Jakarta, Lapan6online.com : Sejak awal, banyak pihak memprediksi pemerintah pusat akan menemui banyak langkah dilematis terkait pilihan sikap politik persuasinya lewat penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam menangani wabah COVID-19 di Indonesia.
Klarifikasi Mensegneg Pratikno terkait imbauan pelarangan mudik yang disampaikan oleh juru bicara istana Fajroel Rahman sebelumnya cukup memberi kesan seolah internal pemerintah pusat sedang kebingungan dengan kebijakannya sendiri.
Menanggapi hal itu, Pengamat Sosial dan Sejarah, Rudi Darmawanto, menilai justru sikap gamang pemerintah pusat lah yang menjadi persoalan publik hari ini. Sebab, menurut Rudy, sesungguhnya beban publik saat ini sudah dipenuhi oleh kecamuk hebohnya wabah corona hingga beban ekonomi yang sedang ditanggungnya.
“Karena itulah, janganlah warga diperlihatkan kehebohan sikap gamang di internal pemerintah, sebab dampaknya akan merembet pada bermacam kebijakan daerah yang saling kontraproduktif.” terangnya kepada redaksi Lapan6online di Jakarta, Sabtu (4/4/2020).
Menurut dia, hal ini semestinya tidak perlu terjadi jika pihak pemerintah pusat konsisten berpijak dan melangkah komprehensif dengan kebijakan yang telah dipilih.
“Mestinya konsisten saja disitu. Termasuk bijak mensikapi soal pilihan warganya yang hendak mudik”, tegasnya.
Jika berbicara soal mudik, Rudy mengungkapkan, faktanya gelombang awal warga perantauan pulang kampung sudah berlangsung sejak pemerintah mulai mengimbau pembatasan aktivitas ekonomi hingga penutupan sekolah siswa secara nasional. Apalagi prediksi kondisi pembatasan sudah sejak awal diumumkan yang memungkinkan hingga mencapai 3 bulan ke depan.
Keinginan warga mudik tahun ini pasti bukan karena hendak mengejar semarak berlebaran di kampung halaman seperti biasanya. Warga mudik lebih karena untuk menutupi rasa khawatir, pasrah dengan kondisi pekerjaannya di kota, serta berusaha bersikap apa adanya.
Dari kenyataan ini, kata Rudy mudik justru bisa menjadi bagian dari kebijakan pemerintah. Artinya, warga pekerja pendatang yang memenuhi kota perlahan dikondisikan di kampung halamannya.
“Bukankah pemerintah sendiri gencar mensosialisasikan tagar Di rumah saja (#DirumahAja),” terangnya.
Namun begitu, dia menyadari bahwa langkah ini harus diikuti pula dengan sejumlah mekanisme (SOP) yang ketat. Pemerintah pusat dan pemda setempat tentunya harus melakukan tahapan berlapis dan perlakuan tertentu di tiap lapis sehingga pemudik siap sehat tiba di kampung halaman atau pun di rumah keluarganya.
“Dari sini mudik bersama justru harus dihidupkan kembali, secara bertahap dan efektif, sehingga semua tahap pemeriksaan warga optimal, baik saat berangkat hingga dikantong-kantong penurunan warga yang mudik. Termasuk mekanisme ini bisa menjadi tahapan screening bagi warga yang terdeteksi, baik yang dalam status PDP bahkan yang telah positif kena wabah,” kata Rudy.
(Red/Hugeng/Lapan6online)