Sampai Kapan Banjir Akan Berakhir?

0
43
Dalam tahun ini sepanjang bulan Oktober hingga November telah terjadi banjir di beberapa wilayah Kota Medan/Foto : Ist.

OPINI | POLITIK

“Ada banyak faktor lain penyebab banjir yang berasal dari kurang tepatnya pengelolaan pemerintahan. Seperti pengelolaan tata ruang wilayah dan pembangunan ala kapitalistik, terbatasnya daerah resapan air akibat alih fungsi hutan dan lahan, dan kebiasaan hidup masyarakat,”

Oleh : Zhuhriana Putri

KOTA Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Namun kasus banjir yang terjadi di kota metropolitan ini seakan-akan tiada ujungnya. Kembali berulang setiap tahunnya terutama di bulan-bulan penghujan seperti saat ini. Dalam tahun ini sepanjang bulan Oktober hingga November telah terjadi banjir di beberapa wilayah Kota Medan.

Dikutip dari laman Detik Sumut (26/10/2022), Banjir rob merendam sejumlah kawasan di Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara.

Ketinggian air rata-rata mencapai 10 cm hingga 40 cm. Sejumlah rumah warga terendam banjir di Jalan Karya Bakti, Medan Johor, setelah hujan mengguyur Kota Medan (Detik Sumut, 31/10/2022). Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara mengevakuasi warga yang terdampak banjir.

Banjir setinggi sekitar 1,5 meter tersebut dipicu adanya penyumbatan drainase dan mengakibatkan puluhan warga mengungsi (Antara News, 31/10/2022). Hujan deras yang kembali mengguyur sejak 2 November 2022 sore mengakibatkan ruas jalan lintas Medan – Banda Aceh menjadi terputus total akibat banjir (Okezone, 03/11/2022).

Faktor dominan yang menjadi penyebab kerawanan banjir di Kota Medan adalah kemiringan lereng wilayahnya. Hal ini menyebabkan persebaran daerah rawan banjir di Kota Medan terdapat di seluruh bagian wilayah. Kecamatan Medan Belawan dan Medan Labuhan merupakan daerah dengan tingkat kerawanan banjir tinggi.

Sedangkan Medan Johor dan Medan Tuntungan merupakan daerah dengan tingkat kerawanan banjir sedang. Namun hal ini merupakan faktor diluar kuasa manusia karena secara geografi wilayah Medan berada di kemiringan lereng tersebut. Selain itu, ada banyak faktor lain penyebab banjir yang berasal dari kurang tepatnya pengelolaan pemerintahan. Seperti pengelolaan tata ruang wilayah dan pembangunan ala kapitalistik, terbatasnya daerah resapan air akibat alih fungsi hutan dan lahan, dan kebiasaan hidup masyarakat.

Pengelolaan tata ruang dan wilayah dan pembangunan ala kapitalistik didasarkan pada poros ekonomi, bukan pada orientasi pemenuhan sarana dan prasarana yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Bila pembangunan berorientasi pada poros ekonomi, maka keberpihakannya seringkali pada korporat.

Nyaris minim sekali pembangunan yang berpihak pada kebutuhan rakyat. Maka hal yang sesungguhnya menjadi penyebab banjir tak kunjung berakhir adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme yang menjadikan poros segala urusan adalah keuntungan materi. Sehingga pemerintah tidak berfokus dalam penanganan banjir yang memberikan solusi hakiki bagi kehidupan masyarakat. Masalah banjir hanya diselesaikan ala kadarnya sehingga kembali berulang terjadi setiap tahunnya.

Maka sudah seharusnya kita mencari solusi yang mengakar dalam penyelesaian masalah banjir. Jika kasus banjir disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme maka solusi yang harus diambil adalah dengan mengganti sistem kapitalisme ini. Dalam sejarah telah dibuktikan ada satu masa pemerintahan yang dapat mengatasi kasus banjir di wilayahnya, dan masa tersebut adalah saat penerapan sistem Islam di dalam Khilafah.

Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, rob, dan sebagainya, maka Khalifah akan menempuh upaya-upaya yaitu membangun bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai dan curah hujan.

Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun keperluan irigasi. Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran Selatan, masih berdiri dengan kokoh bendungan diantaranya Bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar dan Bendungan Mizan.

Di dekat kota Madinah terdapat bendungan yang bernama Qusaybah. Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter. Di masa kekhilafahan Abbasiyah, pada abad ke-13 M, di Iran dibangun Bendungan Kebar yang hingga kini masih bisa disaksikan. Dan bendungan lainnya dengan model bendungan yang beragam. Bahkan model-model bendungan modern banyak mengadopsi model bendungan yang diciptakan oleh kaum muslim.

Upaya lainnya yaitu Khalifah akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob dan kapasitas serapan tanah yang minim) dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah tersebut. Atau jika ada pendanaan yang cukup, Khalifah akan membangun kanal baru atau resapan air agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal. Dengan cara ini, maka daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.

Kemudian terdapat upaya Khalifah dengan membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase untuk mengurangi penumpukan volume air. Secara berkala, Khalifah mengeruk lumpur-lumpur di Sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan.

Khalifah juga akan melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal dengan memberikan sanksi bagi siapa saja yang mencemarinya. Di sisi lain khalifah membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan terutama jika musim kemarau atau paceklik air. [*]

*Penulis Adalah Alumni Mahasiswa USU