Jakarta, Lapan6online.com : Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menggelar Forum Konsultasi Publik (FKP) Dalam Rangka Penetapan Naskah Kebijakan Standar Pelayanan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga di Kemenpora Tahun 2020. Forum ini diadakan secara virtual.
Direktur Indonesia Sport Corruption Watch (ISCW), Rudy Darmawanto SH sebagai pihak yang mewakili organisasi masyarakat sipil mengungkap sejumlah persoalan carut marut pelayanan publik yang ada di Kemenpora.
Tak Ada Blueprint Olahraga Nasional
“Jujur saya miris, kita semua prihatin, sampai hari ini kita tidak punya blueprint terhadap, keolahragaan yang baik, apalagi menyangkut soal standarisasi,” kata Rudy Darmawanto dalam FKP Kemenpora yang digelar, Jumat (26/6/2020).
Oleh karena itu, Rudy menyambut baik digelarnya FKP semacam ini yang melibatkan semua stakeholder, melibatkan semua pemangku olahraga untuk bersama sama meramu blueprint untuk standarisasi keolahragaan nasional.
“Kenapa ini penting? Karena disitu nyawa dari semua kegiatan yang ada di pemangku olahraga nasional, khususnya kemenpora.” kata Rudy.
Dasar Hukum Pelayanan Publik
Sebelumnya Rudy memaparkan dasar hukum standarisasi pelayanan publik adalah UU no 25 Tahun 2009. Keberadaan dirinya selaku perwakilan dari masyarakat diatur dalam pasal 18 tentang partisipasi masyarakat terhadap sejumlah hal, berkenaan dengan pola olahraga yang menyangkut pelayanan publik.
“Didalam pasal 18 itu juga diberikan ruang kepada semua kepentingan masyarakat untuk nemastikan tentang rasionable soal anggaran, kepastian hukum terhadap keuangan penyelenggara negara,” papqr Rudy.
Menurut dia, dalam UU no 25 tahun 2009 itu juga dijelaskan, pasal 8 khususnya, berlaku soal kenapa publik itu menjadi sangat penting? karena publik itu juga ikut serta di dalam partisipasi teman teman yang ada di Kemenpora. khususnya anggaran.
Anggaran yang diperoleh melalui pajak, melalui iuran resmi yang dibangun oleh pemerintah, atau melalui pendapatan daerah dan atau pendapatan negara. Atas dasar itu, masyarakat punya kewenangah yang penuh terhadap jalannya kepentingan keuangan negara di dalam melaksanakan kebijakan olahraga nasional.
Pelayanan Buruk
Rudy memahami betul carut marut pelayanan di Kemenpora terutama terkait dengan pengajuan proposal. “Anggaplah deputi empat itu, orang bawa proposal, atau Atlet atau (Pengurus) Cabang Olahraga (Cabor) bawa proposal, menyampaikan sesuatu atau memohon sesuatu. Dia naik tangga bolak balik. Ada yang cerita sama saya, sudah dua bulan mondar mandir, nggak kelar kelar.” katanya.
“Apa kita tidak mencontoh pelayanan publik di bank? Sehingga Orang yang datang atau mau ketemu orang di menpora dilayani dengan baik. Orang datang nyaman, karena dilayani dengan sebaik baiknya.” kata Rudy
“Ini kan tidak, Ini mondar mandir ke Lantai tiga, naik tangga bolak balik, mondar mandir lagi belum tentu dapat, sedih, ya itulah keadaan kita hari ini. Jadi memang harus diperbaiki,” ungkapnya.
Namun begitu, menurutnya ada hal yang paling penting dari pelayanan publik adalah bagaimana pelayanan publik itu memberikan batasan antara hak dan kewajiban, memberikan kepastian hukum, bermanfaat bagi kepentingan bangsa dan negara, bermanfaat bagi kepentingan atlit, kepentingan stakeholder dan pemangku olahraga lainnya. Inilah prinsip prinsip dari UU 25 tahun 2009 itu.
Rangkap Jabatan
“Saya bicara ini, ya saya bicara apa adanya. Saya tidak bisa bicara secara teknis seperri apa yang disampaikan narasumber yang lain. Tetapi di dalam pasal 17 UU nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik, seorang pemangku olahraga tidak boleh merangkap jabatan, harus fokus terhadap pelayanan publik.” kata Rudy.
Blak-blakan Rudy mengatakan di Kemenpora banyak orang yang memiliki rangkap (dobel) jabatan, di anggaran yang sumbernya sama namun bekerja diinstansti yang berbeda. Rudy menegaskan, itu tidak diperbolehkan, dilarang keras. Pasal 17 menyebutkan, terhadap semua birokrat yang melayani sesuatu kemudian mendapat dobel gaji di tempat lain, tidak diperbolehkan.
“Ya Saya nggak perlu sebut nama lah. Dalam kasus kecil, nggak boleh yang namanya Kabid itu menjadi pengurus di salah satu Cabang Olahraga (Cabor), Nggak boleh itu. Etikanya harus dijaga. Dia PNS, dia ASN, kemudian dia pengurus Cabor, harusnya melepaskan (Jabatan) itu.” tegasnya.
Rudy beralasan, karena prinsip UU keolahragaan nasional itu tidak mengharapkan seperti itu. Meskipun dalam kondisi tertentu itu mungkin saja, karena soal keahlian, karena kebutuhan di dalam Cabor atau lembaga lembaga olahraga lain.
“(Namun) pasal 17 itu mengisyaratkan bukti tidak bolah menjadi komisaris, tidak boleh menjadi pengurus olahraga yang dibentuk oleh pemerintah. Yang dibentuk oleh Menpora, tidak boleh dobel jabatan. Dan itu subtansi dari pelayanan publik.” imbuh Rudy.
Ditegaskannya, rangkap jabatan Itu sebenarnya prilaku korup Karena Dengan sengaja dan sadar menerima gaji dan honor dobel di sumber yang sama namun di Instansi berbeda.Antara lain ditemukan banyak pejabat kemenpora yang merangkap di lembaga bentukannya sendiri, Ada yang menjadi pengurus cabor dan lebih parah lagi ada pejabat Menpora yang jadi komisaris BUMN
Belum Tertib Hukum dan Administrasi
Rudy juga menyampaikan, Kantor kemenpora baru Sekarang ini meraih WTP, sebelum-sebelumnya predikat Kemenpora disclemer. Predikat Opini Wajar tanpa pengecualian (biasa disingkat WTP) adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.
Predikat opini WTP adalah opini audit yang akan diterbitkan jika laporan keuangan dianggap memberikan informasi yang bebas dari salah saji material.
Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, perusahaan/pemerintah dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan.
Opini WTP dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang didasarkan pada empat kriteria yakni kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan, kecukupan pengungkapan (adequate disclosures), kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Menurut Rudy, Kemenpora tidak pernah memperolah WTP karena tidak pernah tertib terhadap adminsitrasi. Olah karena itu Rudy mengajak semua pihak yang terlibat dalam Forum Konsultasi Publik (FKP) dapat memastikan pelayanan publik Kemenpora tertib hukum.
“Pastikan pelayanan publik kita tertib hukum, tertib administrasi,” tandasnya.
Diketahui Stakeholders yang diundang dalam Forum Konsultasi Publik itu, selain Rudy Darmawanto adalah, Prof. Djoko Pekik Irianto, M.Kes., AIFO Guru Besar Universitas Negeri Yogyakarta (mewakili Ahli/Praktisi), Nasrul Qadar Taslim, S.Pd., M.Pd, Sekretaris Jendral Perkumpulan Atlet Pelatih Olahraga Indonesia (PAPORI) (mewakili Stakeholder pelayanan publik), lan Situmorang (Praktisi/mewakili media massa Olahraga), dan Lani Serdadi, Sekretaris Jendral Pengurus Pusat Persatuan Lawn Tenis Indonesia (mewakili pengguna
layanan).
Video youtube Rudy Darmawanto
(RedHuge/Lapan6online).