“Akar masalah dari rusaknya akhlak generasi adalah penerapan sistem sekuler di tengah masayarakat. Aturan agama tidak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup yang mengatur kehidupan,”
Oleh : Suhaeni, M.Si
Jakarta, Lapan6Online : Lagi dan lagi, dunia perfilman Indonesia menyuguhkan tontonan yang tak layak menjadi tuntunan. Belum usai kontroversi film The Santri yang merusak akidah kaum muslim, kini muncul film Sin untuk merusak akhlak generasi muslim.
Film besutan Herwin Novianto ini dinilai merusak akhlak generasi. Bagaimana tidak merusak akhlak generasi? film ini mengisahkan tentang kisah kakak beradik yang terlibat cinta sedarah (inses). SIN adalah film yang diadaptasi dari novel best seller tahun 2017 dengan judul yang sama ini berharap mendapat sukses yang sama dengan novelnya.
Film ini telah rilis tanggal 10 Oktober 2019 kemarin di bioskop-bioskop tanah air. Adapun target penonton film ini sebagian besar adalah para remaja. Miris! Jika sampai remaja mengikuti apa yang ditontonnya. Karena film biasanya bisa menjadi tuntunan bagi para penontonnya. Baik cara berpakaian, bertingkah laku maupun cara berfikir. Apalagi remaja yang biasanya selalu ingin mencoba dan penasaran dengan hal yang baru didapatkannya.
Belum tayang film SIN saja, kasus inses sudah banyak merebak di tengah masyarakat. Seperti halnya kasus di Kabupaten Karawang, seorang ayah tega menyetubuhi putri kandungnya sendiri hingga hamil 5 bulan.
Parahnya sang Ayah pun menjajakan putrinya tersebut kepada pria hidung belang dengan bayaran 300-500 ribu rupiah, seperti dilansir Detik.com (19/09/2019).
Tak terbayangkan jika film ini sukses di pasaran. Entah berapa banyak lagi kasus serupa yang terjadi.
Belum lagi kasus rusaknya moral remaja saat ini, akibat pergaulan remaja yang semakin bebas. Menabrak norma-norma yang berlaku di tengah masyarakat, terutama norma agama. Agama seakan jauh dari kehidupan pergaulan remaja saat ini. Apalagi ditambah dengan tontonan film yang tidak memberikan tuntunan moral yang baik. Entah serusak apa nanti akhlak generasi.
Film yang merusak akhlak generasi ini bukanlah film yang pertama dan terakhir dirilis, masih banyak film-film kontroversi lain yang merusak akhlak generasi. Selama sistem sekuler (kebebasan) masih bercokol di Indonesia, pasti masih ada film-film sejenis lainnya yang akan kembali tayang. Biasanya film tersebut mengandung unsur jinsiyah (beraroma seksual).
Secara film yang ‘begituan’ biasanya laris manis di pasaran. Sehingga tidak sedikit produser atau sutradara mejadikan tema-tema film seperti itu yang akan digarapnya. Mereka tidak akan peduli apakah film garapannya tersebut bisa merusak akhlak generasi atau tidak. This is Business! So, di mata para kapitalis yang penting adalah keuntungan besar.
Akar masalah dari rusaknya akhlak generasi adalah penerapan sistem sekuler di tengah masayarakat. Aturan agama tidak lagi dijadikan sebagai pedoman hidup yang mengatur kehidupan. Manusia bebas sebebas-bebasnya dalam berprilaku dan berkarya. Tak peduli apakah itu bertentangan dengan agama atau tidak.
Di ridai Allah atau malah mendapat murka-Nya. Karena prinsip dasar sekuler adalah memisahkan agama dari kehidupan manusia. Agama hanya ada di tempat-tempat ibadah saja. Islam hanya dijadikan sebagai agama ritual semata (misal: salat, zakat, puasa, naik haji), sementara urusan pendidikan, kesehatan, politik termasuk pergaulan tidak perlu diatur oleh Islam. Padahal Islam tidak hanya sekedar agama tapi juga aturan hidup.
Maka jika ada sutradara atau produser sekuler yang menghasilkan karya (film) yang di dalamnya sarat dengan kerusakan akhlak generasi adalah wajar karena dalam prinsip hidupnya bahwa berkarya adalah sebuah kebebasan, agama tidak boleh mengatur, terpenting karya terebut mampu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Begitulah watak para pengemban sekuler-kapitalis.
Untuk mengcounter agar film sekuler ini tidak merusak akhlak generasi adalah dengan penanaman nilai-nilai Islam pada tiap individu remaja. Nilai-nilai Islam ini bisa memberikan kekebalan terhadap semua bentuk serangan sekularisasi. Dengan pembinaan akhlak dan hukum-hukum Islam, diharapkan para remaja mampu memiliki akhlak yang baik.
Namun, selain penguatan dari sisi individu, keluarga juga memiliki peran penting dalam menumbuhkan kesadaran remaja. Mereka memberikan bimbingan agama, perhatian dan kasih sayang yang cukup, keteladanan yang baik dan pengawasan yang efektif. Masyarakat memberikan kontrol sosial terhadap segala perilaku remaja.
Yang paling penting adalah peran negara. Negara membentuk sistem dan tata aturan dalam bermasyarakat untuk mengendalikan pergaulan bebas.
Namun, masalahnya hingga saat ini peran negara masih lemah. Alih-alih memberikan larangan tayang terhadap film-film yang cenderung merusak akhlak generasi, malah justru sebaliknya, memberikan apresiasi.
Lalu, sistem apa yang bisa mewujudkan hukum Islam diterapkan secara sempurna? Tidak ada lagi sistem yang paling sempurna selain Islam. Aturan Islam diturunkan dari Rabb Yang Mahatahu atas seluruh hamba-Nya.
Menurut catatan sejarah, selama berabad-abad Islam diterapkan hanya terdapat sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan.
Tindak kemaksiatan berupa pergaulan bebas akan mudah diberantas dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah. Wallahu a’lam bishawab. GF
*Penulis adalah seorang dosen