“Di dalam sistem kapitalisme-sekuler profesi ini justru mendapat perlindungan. Bahkan “pelacuran” acapkali dijadikan jasa untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti menyuap pejabat, menjebak lawan politik, gratifikasi dan lain sebagainya,”
Oleh : Siti Masliha, S.Pd
Jakarta | Lapan6Online : Ironi, di tengah pandemi corona yang terjadi masih dijumpai manusia yang melanggar aturan dengan perbuatan maksiat seperti sex bebas, pencurian, KDRT, prostitusi dan kemaksiatan lainnya.
Sejatinya pandemi ini menyadarkan kita sebagai manusia untuk merenung bahwa sebagai makhluk ciptaanNya, kita sangat lemah tak berdaya oleh virus sekecil corona.
Betapa dasyatnya makhluk ciptaan Allah yang bernama corona yang tak kasat mata mampu memporakporandakan dunia. Manusia sejagad merana bahkan mati oleh oleh serangannya.
Namun dalam dan dengan kondisi lemah tiada daya itu manusia tetap pongah dan terus berbuat dosa.
Masih terngiang di telinga kita beberapa tahun lalu seorang artis yang terjerat kasus prostitusi. Hal ini seolah tidak membuat jera dan terulang kembali. Lagi-lagi artis terjerat dalam kubangan prostitusi.
Artis FTV berinisial HH diamankan terkait dugaan prostitusi di Medan. Saat diamankan, Hana disebut sedang bersama seorang pria berinisial A di dalam salah satu hotel.
Polisi mengatakan Hana diamankan dari salah satu hotel berbintang di kawasan Medan Barat sekitar pukul 23.30 WIB, Minggu (12/7/2020).
Hana, kata polisi, mengaku baru tiba di Medan pada pagi harinya.
Kapolrestabes Medan Kombes Riko Sunarko, Senin (13/7/2020) seperti dilansir detiknews, Selasa (14/7/2020) mengatakan, saat tiba di bandara, Hana dijemput seorang pria berinisial kemudian dibawa ke hotel untuk bertemu dengan A, yang telah memesan Hana. Riko menyebut Hana datang ke Medan untuk ‘melayani tamu’.
Ini adalah sekelumit dari sekian banyak kisah prostitusi yang ada di negeri ini. Miris, negeri mayoritas muslim namun masih subur dengan pekerjaan yang sangat dilaknat Allah.
Pemerintah dalam hal ini seolah tutup mata dan. telinga terhadap kasus ini. Berapa kali penggrebekan tempat “esek-esek” namun kasus ini muncul kembali.
Tidak ada aturan yang tegas dari pemerintah membuat kasus ini sulit diberantas hingga tuntas. Pembahasan aturan tentang prostitusi sangatlah lama dan alot.
Hal ini mengakibatkan prostitusi menjadi bisnis subur di negeri ini. Selain itu politik uang “bermain” dalam bisnis ini sebagai pelicin agar bisnis tetap berjalan.
Pembinaan kepada para wanita malam sering dilakukan namun l tidak dapat memutus mata rantai prostitusi. Yang terjadi tempat prostitusi beroperasi kembali.
Selain itu prostitusi dianggap bisnis yang menggiurkan dan sebagai cara instan mendapatkan keuntungan dalam waktu sekejap. Meskipun haram namun bisnis ini menjadi incaran banyak orang.
Inilah cara pandang kapitalisme bagaimana mendapatkan keuntungan. Halal dan haram menjadi nomor sekian yang penting demi mendapat keuntungan besar.
Dalam kapitalisme uanglah yang didewakan bukan aturan Tuhan. Bisnis harampun menjadi halal karena mendatangkan keuntungan. Beginilah kondisi negeri yang tidak pernah memikirkan akibat prostitusi jangka panjang dan yang dipikirkan hanya keuntungan dan keuntungan. Penyakit masyarakat akibat prostitusi ini akhirnya semakin menggejala di masyarakat.
Selain itu dalam kapitalisme juga mengesampingkan peran Tuhan. Jelas Allah melaknat perbuatan zina. Namun hal ini menjadi sesuatu hal yang biasa.
Sekulerisme atau pemisahan agama dari kehidupan telah menjadi gaya hidup di negara kita.
Aturan Tuhan hanya mengatur masalah individu saja, namun aturan bernegara menggunakan aturan manusia. Dari sini timbullah masalah-masalah di masyarakat, mulai dari HIV/AIDS, aborsi dan lain sebagainya.
Butuh upaya yang tergas dari penguasa untuk memutus mata rantai prostitusi di negeri ini. Berharap pada Kapitalisme-sekuler untuk menuntaskan prostitusi hanya umpian belaka. Saat ini butuh aturan dari yang Mahakuasa agar pemberantasan prostitusi segera sirna.
Dalam pandangan Islam pelacur (pekerja seks komersial) adalah profesi hina pelakunya layak mendapatkan sanksi yang berat baik di dunia dan akhirat.
Pasalnya pelacuran apapun bentuk dan macamnya adalah termasuk zina.
Jika pelakunya melakukan hubungan lawan jenis (laki-laki dan perempuan).
Adapun jika pelakunya melakukan hubungan sejenis maka perbuatannya termasuk liwath (homoseksual atau lesbian).
Dua perbuatan ini zina dan liwath adalah perbuatan haram dan termasuk dosa besar.
Namun di dalam sistem kapitalisme-sekuler profesi ini justru mendapat perlindungan. Bahkan “pelacuran” acapkali dijadikan jasa untuk tujuan-tujuan tertentu, seperti menyuap pejabat, menjebak lawan politik, gratifikasi dan lain sebagainya.
Bahkan jasa hina ini secara khusus di sediakan di tempat tertentu. Hingga pada taraf tertentu, profesi ini dianggap “mulia”, lumrah dan wajar. Padahal profesi ini jelas-jelas termasuk profesi terkutuk dan terhina.
Larangan berzina telah jelas disebutkan di dalam al quran. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS. al Israa: 32).
Adapun dalam hadits banyak riwayat yang menuturkan ancaman yang amat keras bagi pelaku zina. “Barangsiapa berzina atau minum khamer niscaya Allah akan mencabut keimanan darinya sebagaimana manusia mencabut gamis dari kepalanya” (HR. imam al hakim)
Adapun sanksi di dunia bagi pelaku zina ghoiru muhshon (pelakunya belum pernah menikah) dijatuhi sanksi jilid (cambuk) 100 kali. Sedangkan pezina muhshon (pelakunya sudah pernah menikah) dikenai sanksi rajam (dilempar batu hingga mati).
Jelas profesi melacurkan diri baik yang bergelar pelacur kelas teri atau kelas kakap adalah profesi hina dan keji. Pelakunya telah terjatuh pada dosa besar. Dia berhak mendapatkan hukuman yang berat di dunia dan akhirat. GF/RIN
*Penulis Adalah Aktivis Muslimah/peduli generasi