Sekolah Bakal Dibuka Lagi, Haruskah Siswa dan Guru Jadi Korban Corona?

0
82
Amilatul Fauziyah/Foto : Istimewa
“Sekolah dan kampus di berbagai negeri ditutup sementara, aktivitasnya dilakukan secara daring atau online di rumah masing-masing. Hal ini dikarenakan pembelajaran tatap muka sangat rentan menyebarkan virus. Berbagai keluhan dan kendala tidak hanya disampaikan oleh siswa,”

Oleh : Amilatul Fauziyah

Jakarta | Lapan6Online : Harapan dan doa senantiasa dipanjatkan oleh umat manusia untuk kesembuhan bumi yang sedang sakit diserang pandemi. Belahan dunia manapun mendambakan kepergian virus Covid-19 secepatnya. Virus ini memaksa rakyat menerima PHK, kehilangan tempat tinggal, kelaparan, hingga melenyapkan anak dan dirinya sendiri. Tidak, para penguasalah yang harus bertanggung jawab.

Lembaga kesehatan internasional seperti WHO pun telah gagal menemukan solusi setidaknya dalam menekan penyebaran virus.

Berbicara pandemi maka bidang ekonomi global -yang selanjutnya berimbas pada ekonomi lokal- menjadi terdampak utama setelah nyawa jutaan manusia. Bidang pendidikan pun turut terdampak karena erat kaitannya terhadap ekonomi.

Sekolah dan kampus di berbagai negeri ditutup sementara, aktivitasnya dilakukan secara daring atau online di rumah masing-masing. Hal ini dikarenakan pembelajaran tatap muka sangat rentan menyebarkan virus. Berbagai keluhan dan kendala tidak hanya disampaikan oleh siswa, tetapi guru dan orang tua juga mengalami kesulitan yang kian bertambah.

Baru-baru ini Indonesia mendapat kabar mengejutkan bahwa sekolah akan kembali dibuka. Dirjen PAUD – Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Muhammad Hamid, mengatakan sedang mengkaji pembukaan sekolah pertengahan Juli 2020 di daerah yang sudah dinyatakan aman dari Covid-19.

Meski juga disampaikan akan menggunakan protokol kesehatan di area institusi pendidikan, namun masih belum ada kejelasan bagaimana dan siapa pelaksana protokol ini. Di samping itu, fakta menunjukkan korban positif corona semakin bertambah. Pertambahannya cukup drastis hingga melebihi 500 kasus per hari.

Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) khawatir apabila rencana Kemendikbud tersebut dilakukan. Beliau meragukan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang terlihat tidak sinkron dalam menangani wabah. Menurutnya perlu dipertimbangkan terkait teknis penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru (PPDB).

Melihat tahun-tahun sebelumnya, PPDB masih diwarnai antrian orang tua meski dilakukan secara daring. Infrastruktur pendukung seperti sabun, hand sanitizer, dan masker harus disiapkan di sekolah. Bahkan sekolah perlu memiliki APD di tiap UKS untuk memastikan petugas UKS terlindungi.

Tentu kembalinya aktivitas pembelajaran di sekolah dan kampus merupakan hal yang baik. Akan tetapi, keputusan harus diambil secara realistis dibarengi pengadaan tes massal, pendataan yang tepat, sinkronisasi pusat dan daerah, pemastian virus tidak lagi menyebar serta semua yang terinfeksi sudah diisolasi. Sayang, saat ini kondisinya belum demikian. Setelah sengkarut kebijakan physical distancing, PSBB, UU Darurat Sipil, dan kembali kepada PSBB, sekarang pemerintah ingin melakukan pelonggaran PSBB. Hingga hari ini masih belum terlihat keputusan atau upaya serius untuk menghentikan virus, malah sebaliknya. Kekhawatiran Wakil Sekjen FSGI sangat beralasan dan mewakili publik.

Ketidakbersegeraan pemerintah menangani wabah tidak dapat dipungkiri. Rencana pembukaan sekolah tanpa realitas jaminan aman dari virus sangat mungkin memunculkan masalah baru. Sekolah, siswa, dan guru akan jadi korban.

Rencana ini diadakan hanyalah untuk mengembalikan kondisi sosial ekonomi. Kepentingan ekonomi tidak bisa dinomorduakan meski nyawa rakyat taruhannya. Hal tersebut wajar dalam sistem kapitalisme. Watak penguasa yang dilahirkan sistem ini disebutkan dalam dalil syara’, yaitu ruwaibidhah.

Kepemimpinan dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak ahli dalam bidangnya. Penguasa tidak peka dalam melihat gejala dan berlepas tangan dari solusi problem yang sesungguhnya.

Dalam sistem Islam telah ditegaskan bahwa pemimpin atau kepala negara wajib menjadi pelindung dan pengurus rakyatnya. Ketika ada wabah ia tidak akan ambil pusing dengan langsung menerapkan lockdown. Kebijakan ini sangat efektif dalam menekan penyebaran wabah. Tentu karena nyawa rakyat adalah prioritas baginya.

Islam di masa kejayaannya telah terbukti berhasil mengatasi dan melalui wabah. Sungguh hukum mana yang lebih baik daripada hukum Allah? Saatnya kita menerapkan sistem Islam dan meninggalkan kapitalisme. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Matematika UM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini