Selain Ucapan Hut Bhayangkara ke 77, Ketum FWJ Indonesia Juga Singgung 5 Hal, Apa Saja?

0
5
“Selamat Hut Hari Bhayangkara ke 77, Polri kedepannya dapat memberikan solusi hukum berkeadilan untuk masyarakat. Sukses dan jaga amanah dalam mengemban tugas Negara,”

JAKARTA | Lapan6Online : Ketua Umum Forum Wartawan Jaya (FWJ) Indonesia, Mustofa Hadi Karya atau yang biasa disapa Opan melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, pada Sabtu (1/7/2023).

Hal yang paling dirasakan menurut dia adalah memberikan apresiasi tertinggi di hari Kepolisian Republik Indonesia Hut ke 77 Bhayangkara dan lima (5) hal yang menjadi catatan pentingnya untuk dijadikan evaluasi.

Dia menyebut Polri adalah organisasi yang memiliki motto Rastra Sewakotama. Kata Opan motto itu memiliki arti yang sangat mendalam, yakni Abdi Utama Bagi Nusa Bangsa. Organisasi Polri yang dibentuk pada tanggal 1 Juli 1946 ini bertanggung jawab langsung di bawah Presiden.

Sebelumnya Kepolisian bernama Badan Polisi Negara (BPN), Djawatan Polisi Negara (DPN) dan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI).

Polri mengemban tugas – tugas kepolisian Negara di seluruh wilayah Indonesia yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman serta pelayanan kepada masyarakat.

“Keberadaan Polri merupakan urat nadi bagi kemajuan dan penegakan hukum di Indonesia. Berbagai program dan penegakan hukum serta konseling telah banyak dirasakan masyarakat. Meski belum menyeluruh. “Kata Opan.

Selain ucapan ‘Selamat Hut Hari Bhayangkara ke 77, Polri kedepannya dapat memberikan solusi hukum berkeadilan untuk masyarakat. Sukses dan jaga amanah dalam mengemban tugas Negara’ Opan menyinggung 5 hal kinerja Polri kedepan.

“Ada 5 hal yang harus dievaluasi dan mendapat perhatian khusus dari Kapolri dan para pejabat tinggi di Kepolisian kita. Ini berdasarkan catatan kami dan mungkin juga dirasakan oleh sebagian masyarakat Indonesia. “Ulas Opan.

Sebagai aktifis pers, dia merinci 5 hal yang menjadi catatannya untuk Polri, yakni:

Pertama, sering terjadinya salah tangkap, sehingga terjadi unsur pemaksaan, penyiksaan terhadap orang yang ditangkap dan dipaksa mengakui apa yang tidak diperbuatnya;

Kedua, penegakan hukum berkeadilan bagi masyarakat Indonesia masih tebang pilih perkara. Seolah – olah hukum tumpul keatas dan tajam kebawah;

Ketiga, baik Kapolri, Wakapolri, Kabareskrim serta para perwira tinggi Polri baik ditingkat Mabes, Polda, Polres dan Polsek kurang menghargai aduan serta menutup ruang komunikasi kepara jurnalis, masyarakat serta pihak – pihak lainnya dengan dalih frase – frase yang ditiadakan dalam pasal – pasal KUHP yang tidak bisa digunakan;

Keempat, masih kurangnya sosialisasi edukasi pelayanan masyarakat, sehingga rakyat yang tak memahami hukum maupun rakyat kecil untuk membuat aduan dan laporan kepolisian seperti dipersulit;

Kelima, banyaknya proses hukum yang sedang berjalan di Kepolisian mandek, bahkan memakan waktu lama untuk diproses, dan tidak mematuhi aturan KUHAP sehingga muncul pemikiran negatif dari rakyat Indonesia yang membuat buruknya pelayanan Polri.

“Kelima hal tersebut diatas, semoga menjadi catatan penting agar kedepannya Polri dapat menjalankan tugas dan fungsinya untuk memberikan rasa perikeadilan dan perikemanusiaan bagi masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu. “Pungkas Opan. [***]