Lapan6Online | Jakarta : Terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, divonis mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sambo juga dikenai pasal berlapis dalam perkara obstruction of justice.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut dengan pidana mati,” ujar Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jakarta, pada Senin (13/02/2023).
Mendengar vonis hukuman tersebut, mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo langsung tertunduk. Sedangkan pengunjung sidang pun riuh spontan memberikan respons atas putusan majelis hakim. Sementara keluarga Brigadir j, dalam hal ini Rosti Simanjuntak, Ibunda korban menangis seusai mendengar vonis Majelis Hakim bagi terdakwa Brigadir J. Wanita ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada majels hakim serta masyarakat.
Dalam putusaannya, hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain itu, hakim juga menilai Ferdy Sambo terbukti melanggar Pasal 49 jo. Pasal 33 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11/2008 tentang ITE jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam memaparkan pertimbangan, Wahyu mengatakan bahwa majelis hakim tidak memperoleh keyakinan yang cukup bahwa Yosua telah melakukan pelecehan seksual atau perkosaan atau bahkan perbuatan yang lebih dari itu kepada Putri Candrawathi.
Selain itu, Wahyu juga mengatakan bahwa unsur perencanaan pembunuhan Brigadir J telah terbukti.
“Unsur dengan rencana terlebih dahulu telah nyata terpenuhi,” ucap Wahyu.
Wahyu menjelaskan bahwa perencanaan tersebut didasari rasa sakit hati Ferdy Sambo setelah mendengar aduan dari istrinya, Putri Candrawathi, mengenai pelecehan seksual yang ia alami. Sebagaimana yang diketahui, Putri Candrawathi yang saat itu berada di Magelang, Jawa Tengah, menghubungi Ferdy Sambo yang berada di Jakarta dan menceritakan bahwa Yosua telah berlaku kurang ajar terhadap dirinya.
Atas dasar tersebut, perencanaan pembunuhan pun dimulai setelah Ferdy Sambo mengetahui Ricky Rizal mengamankan senjata api HS milik Yosua.
“Yang meskipun atas inisiatif sendiri, akan tetapi diperoleh fakta sampai di Jakarta, senjata api HS masih di dashboard. Harusnya, Ricky Rizal bisa mengembalikan senjata tersebut ke Yosua, tetapi tidak dilakukannya,” ucap Wahyu.
Wahyu menilai, hal lainnya yang menunjukkan bahwa Ferdy Sambo telah merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J, perintah Ferdy Sambo kepada Richard Eliezer atau Bharada E untuk menambahkan peluru dalam senjatanya, serta meminta Eliezer untuk mengambil senjata HS milik Yosua dan memberikannya kepada Ferdy Sambo.
“Hal ini diartikan bahwa terdakwa telah memikirkan segala sesuatunya yang sangat rapi dan sistematis,” ucap Wahyu.
Berdasarkan berbagai pertimbangan, Wahyu mengungkapkan bahwa majelis hakim meragukan keterangan Ferdy Sambo yang menyatakan bahwa dirinya hanya menyuruh Richard untuk menjadi back-up dirinya dan mengatakan, “Hajar, Chad” ketika mereka telah berhadapan dengan Yosua.
“Menurut Majelis Hakim, hal itu merupakan keterangan atau bantahan kosong belaka,” tuturnya.
Dalam menyusun putusan tersebut, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, salah satunya, Ferdy Sambo tidak sepantasnya melakukan perbuatan tersebut dalam kedudukan sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri.
“Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyak anggota Polri lainnya turut terlibat,” kata Wahyu.
Vonis ini lebih berat apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum pada Selasa (17/01/2023).
Sebelumnya, tim jaksa penuntut umum (JPU) menuntut terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo untuk menjalani pidana penjara seumur hidup dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Putri Candrawathi Divonis 20 Tahun
Keadaan haru disertai rasa senang kembali menyelimuti keluarga Brigadir J. Terlihat pihak Keluarga Brigadir J berpelukan usai pemberian vonis 20 tahun kepada Putri Candrawathi (PC). Ibunda Yosua merasa puas dengan tuntutan hukuman yang diberikan oleh Hakim. Lantas ia menyodorkan foto anaknya usai majelis hakim membacakanvonis terdakwa PC.
“Putri, ini Yosua yang kau bunuh,” ucap Rosti sembari menggerung meneteskan air matanya di dalam ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (13/02/2023).
Tak hanya itu, Rosti lantas menyinggung bahwa putranya, Brigadir J sebagai ajudan terbaik, seperti {utri yang sempat memuji sosok Brigadir J sebagai ajudan terbaik. “Derita anakku itu loh. Mana ajudanmu yang terbaik itu, Putri?” ujarnya. (*Kop/MasTe/Lpn6)