Jakarta, Lapan6online.com : Kalangan pengusaha blak-blakan daya tahan bisnis mereka semakin buruk dari pandemi corona yang sudah terasa. Sebagian pada Maret sudah ada yang PHK, sebagian lagi bertahan hanya sampai April dengan menghentikan produksi, bahkan paling maksimal hanya Juni 2020.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani, menyebutkan hampir semua sektor terdampak Covid-19. Di bidang pariwisata sudah ada 698 hotel yang tutup, transportasi daerah yang beroperasi tinggal 10% hingga industri manufaktur yang mengalami kesulitan cash flow atau bahkan minus karena produksi tak maksimal bahkan stop.
Apindo juga menyebutkan daya tahan industri di proyeksi hanya sampai bulan Juni 2020. Hariyadi bilang situasi semakin hari semakin buruk karena covid-19.
“Hasil dari melakukan koordinasi daya tahan mereka maksimal sampai Juni, bahkan April sudah tak kuat lagi,” katanya kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/4).
Ia mengatakan sektor yang paling terkena awal dari pandemi corona ini adalah hotel dan restoran, sampai saat ini bahkan bertumbangan menutup operasi. Selain itu, ada sektor transportasi darat dan udara.
Sektor manufaktur sudah mengalami penurunan produksi sampai 50%. Industri makanan dan minuman yang awalnya tak terdampak, kini kondisi memburuk, karena ada pembatalan pemesanan.
“Kami sangat sulit mengantisipasi semua. Penanganan virus belum ada progres. Mungkin yang bisa bertahan yaitu alat kesehatan dan pemasok kebutuhan pengendalian covid-19, tapi di luar itu mengalami masalah yang sama,” katanya.
Berikut rangkuman dari sektor per sektor:
Travel Agent dan Hotel Kena, Cuma Kuat Sebulan
Bila dirunut sejak awal, sektor yang paling terasa kena dampaknya adalah sektor pariwisata termasuk di dalamnya ada bisnis travel agent, perhotelan, hingga penerbangan
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo), Pauline Suharno, sejak awal Maret saat kali pertama kasus positif corona Indonesia terkonfirmasi di Indonesia, ia sudah berteriak soal penurunan penjualan karena virus corona berdampak pada operasional perusahaan.
Banyak perusahaan travel agent sejak awal Maret lalu tak lagi beroperasi secara penuh karena sudah terimbas secara global saat corona belum masuk Indonesia.
Sistem shift pegawai pun tak lagi diberlakukan, ujung-ujungnya ada travel agent telah melakukan efisiensi dan PHK. Corona memang secara langsung memperparah PHK di Indonesia.
Sektor perhotelan juga tak kalah pelik. Okupansi kamar hotel sudah lampu merah sejak awal Maret 2020. PHRI mencatat rata-rata okupansi hanya 30%, termasuk di Bali, Batam, dan Manado yang kena dampak dari susutnya wisatawan asing. Namun, kurang dari sebulan, okupansi hotel terutama di Bali sudah di level hampir 0%.
Kabar terbaru, dalam tempo hanya sebulan, mulai April banyak hotel di Indonesia tutup sementara karena tak ada pengunjung. PHRI mencatat setidaknya ada 698 hotel sudah tutup, bayangkan hanya dalam satu bulan, corona sudah memaksa ratusan hotel di Indonesia tutup. Luar biasa! Dampaknya sudah ditebak, ribuan pekerja hotel dirumahkan atau cuti di luar tanggungan.
Kekacauan Manufaktur, Kuat Sampai April
Di atas kertas, IHS Markit melaporkan Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia Indonesia Maret 2020 adalah 45,3. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 51,9 sekaligus menjadi yang terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI yang dimulai pada April 2011.
“Perusahaan manufaktur Indonesia melaporkan penurunan paling tajam dalam periode sembilan tahun survei pada Maret disebabkan upaya untuk mencegah penyebaran virus corona menghantam sektor ini dan menyebabkan penurunan tajam pada permintaan…,” kata Bernard Aw, Kepala Ekonom IHS Markit.
Laporan itu cukup relevan di lapangan, sejak awal corona menghantam China, manufaktur tertentu sudah merasakan dampaknya terutama pada periode Februari 2020. Sektor yang bergantung bahan baku impor mulai merasakan sulitnya mendapatkan bahan baku antara lain farmasi, tekstil, elektronika dan lainnya.
Sehingga ketika stok habis, dikhawatirkan tidak bisa melanjutkan produksi sebagai dampak terganggunya rantai pasok karena pandemi corona. Risikonya pada PHK, bahkan bisa berdampak pada perusahaan-perusahaan besar.
“Kelihatannya ini nggak lama (produksinya) sampe April, karena mereka juga sisa stok,” kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Industri Johnny Darmawan kepada CNBC Indonesia, Senin (30/3)
Sialnya sektor otomotif yang awalnya tak terlalu mengkhawatirkan, justru termasuk yang terpukul cukup keras imbas dari corona. Setidaknya selama Maret, penjualan mobil diproyeksikan ambles cukup dalam karena masyarakat.
Honda secara jujur mengakui akan menghentikan sementara produksi mobilnya di Indonesia selama dua pekan mulai 13 April 2020 dan merumahkan karyawan di bagian produksi. Sedangkan Daihatsu mengatur produksi dengan memproduksi mobil hanya dua hari sekali.
Penjualan yang lesu memang tak bisa ditutupi. Pabrikan lain ada masih sebatas pengurangan jam produksi dengan mengatur shift kerja. Potensi susulan mengikuti jejak Honda dari pabrik lain sangat memungkinkan, ini juga terjadi di banyak negara yang terdampak corona.
Sektor Penerbangan & Ancaman Bangkrut
Sektor penerbangan sebelum ada corona memang sedang sakit, tekanan biaya operasi dan mahalnya ongkos tiket penerbangan sudah menghantui bisnis ini sejak dua tahun terakhir yang dibarengi dengan penurunan penumpang pesawat. Adanya corona membuat kondisi menjadi-jadi, ibarat luka yang tersiram air cuka.
Di atas kertas, jelas tampak terpukulnya sektor ini. BPS mencatat jumlah penumpang domestik angkutan udara turun 8,08% pada Februari 2020 dibandingkan dengan Januari 2020.
Lebih lanjut, dia memerinci jumlah penumpang domestik angkutan udara sebanyak 5,79 juta pada Februari 2020, sedangkan bulan sebelumnya (Januari 2020) sebesar 6,29 juta. Penurunan jumlah penumpang juga terjadi pada penerbangan internasional, yang mengalami penurunan 33,04%.
Perdagangan: Sebagian Ritel Terpukul
Sektor perdagangan memang yang paling kompleks dari persoalan corona. Awalnya sejak corona merebak di China, masalah suplai barang jadi persoalan terutama impor pangan seperti produk-produk bawang putih hingga bawang bombay. Kinerja impor pun kena dampaknya, meski ekspor membaik. Nilai ekspor pada Februari 2020 mencapai US$ 13,94 miliar. Ekspor tersebut naik 11% dibandingkan pada Februari 2019.
Perdagangan di dalam negeri, sektor ritel pangan atau swalayan offline maupun online menuai cuan, Aprindo mencatat terjadi kenaikan 20% selama pandemi corona. Namun, tak semua ritel dapat berkah. Pembatasan jam operasional hingga penutupan beberapa pusat perbelanjaan di wilayah Jabodetabek justru membuat sektor department store atau retail fashion babak belur. Ada sebagian sudah merumahkan karyawannya.
Sumber: CNBCindonesia.com/Konfrontasi