Jakarta, Lapan6online.com : Mantan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Surabaya, Drs Sapari Apt Mkes sudah menang dalam perkara gugatan melawan Kepala Badan POM (BPOM) dengan objek perkara pembatalan SK Pemberhentian Jabatan.
Namun sayangnya, kemenangan Sapari sejak di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta hingga Mahkamah Agung masih belum membuahkan hasil.
5 butir Putusan kemenangan Sapari di Peradilan Tata Usaha Negara ini belum di eksekusi. Surat keterangan Inkracht (berkekuatan hukum tetap) sudah diberikan ke Sapari pada 18 Agustus 2020 kemarin.
“Saya lagi menunggu eksekusi, Mas,” kata Sapari kepada Lapan6online.com, Kamis (20/8/2020).
Sebelumnya Sapari telah mengajukan surat permohonan “Keterangan Inkracht” ke PTUN Jakarta.
Surat itu dilayangkan sejak tanggal 21 Juli 2020 lalu, atau sudah hampir 30 hari, Surat berkekuatan hukum tetap itu akhirnya diperoleh Sapari, 18 Agustus lalu.
Kepala BPOM surati PTUN
Disisi lain, Sapari mengungkap, bulan lalu Kepala BPOM mengajukan surat ke PTUN Jakarta yang pada prinsipnya memohon kepada Ketua PTUN Jakarta untuk memberikan pertimbangan dalam melaksanakan putusan Mahkamah Agung nomor 90/K/TUN/2020 terkait dengan berubahnya keadaan setelah putusan pengadilan dijatuhkan atau berkekuatan hukum tetap.
Yang disorot dalam surat Kepala BPOM terkait dengan kata “berubahnya keadaan” adalah usia Sapari yang dinilai telah melebihi usia pensiun Pegawai Negeri Sipil, kemudian adanya proses hukum lain yang sedang berjalan di Peradilan Tata Usaha Negara, yaitu gugatan dengan objek perkara SK Pensiun yang masih berjalan di tingkat Kasasi Mahkamah Agung.
Atas surat Kepala BPOM itu, Sapari pun memberikan respon, menurutnya, tidak ada relevansinya antara gugatan pertama (SK Pemberhentian) dengan gugatan kedua (SK Pensiun).
“Bulan lalu Kepala BPOM ‘nyurati’ Ketua PTUN Jakarta minta supaya dipertimbangkan dalam pelaksanaan eksekusi putusan MA perkara 294/G/2018/PTUN.JKT karena menunggu putusan kasasi MA gugatan ke-2 terkait SK pensiun. Kan beda dan gak ada relevansi dengan gugatan pertama,” kata Sapari.
Atas dasar itu, Sapari berharap Peradilan Tata Usaha Negara dapat segera mengeksekusi 5 butir putusan yang sudah ditetapkan dalam perkara nomor 294/G/2018/PTUN.JKT, dikuatkan oleh PTTUN Jakarta nomor 226/B/2019/PT.TUN.JKT dan terakhir kasasi Mahkamah Agung nomor 90 K/TUN/2020.
Kelima butir putusan itu adalah:
1. Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: KP.05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat Pegawai Negeri Sipil atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes: Nip: 19590815199303 001 Pangkat/Gol. Pembina Tk. I (IV/b) dari Jabatan Kepala Balai Besar POM di Surabaya beserta lampirannya;
3. Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: KP.05.02.1.242.09.18.4592 tanggal 19 September 2018, tentang Memberhentikan dengan Hormat Pegawai Negeri Sipil atas nama Drs. Sapari, Apt., M.Kes: Nip: 195908151993031001 Pangkat/Gol. Pembina Tk. I (IV/b) dari Jabatan Kepala Balai Besar POM di Surabaya beserta lampirannya;
4. Mewajibkan kepada Tergugat untuk merehabilitasi Penggugat berupa pemulihan hak Penggugat dalam kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya seperti semula sebagai Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp276.500 (dua ratus tujuh puluh enam ribu lima ratus rupiah).
Gaji yang belum dibayar
Terhitung sejak diberhentikan dari jabatannya, Sapari belum mendapatkan gaji yang menjadi haknya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Sejak 1 November 2018 hingga sekarang kurang lebih 23 bulan saya tidak menerima gaji. Saya nggak tau itu aturan darimana, sehingga saya tidak bisa menafkahi anak-istri,” kata Sapari.
(RedHuge/Lapan6online)