POLTIK | NUSANTARA
“Kalau saya lihat LaNyala menumpangi DPD. Ini salah satu preseden buruk di publik, menggunakan lembaga negara untuk pertarungan di pemilu mendatang. Ini suatu bentuk kecurangan,”
Lapan6Online | Jakarta : AMPUH (Aliansi Masyarakat dan Pemuda Nusantara Merah Putih) akan melaporkan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti kepada Badan Kehormatan DPD RI.
Sekjen AMPUH, Heru Purwoko mengatakan laporan tersebut menyikapi pencopotan Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI yang tidak sesuai aturan konstitusi.
“Dalam beberapa hari ke depan, AMPUH akan melaporkan terkait pertanggung jawaban LaNyalla sebagai pimpinan DPD RI. Kita berharap Badan Kehormatan tidak masuk angin,” ujar Heru, pada Sabtu (27/08/2022).
Heru meminta Badan Kehormatan DPD untuk menindak LaNyala karena telah melakukan pelanggaran. Pihaknya juga menolak upaya pencopotan Fadel sebagai Wakil Ketua MPR RI yang sarat kepentingan LaNyala.
“Kita melihat ada suatu hal kenapa Fadel dicopot? Diduga ada sedikit konflik dengan LaNyalla terkait 2024. Secara personal sebenarnya Fadel mendukung cara-cara yang digunakan LaNyalla, tapi ketika menggunakan lembaga DPD untuk pencapresannya Fadel tidak mendukung,” kata Heru.
Karena, katanya, DPD itu bukan milik perorangan atau kelompok, tapi lembaga Negara yang diatur oleh undang-undang. “Itu yang dilakukan LaNyalla,” tandasnya.
Dia juga mempertanyakan billboard (papan reklame) LaNyalla yang tersebar untuk sosialisasi, apakah masuk anggaran DPD atau anggaran pribadi?
“Ketika itu (billboard) memakai anggaran Negara melalui DPD, berarti LaNyala sudah tidak benar. Karena setiap Bilboard itu beda dengan baliho yang dipasang bambu. Itu berbayar dan tidak gratis,” terangnya.
Dia mencontohkan, di pinggiran Jakarta ada beberapa titik billboard di Jatiwaringin. Menurutnya, itu paling murah biayanya sekitar 35-50 juta.
“Sepanjang jalur Kalimalang ada beberapa titik itu resmi papan reklame. Saya melihat beberapa minggu lalu masih ada, biaya per bulannya cukup besar,” sebut Heru.
Selain itu, Heru mencontohkan, jika di Jakarta ada 5 wilayah dan LaNyalla bermain di Timur dan Pusat saja, misal ada 100 titik, maka satu titik saja biayanya sekitar Rp1 Miliar. “Belum wilayah yang lainnya di daerah,” katanya.
Namun, lanjutnya, yang menjadi pertanyaan ketika billboard itu menggunakan logo DPD apakah memakai anggaran DPD atau anggaran pribadi? Karena dia melihat isi di billboard bukan tentang DPD, tapi mensosialisasikan sosok LaNyalla sebagai bacapres (Bakal Calon Presiden).
Menurutnya, dalam undang-undang, istilah mosi tidak percaya itu tidak ada, begitu pula bahwa Fadel tidak membuat laporan selama menjabat 3 tahun sebagai Wakil Ketua MPR RI hanya alasan yang dicari-cari.
“Terkait BLBI juga sudah selesai,” tegasnya.
Lebih lanjut Heru menduga, pencopotan Fadel itu intinya karena LaNyala tidak suka ada yang menghalangi ambisinya, dan mosi tidak percaya itu hanya mengada-ada.
Ketika datang ke Sulawesi dibarengi dengan agenda relawan, bukan kunker sebagai kapasitas sebagai Ketua DPD untuk menyerap aspirasi dari daerah.
“Kalau saya lihat LaNyala menumpangi DPD. Ini salah satu preseden buruk di publik, menggunakan lembaga negara untuk pertarungan di pemilu mendatang. Ini suatu bentuk kecurangan,” katanya.
“Semestinya KPK turun adakah penggunaan anggaran, karena tidak semestinya anggaran untuk kegiatan DPD tapi digunakan untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.
Menurutnya, LaNyala terlihat jelas ambisi untuk maju, bukan hanya sebatas billboard tapi juga gugatan ke MK. (*Kop/Mas Te/Kop/Lpn6)