”Perbuatan tercela tidak diatur dalam konstitusi, rupanya diatur oleh UU Nomor 7/2017 Pasal 169. Ini tidak limitatif. Jadi lebih soal kepantasan, sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas sehingga presiden bisa dijatuhkan,”
Jakarta, Lapan6online.com : Mantan Direktur Utama PT. Pelindo I (Persero) Refly Harun yang juga Pakar Hukum Tata Negara, kerap menyindir pemerintahan Jokowi. Sindiran kali ini cukup mengejutkan, yakni soal “memberhentikan” Presiden melalui Konstitusi.
Sebagai Pakar Hukum Tata Negara, Refly mengupas bagaimana cara memberhentikan presiden di tengah periode pemerintahannya.
Meski begitu, Refly tetap mendoakan tidak ada proses penjatuhan terhadap Presiden Republik Indonesia yang sekarang dijabat oleh Joko Widodo (Jokowi).
“Mudah-mudahan kita tidak mengalami proses penjatuhan presiden di tengah jalan,” kata Refly lewat Youtube lansir Viva.co.id, Senin (11/5/2020).
Menurut dia, memberhentikan Presiden sekarang tidak semudah pada era sebelumnya yang pernah terjadi pada Soekarno atau Bung Karno pada 1967 dan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pada 2001.
“Karena dulu belum ada Mahkamah Konstitusi (MK),” ujarnya.
Kalau sekarang, kata dia, untuk memberhentikan Presiden RI atau impeachment itu prosesnya DPR RI menginisiasi ke MK. Kemudian, balik lagi ke DPR dan MPR RI baru bisa Presiden RI jatuh. Selanjutnya, proses di MK juga harus sidang pembuktian selama 90 hari.
“Jadi, proses yang berjalan mudah-mudahan konstitusional,” ucap Refly.
Di samping itu, Refly yang merupakan Pakar Hukum Tata Negara ini menjelaskan Presiden RI bisa saja dijatuhkan apabila berbohong tapi harus dilihat dulu konteks berbohongnya seperti apa. Misalnya, konteks berbohong itu konspirasi.
“Untuk menggelontorkan keuangan negara tanpa sebuah proses good governance atau clean goverment, bisa saja. Jadi celah ini memang sangat dinamis,” paparnya.
Dalam UUD RI 1945, kata dia, telah diatur perbuatan tercela dalam Pasal 7A ada tiga kategori presiden bisa dijatuhkan yakni melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, tindak pidana berat lainnya.
”Perbuatan tercela tidak diatur dalam konstitusi, rupanya diatur oleh UU Nomor 7/2017 Pasal 169. Ini tidak limitatif. Jadi lebih soal kepantasan, sejauh mana perbuatan tercela itu dianggap tidak pantas sehingga presiden bisa dijatuhkan,” kata dia.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari istana terkait pernyataan Refly Harun melalui youtube ini.
(*/RedHuge/Lapan6online)