cenderung mengedepankan egois, merasa paling mampu dengan menyampaikan rangkaian kata-kata manis dengan janji-janji menarik.

Di banyak negara demokrasi bahwa debat capres menjelang pemilihan presiden merupakan hal yang lazim dan merupakan bagian dari demokrasi.

Terlepas janji kampanye kemudian dapat terwujud atau tidak, hal ini dijadikan upaya kandidat untuk meraih dukungan dengan berbagai caranya dalam menyampaikan visi misinya.

Namun seiring dengan kemajuan manusia demokrasi kerap disalah gunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, konsepnya demokrasi namun prakteknya sebaliknya.

Namun realitas politik menunjukkan bahwa terwujudnya janji kampanye sangat tergantung pada dukungan partai di parlemen.

Janji kampanye sulit terwujud tanpa dukungan partai di parlemen. Jika partai koalisi tidak memiliki mayoritas, implementasi program presiden bisa terhambat.

Kehadiran oposisi yang kuat dan memiliki mayoritas dapat menghambat langkah-langkah presiden. Persetujuan dari berbagai pihak menjadi kunci keberhasilan.

Sulitnya mewujudkan janji kampanye dapat menyebabkan kekecewaan pemilih yang mengharapkan perubahan. Ini dapat mempengaruhi legitimasi pemerintahan, khususnya presiden terpilih.

Kondisi tersebut banyak terjadi di negara demokrasi, bahwa kenyataannya dari kegagalan mewujudkan janji kampanye mayoritas disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan persaingan yang ketat antarpartai di parlemen.

Kondisi politik yang dinamis seperti ini dapat memperlambat atau menghambat proses legislasi yang diperlukan untuk mewujudkan janji kampanye.

Dengan demikian, sementara janji kampanye memiliki tujuan untuk menarik dukungan pemilih, implementasinya sangat dipengaruhi oleh realitas politik di parlemen, dan pemahaman ini penting untuk diakui oleh pemilih agar ekspektasi realistis dapat dibentuk.

Capres Tak Hanya Pandai Bicara Tapi Mampu Merangkul Perbedaan
Stabilitas politik menjadi faktor krusial. Jika parlemen bersifat kooperatif dan terdapat stabilitas politik, implementasi program presiden cenderung lebih lancar.

Kemampuan presiden untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan parlemen menjadi penting dan strategis. Kemampuan ini dapat memastikan bahwa janji kampanye mendapat dukungan yang diperlukan.

Kata kuncinya bahwa suksesan janji kampanye capres sangat tergantung pada dinamika politik, dukungan partai, dan kemampuan calon presiden untuk membangun konsensus di antara para pemangku kepentingan politik. Jadi bukan kemampuan kandidat merangkai kata-kata indah dalam menyampaikan visi misi dan perdebatan yang argumentatif sehat dan terukur. Kalibata, Jakarta Selatan, 15/12/2013, 14.36 Wib. (*)

*Penulis Adalah Pendiri The Activist Cyber, Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR era 90-an.