“Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat tidak pantas diucapkan oleh orang yang mengaku intelektual terhadap seorang presiden negara besar yang sah dipilih secara demokratis oleh rakyatnya,”
Lapan6Online : Mayjen (Purn) Saurip Kadi, mantan Asisten Teritorial Kasad, menuding sejumlah tokoh yang dianggap kaum intelektual seperti Rocky Gerung, Arni Sanit dan beberapa orang lainnya, telah melakukan pelanggaran etika moral secara serius.
Hal ini berkaitan dengan pernyataan-pernyataan mereka yang sangat kasar terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti “ Kalau Punya Otak” dan “Rezim Pembuat Panik”, Presiden “Plonga-Plongo” dan sebagainya. Dan belakangan menyusul Prof Arbi Sanit juga memberi stempel bahwa kapasitas Presiden Jokowi Di Bawah Standard Presiden Kebetulan.
“Pernyataan-pernyataan seperti itu sangat tidak pantas diucapkan oleh orang yang mengaku intelektual terhadap seorang presiden negara besar yang sah dipilih secara demokratis oleh rakyatnya,” ujar Saurip Kadi, yang selama ini dikenal sebagai jenderal yang kritis, kepada pers, pada Rabu (27/02/2019).
Diakuinya, dengan ungkapan-ungkapan kasar seperti itu, nama mereka jadi populer. “Seperti ‘Prof’ Rocky Gerung, dengan pernyataannya yang tidak senonoh, kasar dan sama sekali tidak sopan itu berhasil mengalahkan ketenaran kelompok dagelan yang pernah ada seperti Warkop dan Srimulat,” ujar Saurip Kadi.
Saurip mengaku prihatin dengan hal tersebut. Mereka ini, tambahnya, apa tidak sadar bahwa penampilannya di TV ditonton jutaan orang, yang bisa jadi juga remaja dan anak-anak.
“Jelas sekali penampilan mereka, menjadi sebuah tontonan arogan yang tidak pantas. Padahal mereka itu hanyalah “memuaskan nafsu intelektual” mereka sendiri atau semacam ‘brain orgasm’. Dan yang menyedihkan, layaknya penyakit jiwa, mereka telah menular ke rakyat banyak,” tandas Saurip Kadi.
MalPraktek Intelektual
Dengan mengambil istilah di dunia kedokteran, kata Saurip Kadi, sesungguhnya mereka telah melakukan Malpraktek Intelektual yang harus dijatuhi sanksi. Penampilan tersebut, kalau di dunia militer wajib diajukan ke DKP (Dewan Kehormatan Perwira) dengan sanksi Pemecatan dari Dinas Aktif kemiliteran.
“Bagaimana tidak, kalau mereka dengan sengaja hanya menampilkan fakta yang dibutuhkan untuk membenarkan kesimpulan sendiri secara sepihak dan dengan sengaja menyembunyikan fakta yang justru menjadi variabel utama,” ujarnya.
Klaim bahwa pembangunan jalan tol yang dikerjakan Pak Jokowi hanya melanjutkan rencana lama yang telah dibikin di zaman pak Harto dan SBY, misalnya, menurut Saurip Kadi, adalah upaya sengaja menyembunyikan fakta bahwa sudah lama proyek tersebut bertahun-tahun manglkrak bahkan ada yang belasan tahun. Karena, mereka sama sekali tidak menyebut pembangunan yang mangkrak tersebut.
“Apalagi perubahan model dan pendekatan yang digunakan untuk mengatasi Kemangkrakan tersebut, sama sekali tidak disentuhnya. Mereka lupa bahwa dengan Plonga plongo saja pak Jokowi mampu menyentuh syaraf ngantuk yang mampu membuat sejumlah ‘macan’ terus tidur nyenyak setelah keknyangan melalui praktek KKN bagi-bagi Sumber Daya Alam dan Fasilitas lainnya, dimasa lalu. Mereka lupa, bahwa pak Habibi dengan gaya intelektualnya yang serba terbuka harus menghadapi kejamnya politik, dimana pertanggung-jawabannya ditolak MPR,” ucap Saurip Kadi yang namanya pernah “booming” saat membela petani Mesuji, beberapa waktu lalu.
“Begitu juga Gus Dur yang memilih membangunkan puluhan macan tidur, terpaksa harus melambaikan tangan tanda perpisahan diteras Istana dengan berpakaian celana kolor, sebelum meninggalkan Istana Kepresidenan,” katanya lagi.
Ditambahkan Saurip, andai semua data “medis” ada di tangan, niscaya Prof. Rocky Gerung akan memaparkan pula bagaimana kepanikan Mafioso Migas yang puluhan tahun menikmati rezeki besar, Tanah yang membikin proyek-proyek jalan Tol mangkrak, Import Beras, dan belum lagi kepanikan pelaku mega korupsi.
Begitu juga yang dilakukan Prof. Arbi Sanit yang begitu buruk menilai kapasitas Presiden Jokowi, sangat mungkin karena kesibukan Sang Profesor sampai tidak tahu fakta di lapangan ternyata Presiden Jokowi yang tanpa beban berani membatalkan Keppres Reklamasi Benoa, membukarkan Petral, mengambil alih Free Port dan Newmont, menyilahkan KPK membongkar sejumlah Mega Korupsi dan membubarkan HTI, yang mustahil dikerjakan para pendahulunya.
Dalam kaitan etika moral, kata Saurip, kita bisa membedakan antara intelektual dengan Teroris, karena bagi Teroris dan Pecundang ia tak peduli dan tidak mau tahu terhadap masalah yang melingkupi keadaan yang dinilainya buruk dan apalagi terhadap dampak yang bakal ditimbulkannya.
“Lantas bagaimana peran kaum intelektual lainnya maupun lembaga perguruan tinggi dalam menghadapi koleganya yang tidak sadar berperan seperti itu, haruskah terus diam atau bangkit bersama untuk saling berpesan kebaikan?” tutup Saurip Kadi. Kop/Maste/Lpn6