OPINI | NUSANTARA
“Sistem kapitalis sekular selalu menampakkan keburukannya di segala bidang, bahwasanya apapun kebijakannya, sekalipun untuk menyejahterakan rakyat, selalu mengacu pada untung rugi,”
Oleh : Khansa Mustaniratun Nisa,
BERBICARA tentang sampah sepertinya tak akan ada ujungnya. Apalagi dengan tata kelolanya yang masih belum menemukan solusi jitu. Lantas bagaimana cara pengelolaannya dan siapa yang bertanggung jawab mengatasi persoalan sampah ini?
Pemerintah Kabupaten Bandung melakukan terobosan untuk mengatasi permasalahan sampah di wilayah Kabupaten Bandung dengan tanpa mengeluarkan anggaran sepersenpun. Sampah di Kabupaten Bandung akan dikelola PT Cipta Serra Utama tanpa tipping fee sepersenpun. (portalbandungtimur.pikiran-rakyat.com, 7/2/22).
Harus diakui, sampah bukanlah permasalahan sepele. Karenanya harus betul-betul diselesaikan sebaik mungkin.
Sistem kapitalis sekular saat ini memang telah mengupayakan berbagai macam cara untuk mengatasi sampah yang melimpah ini. Hingga langkah yang diambil baru-baru ini adalah dengan cara menyerahkan pengelolaan sampah kepada pihak swasta.
Pengelolaan sampah diserahkan kepada swasta tanpa tiping fee yang dibebankan bagi Pemkab, sama saja upaya lepas tangan pemerintah dari peliknya persoalan sampah. Sementara rakyat tetap terbebani dengan iuran sampah yg bisa jadi juga terjadi kenaikan ketika dikelola oleh swasta, karena swasta berorientasi mendapatkan keuntungan. Artinya, ini bukan lagi pelayanan tetapi bisnis.
Sebagaimana telah menjadi rahasia umum, sistem kapitalis sekular selalu menampakkan keburukannya di segala bidang, bahwasanya apapun kebijakannya, sekalipun untuk menyejahterakan rakyat, selalu mengacu pada untung rugi.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan Islam. Islam menjadikan perilaku menjaga kebersihan sebagai bagian dari hukum syariat yang harus ditaati oleh setiap muslim. Dalam kitab-kitab fikih, bab pertama yang dipelajari adalah tentang thaharah (bersuci). Maka menumbuhkan sikap dan perilaku menjaga kebersihan dan kesehatan adalah wujud ketakwaan individu muslim dan didukung pula oleh masyarakat dan negara.
Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, Maha Bersih dan mencintai kebersihan, Maha Mulia dan mencintai kemuliaan. Karena itu, bersihkanlah rumah dan halaman kalian, dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi” (HR. at-Tirmidzi dan Abu Ya’la).
Penanggulangan di level individu bisa dimulai dari yang bisa dilakukan di setiap rumah. Misalnya dengan membatasi penggunaan plastik sekali pakai, memilah antara sampah kering dan basah dan sebagainya. Namun, tentunya harus pula disiapkan sarana pengelolaan sampah selanjutnya agar pemilahan tak sekedar edukasi dan dianggap sia-sia.
Di level pemerintahan, negara bekerjasama dengan pemerintah daerah sejatinya memiliki perangkat pengelolaan sampah yang lengkap. Mulai dari kebijakan hingga teknologinya. Sanksi tegas dapat diberikan kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran.
Sejarah Kekhilafahan Islam telah mencatat pengelolaan sampah sejak abad 9-10 M. Pada masa Bani Umayah, jalan-jalan di Kota Cordoba telah bersih dari sampah-sampah karena ada mekanisme menyingkirkan sampah di perkotaan yang idenya dibangun oleh Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi.
Tokoh-tokoh muslim ini telah mengubah konsep sistem pengelolaan sampah yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, karena di perkotaan padat penduduk telah berpotensi menciptakan kota yang kumuh (Lutfi Sarif Hidayat, 2011, Kesejahteraan Di Era Khilafah).
Di sisi lain dan yang paling utama, negara yang menerapkan aturan Islam sepenuhnya akan melahirkan pemimpin yang memahami bahwa amanah kepemimpinannya akan ia pertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.
Sehingga tidak akan lepas tangan terhadap masalah apapun, termasuk dalam mengatasi sampah. Semua ini berdasarkan dengan sabda Rasulullah Saw.: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya….”. (HR. Bukhari-Muslim)
Dari semua ini, masihkah kita nyaman dan berharap kesejahteraan di semua bidang pada sistem selain Islam? Wallahu a’lam bish shawab. [*GF/RIN]
*Penulis Adalah Mentor Kajian Remaja