”Masalah uang perjalanan dinas ini memalukan. Terlalu besar terjadi penyimpangan,”
Jakarta | Lapan6Online : Komisi V DPR mencecar Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi terkait temuan BPK terhadap dana perjalanan dinas PNS sepanjang 2019 yang mencapai Rp 8,1 miliar. Hujan kritik dilontarkan dalam rapat bersama antara pemerintah dan legislatif pada Rabu, 15 Juli 2020.
Anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Golkar Hasan Basri Agus mengatakan temuan ini merupakan hal yang memalukan.”Masalah uang perjalanan dinas ini memalukan. Terlalu besar terjadi penyimpangan,” ujarnya di kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (15/07/2020) siang.
Meski Kementerian telah menindaklanjuti sebagian temuan tersebut, tutur dia, semestinya kesalahan ini tidak terjadi secara berulang-ulang. Apalagi, penyelewengan dana perjalanan dinas umumnya bermodus titipan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang merupakan model kecurangan lawas.
Cecaran senada dilontarkan Partai Gerindra, Eddy Santana. Dia mengatakan temuan terhadap dana perjalanan dinas sulit dikembalikan. Sebab, nilai yang diterima oleh PNS umumnya berupa pecahan kecil di bawah Rp 10 juta.
Dia menyarankan, sebagai bentuk perbaikan struktur kelembagaan, Kementerian harus mengatur agar perjalanan dinas memperoleh izin lebih dulu dari eselon I dan II. “Ini harus jadi perhatian ke depan harus dikontrol. Jadi tidak ada perjalanan fiktif,” tuturnya.
Sementara itu, anggota Komisi V lainnya dari Fraksi PDIP, Bambang Suryadi, menilai Kementerian Desa dan PDTT mesti membereskan perkara-perkara perjalanan dinas pada tahun mendatang agar tidak menjadi temuan BPK selanjutnya. Dia juga meminta penjelasan secara rinci terkait temuan tersebut, apakah hal ini berhubungan dengan kelebihan bayar atau kecurangan surat perjalanan dinas.
“Kalau terkait kelebihan bayar, berarti pengelola perjalanan dinas perlu dikoreksi,” katanya.
Menteri Desa dan PDTT Abdul Halim Iskandar sebelumnya menerangkan temuan terkait perjalanan dinas senilai Rp 8,1 miliar telah ditindaklanjuti oleh Kementerian sebesar Rp 3,9 miliar. “Jadi 48,91 persen sudah kami selesaikan,” ujarnya.
Meski demikian, Abdul mengaku kaget saat pertama kali mendapati rekomendasi BPK. Setelah itu, Abdul pun memastikan pihaknya telah menelusuri dana Rp 8,1 miliar ini dan menemukan beberapa masalah yang melatari adanya temuan.
“Perjalanan dinas mengapa temuan (perjalanan dinas) besar karena waktunya beririsan. Misalnya, Selasa, Rabu, Kamis, Senin, Selasa, itu dihitung dua kali,” tuturnya. Kemudian, ada pula PNS yang sebelum berangkat ke luar kota melakukan absen digital (finger print) lebih dulu di kantornya sehingga terjadi perekapan ganda.
“Kami sedang cari solusinya, termasuk berita acara penugasan penghapusan finger print atau berita acara dia keluar kota tapi sudah finger print.
“Temuan terkait realisasi perjalanan dinas tidak tertib 1 temuan. Jumlah temuannya Rp 8 miliar dan sudah ditindaklanjuti sebesar Rp 3 miliar,” kata Abdul saat rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, pada Rabu (15/07/2020).
Selain itu, ada 8 temuan terkait kekurangan volume pekerjaan dan termasuk kekurangan penerimaan berupa denda keterlambatan senilai Rp 6.848.284.194. Temuan itu sudah ditindaklanjuti 37,51% atau senilai Rp 2.568.757.617.
Ada juga 1 temuan terkait realisasi belanja barang yang berindikasi tidak riil senilai Rp 1.349.810.667. Abdul menyebut temuan itu sudah ditindaklanjuti 16,41% atau Rp Rp 221.557.520.
“Realisasi belanja barang terindikasi tidak riil ada 1 temuan dengan besaran Rp 1 miliar sudah ditindaklanjuti Rp 221 juta,” sebutnya.
Lalu ada 1 temuan terkait realisasi belanja jasa konsultan dan jasa lainnya yang berindikasi tidak riil dengan total Rp 1.223.746.454 dengan total yang sudah ditindaklanjuti sebesar Rp 632.034.092.
Terakhir, ada 1 temuan terkait kelebihan pembayaran atas realisasi belanja honorarium dengan total Rp 337.166.500. Dari temuan itu, sudah ditindaklanjuti sebesar Rp 151.446.500 atau sebesar 44,92%. Gatkop/Maste