QATAR, PIALA DUNIA DAN INFLUENCER?

0
10

OPINI

“Qatar juga melarang alkohol dan simbol L687 di stadion. Sontak banyak pujian dialamatkan pada pemerintah Qatar yang dianggap menyampaikan syiar Islam dengan cara ramah hingga tampak kerahmatannya,”

Oleh : Dina Aprilya

PUTARAN final yang dimulai pada November akan menjadi ajang Piala Dunia pertama kalinya diselenggarakan di Timur Tengah pada 20 November 2022 dan yang pertama sepanjang tahun ini. Momen ini menjadi ajang istimewa khususnya bagi masyarakat muslim karena yang bertindak sebagai tuan rumah adalah Qatar (kompas.com, 01/11/22).

Ketika Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, masyarakat mengeklaim melihat indahnya dakwah Islam yang dilakukan negara. Berdasarkan informasi yang beredar, Qatar membagikan souvenir dalam sebuah tas yang di dalamnya berisi sajadah, parfum, jersey, duplikat piala, dan booklet pengenalan Islam dengan 10 bahasa.

Bahkan, menjelang Piala Dunia 2022 berkat dakwah yang dilakukan oleh para pegiat dakwah di Qatar, dikabarkan ada 558 orang yang memutuskan menjadi mualaf. Qatar juga melarang alkohol dan simbol L687 di stadion. Sontak banyak pujian dialamatkan pada pemerintah Qatar yang dianggap menyampaikan syiar Islam dengan cara ramah hingga tampak kerahmatannya.

Namun, ada pihak-pihak yang mengkritik akan hal itu. Bahkan ada sosok influencer muslim Gita Savitri yang angkat bicara dan tidak setuju dengan aturan yang diterapkan oleh Qatar, menganggap FIFA korupsi dan mengidap Qatar homophobic dengan menggunakan dalih ini adalah budaya kami (viva.co.id, 28/11/22).

Merespons pendapat influencer tersebut, alhasil kita bisa melihat bahwa didalam sitem sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan memang nyata. Pemuda-pemudi muslim yang seharusnya menjadi penerus estafet dakwah dan peradaban Islam. Namun sayang sekali, nilai-nilai liberal sekuler telah merusak mereka. Kapitalisme telah membajak dan mendangkalkan potensi mereka.

Deklarasi Hak Asasi Manusia menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan, kemerdekaan, dan kehidupannya. Hak asasi manusia semata-mata bersifat antroposentris, yaitu segala sesuatu berpusat pada manusia. Artinya, tolok ukur kebenaran dinilai berdasarkan pandangan manusia. Ide kebebasan yang digagas Barat pada akhirnya bablas. Ide ini secara masif menyerang hukum-hukum Islam dan menstigmanya sebagai pengekangan terhadap manusia.

Barat memahami bahwa bangkit dan hancurnya peradaban manusia terletak pada pemuda. Untuk itulah mereka merusak pemuda muslim dengan ide HAM, kesetaraan gender, dan sekularisme agar tidak lahir generasi pemimpin peradaban. Yang tersisa hanyalah generasi sampah peradaban yang gemar maksiat dan bergaya hidup hedonis dan liberal. Oleh karena itu, penting bagi pemuda muslim memahami bahwa HAM hanyalah kamuflase dan alat propaganda Barat untuk menjauhkan para pemuda dari gambaran Islam.

Kampanye HAM harus dilawan. Satu-satunya jalan untuk melawan kampanye sesat ini adalah mendakwahkan Islam kafah, memahamkannya ke tengah-tengah umat, dan memperjuangkan penerapan sistem Islam kafah yang akan melindungi pemuda dari kerusakan ide Barat. Islam tidak mengenal HAM. Dalam Islam, tidak ada kebebasan mutlak. Standar benar dan salah dalam Islam adalah menurut pandangan Allah Swt., bukan manusia. Jika bersandar pada HAM, perbuatan maksiat seperti zina, aborsi, atau L687 dibenarkan dan tidak boleh dilarang.

Oleh karenanya, tidak layak bagi muslim dan muslimah mengambil HAM sebagai pandangan hidup. Islam sudah sempurna memberikan aturan dan pedoman hidup bagi manusia. Maka dengan Qatar yang bangga dengan keberaniannya untuk menampilkan agamanya secara terang-terangan ini tidak menjadikan Islam sebagai aturan dalam kehidupan. Tegaknya Khilafah Islamiah-lah yang dapat menjadi benteng kokoh yang menghalangi penyebaran perilaku sesat Barat yang mendunia, baik secara politik di piala dunia. Kekuatan global di balik masifnya kampanye L687 tentu harus dihadapi dengan kekuatan besar umat Islam yang hanya akan terwujud nyata dengan keberadaan Khilafah Islamiah. Wallahu’alam bi ash shawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah