POLITIK | HUKUM | OPINI
“Benny Ramdhani malah menuduh Rocky Gerung sebagai “komprador asing, antek atau agen proksi internasional” bahkan menurutnya Rocky tidak berfikir masa depan tetapi berfikir untuk menghancurkan Indonesia?,”
PENGAMAT politik Rocky Gerung dilaporkan kepada pihak kepolisian oleh Ketua Barikade 98 yang juga Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Benny Ramdhani dengan alasan dalam suatu acara agenda buruh di Bekasi, Rocky Gerung dituduh telah menghina Presiden Jokowi. Tentu saja laporan Benny Ramdhani ini bermasalah dari sisi hukum.
Yang dimasalahkan adalah ucapan Rocky Gerung “ambisi Jokowi adalah mempertahankan legacy nya. Dia masih pergi ke China buat nawarin IKN. Dia masih mondar mandir dari satu koalisi ke koalisi lain. Untuk mencari kejelasan nasibnya. Dia memikirkan nasibnya sendiri, dia tidak memikirkan nasib kita. Itu bajingan yang tolol”. Benny merujuk pada video yang dilihatnya.
Menurut Benny Ramdhani pasal dalam KUHP mengancamnya dan ia tak akan bisa mengelak dari jeratan delik penghinaan pemerintah tersebut. Benny lupa bahwa pasal-pasal penghinaan kepada pemerintah itu sudah dicabut oleh MK sebagaimana Putusan No 013-022/PUU-IV/2006 dan No 6/PUU-V/2007. MK mencabut Pasal 134, 136 bis, 137 dan Pasal 154-155 KUHP tentang penghinaan Presiden dan Pemerintah.
Persoalan ucapan Rocky Gerung tentu masih dapat diperdebatkan tentang konten kritik atas kunjungan Presiden Jokowi ke China dalam kaitan menawarkan proyek IKN. Bagi Rocky Gerung itu menyangkut pelaksanaan asas kebebasan berpendapat yang dijamin Konstitusi. Adapun kalimat “bajingan tolol” dan “bajingan pintar” juga tidak begitu saja dapat dihubungkan dengan penghinaan jika dikaitkan dengan konten narasi kritik sebelumnya.
Terlepas dari perlunya kajian bahasa atau etimologis dan pemenuhan unsur pidana atas perbuatan dugaan delik dalam KUHP, maka yang pertama dan utama penting untuk dinilai adalah berhak atau tidak Benny Ramdhani melaporkan ? Tentu tidak. Yang berhak melaporkan atas dugaan delik penghinaan ini adalah personal yang dirugikan atas serangan kehormatan atau harkat atau martabat tersebut yang dalam hal ini adalah Presiden Jokowi.
Sewajarnya jika laporan Benny Ramdhani oleh Kepolisian tidak diterima sebagai “Laporan”. Jikapun sebagai “Pengaduan Masyarakat” maka konfirmasi kepada Jokowi menjadi perlu. Dan jika dikonfirmasi pada Jokowi maka diduga ia hanya “mesem-mesem” atau menyatakan “bukan urusan saya”.
Sebaliknya saat melaporkan ke Bareskrim Benny Ramdhani malah menuduh Rocky Gerung sebagai “komprador asing, antek atau agen proksi internasional” bahkan menurutnya Rocky tidak berfikir masa depan tetapi berfikir untuk menghancurkan Indonesia. Nah dahsyat sekali. Tentu tuduhan seperti ini potensial menjadi perbuatan pidana. Sekurangnya delik penghinaan atau fitnah.
Alih-alih secara hukum Rocky Gerung yang dapat dilaporkan, nyatanya tidak, justru Benny Ramdhani yang terancam dilaporkan pidana oleh Rocky Gerung.
Berbeda dengan Rocky Gerung yang mengkritisi Jokowi sebagai Presiden, maka Benny Ramdhani menyerang Rocky Gerung sebagai pribadi.
Jika bicara penjara, penjara lebih terbuka untuk Benny Ramdhani. (*AF)