“Negara memberi talangan. Ini adalah perampokan besar-besaran terhadap Negara secara legal. Faktanya, yang menikmati hasil hanyalah segelintir kaum kapitalis, pemilik bank, elit BUMN dan pemilik kursi,”
Oleh : Ummu Dzakiyah, SHI
Lapan6Online : Skandal Jiwasraya terkuak setelah kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Hal ini dianggap kasus ini merupakan kerugian negara terbesar ke-2.
Dalam berita vivanews (29/12/’19), Perusahaan asuransi jiwa milik plat merah ini mengalami gagal bayar sebesar 13 Triliun dan meminta talangan negara 30 Triliun lebih untuk menyehatkan diri. (financedetik.com 16/12/’19).
Maka dari itu, seluruh pihak penegak hukum mulai dari Kejaksaan Agung, Polri hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai harus ”keroyokan” mengungkap kasus ini (VIVAnews 29/12/’19).
Berbagai pendapat tentang latar belakang kebangkrutannya. Menurut Said Didu pengamat BUMN menganggap ada “perampokan keuntungan” terutama menjelang tahun politik. Ini sejalan adagium “BUMN merupakan sapi perah partai dan rezim penguasa”.
Sedangkan pengakuan Dirut Jiwasraya menambahkan latar belakang lain, yakni BUMNnya sudah lama tidak sehat. Seperti dilansir COMPAS.com (19/12/’19) dipilih cara sangat beresiko (unprudent) untuk mengatasinya.
Yakni dengan menjual “JS Saving Plan” asuransi- investasi (bancassurance). Yakni, dengan memberikan bunga sangat tinggi kepada masyarakat dan Jiwasraya menanam modalnya di bursa saham. Bahkan dengan membeli saham gorengan (saham perusahaan yang “digoreng” seolah sangat menguntungkan).
Hal ini berujung terjadi skema Ponzi yakni premi yang dibayar pelanggan asuransi dipakai membayar keuntungan/bunga tinggi para nasabah bancassurance. Pada gilirannya, gagal bayar polis asuransi.
PT asuransi Jiwasraya menyebutkan dua bisnis model yang dijalankan perusahaan asuransi ini memaksa terjadinya skema ponzi dalam bisnisnya.
Padahal jelas-jelas skema ini justru malah membebani kondisi keuangan perusahaan. Direktur Utama Jiwasraya, Hexana Tri Sasongko mengatakan, skema ini membuat perusahaan harus menggunakan setoran premi dari anggota untuk membayarkan klaim yang jatuh tempo setiap hari.
Persoalan ini bertambah buruk, mengingat BUMN seringkali menjadi tumpuan sponsorship untuk berbagai proyek individu di lingkaran kekuasaan. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan kebingungannya saat mengetahui bahwa ternyata PT Asuransi Jiwasraya (Persero) melakukan ‘make up’ laporan keuangan.
Hal ini dilakukan demi menjadi sponsor salah satu klub papan atas Liga Inggris, Manchester City. Arya membeberkan total sponsorship Jiwasraya ke Manchester City sebesar RP 6 miliar (per tahun) sebelum pajak. Nah, sekitar Rp 7,5 miliar (per tahun) setelah pajak,” kata Arya. (CNBCIndonesia 27/12/’19)
Disadari ataupun tidak, Negeri ini dalam kondisi dicengkeram oleh gurita kapitalisme. Sehingga persoalan aset rakyat dan modal negara yang dikelola BUMN dari tahun ke tahun terus mengalami kekacauan.
Sampai skandal Jiwasraya pun bukan satu-satunya masalah ekonomi yang membelit negeri ini. Mulai dari skema pengelolaan BUMN model korporasi. Keterlibatan oligarki pun sudah menjadi rahasia publik. Politik balas budi yang tidak dapat dihindari.
Bagi-bagi “kue kekuasaan” menjadi tradisi basi. Sehingga tempat yang strategis adalah memanfaatkan BUMN bagi kepentingan pemilik kursi dan anggota partai.
Hingga cara-cara mencari untung yang sarat riba dan gambling tidak bisa dihindari. Mereka tidak peduli melanggar syariat-Nya. Pada akhirnya berujung krisis dan mengalami kebangkrutan.
Sebagai jalan keluarnya, Negara memberi talangan. Ini adalah perampokan besar-besaran terhadap Negara secara legal. Faktanya, yang menikmati hasil hanyalah segelintir kaum kapitalis, pemilik bank, elit BUMN dan pemilik kursi.
Skandal ini mestinya menyadarkan kita semua betapa buruknya kapitalisme. Tidak ada sedikitpun kebaikan dan maslahat bagi rakyat. Sistem yang hanya dipertahankan oleh mereka yang ingin kekuasaannya abadi.
Problematika negeri ini kian pelik, BUMN merugi, TDL naik, iuran BPJS kian mencekik, utang negara menggurita, harga kebutuhan pokok meninggi, sehingga daya beli masyarakat menurun hingga rakyat semakin miskin dan sebagainya.
Negeri ini butuh solusi komprehensif, dengan cara melepaskan belenggu kapitalisme, digantikan dengan aturan yang bersumber dari Dzat Yang Maha Mengatur. Sebuah aturan yang mampu menundukkan keserakahan manusia.
Dialah Islam, dan aturan Islam secara totalitas hanya bisa terealisasi hanya dalam daulah Khilafah.Wallahu A’lam bi ash showaf. GF
*Sumber : Media Lapan6 Group