“PT. Antilope Madju tidak sesuai dengan letak objek yang dimiliki kliennya. Pernyataan itu dilontarkan Nasar sesuai dengan fakta-fakta dan bukti yang ada, bahwa Sertifikat HGB 2577 atas nama PT. Antilope yang telah diterbitkan November tahun 2000 lalu,”
Lapan6Online | JAKARTA : Perkara tanah ahli waris Piok bin Kemper Girik C.1034 Persil 7 S III Nomor 11/1.711.01 telah masuk babak Pemeriksaan Setempat (PS) atau Sidang Lapangan.
Perkara yang muncul di tahun 2020 ini bermula diketahui ahli waris adanya Sertifikat Hak Guna Bangun (HGB) Nomor 2577 atas nama PT. Antilope Madju, Puri Indah, Jakarta Barat.
Dalam Pemeriksaan Setempat yang berlokasi di Jl. Puri Molek I, Blok P-6 No. 1, Kelurahan Kembangan Selatan ini dihadiri oleh Hakim Ketua Merna Cinthia, Hakim Anggota 1 Budiamin Rodding, Hakim Anggota 2 Akhdiat Sastrodinata, Panitra Pengganti Rudy Syamsumin, pihak PT Antilope yang diwakilkan oleh pengacara Hery Sulistiono.
Hadir juga dari Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Suprapto, kuasa hukum ahli waris Piok bin Kemper, Muhammad Nasar, dan para ahli waris Piok bin Kemper, pada Senin (22/03/2021) pagi kemarin.
Dalam pemeriksaan setempat, Hakim Anggota 2 Akhdiat Sastrodinata Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta merinci batas-batas kepemilikan tanah ahli waris Piok bin Kemper, dan luas tanah yang diperkarakan oleh PT. Antilope.
“Disini kami hanya merinci batas-batas dan luas tanah yang dimiliki ahli waris Piok bin Kemper, apakah sesuai atau tidak, tadi dikatakan ahli waris bahwa sisa tanah yang kini diperkarakan tergugat dalam hal ini PT. Abtilope seluas 2.786 meter persegi, sedangkan di sertifikat HGB 2577 milik PT. Antilope tertulis luas tanah yang diakuinya seluas 2.888 meter persegi. “Ungkap Akhdiat.
Fakta-fakta lainnya, dikatakan Akhdiat akan dibacakan pada sidang selanjutnya di PTUN untuk menentukan keabsahan dari kepemilikan tanah tersebut. “Nanti semua akan dibacakan di PTUN, kami disini hanya mencari fakta-fakta lapangan dan tambahan pembuktian, sidang lanjutan akan digelar pada hari Selasa, tanggal 30 Maret 2021. “Ucapnya.
Sebagai tergugat 1 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Administrasi Jakarta Barat, pihaknya mengklaim bahwa HGB 2577 sudah sesuai dengan permohonan awal dan data-data yang diajukan PT. Antilope, namun hal-hal kepemilikan lainnya kami belum tahu.
“Kami hanya menjelaskan duduk perkara muncul dan diperpanjangnya HGB 2577, dimana yang kami utarakan sebatas yang kami ketahui berdasarkan permohonan dan pengajuan PT. Antilope. ” Singkat Suprapto di depan Hakim Ketua saat Pemeriksaan Setempat di lokasi tanah.
Sementara pengacara Antilope Hery Sulistiono mengatakan pihaknya tetap berpegang pada sertifikat HGB 2577.
“Artinya HGB itu kan sudah diterbitkan berdasarkan surat ukur 169/2020, tanggal 7 November 2000, jadi untuk apa dipersoalkan lagi. “Ulas Hery.
Sebagai bentuk pembelaan Hak waris, Muhammad Nasar merinci adanya ketidakcocokan dalam sertifikat HGB 2577, ia menguraikan adanya Keputusan Gubernur DKI Jakarta, Nomor 1227 tahun 1989 tentang Pemekaran Wilayah.
“Dulunya kan objek tanah ada di Meruya Ilir, dan sejak adanya pemekaran berubah menjadi Meruya Utara. Itupun diperkuat dengan pernyataan RT/RW setempat bahwa objek tanah yang dimaksud belum pernah diperjual belikan kepihak lain, disini juga sudah jelas dengan adanya surat pernyataan tidak sengketa dari Lurah Meruya Utara. “Beber Nasar.
Oleh karenanya Nasar menilai sertifikat HGB 2577 yang dimiliki PT. Antilope Madju tidak sesuai dengan letak objek yang dimiliki kliennya. Pernyataan itu dilontarkan Nasar sesuai dengan fakta-fakta dan bukti yang ada, bahwa Sertifikat HGB 2577 atas nama PT. Antilope yang telah diterbitkan November tahun 2000 lalu berada di Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan dan bukan di Meruya Utara.
“Kelurahan Kembangan Selatan, Kecamatan Kembangan itu kan setelah pemecahan batas objek sengketa a quo dari Kelurahan Meruya Utara, jadi jelas HGB 2577 salah alamat. “Ungkap Nasar.
Atas dasar kevalidan yang dimilikinya, Nasar menjelaskan Sebelum pemekaran, awalnya objek masuk wilayah Meruya ilir, kemudian keluar SK Gubernur tahun 1987 yang menegaskan bahwa Kelurahan Meruya Utara pada tahun 1991/92 masuk ke wilayah Kembangan Selatan setelah adanya pemisahan jalan tol sebagai perbatasan.
Lanjut Nasar, lahirnya nama Kelurahan Kembangan Selatan berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta tahun 1992, hal itu dipertegas juga dengan permohonan Walikota Jakarta Barat terkait batas-batas dan luas pemekaran wilayah.
Soal Girik C.1034 Persil 7 S III dengan luas tanah 2.786 meter persegi atas nama Piok bin Kemper yang beramat di Kp. Penggilingan RT06/01 Meruya Utara Kelurahan Kembangan eks Meruya Utara Kecamatan Kembangan, kata Nasar adalah secara utuh milik ahli waris Piok bin Kemper dan bukan milik HGB 2577 atas nama PT. Antilope Madju.
“Keyakinan kami, majelis hakim akan bersikap objectif dan melihat fakta-faktanya. Untuk itu gugatan yang kami layangkan kepada BPN Jakarta Barat sebagai Tergugat 1, dan PT. Antilope sebagai Tergugat 2. “Pungkasnya. [*TWS]