Substansi Politik Islam Demokrasi

0
48
Suci Hati, S.M/Foto : Istimewa
“Sebagai parpol, partisipasi eksponen KAMI akan lebih jelas dan solutif. Demokrasi deliberasi akan semakin kaya gagasan,”

Oleh : Suci Hati, S.M

Jakarta | Lapan6Online : Akhir-akhir ini berita rencana dihidupkannya kembali Partai Masyumi sebagai parpol ramai diperbincangkan. Salah satu deklarator Partai Masyumi reborn, Ahmad Yani, menyebut partai yang tengah dibangkitkan kembali oleh sejumlah deklarator KAMI itu ingin menampung suara ormas Islam seperti FPI hingga PA 212. Sebab, suara mereka dinilai belum tertampung oleh parpol Islam lainnya. (Kumparan.com, 09/11/ 2020).

Bahkan mengajak Partai Ummat bentukan Amien Rais untuk bergabung. Jadi Masyumi menawarkan Pak Amien di forum agar Pak Amien bergabung dengan Partai Masyumi. (Liputan6.com, 8/11/2020).

Menurut anggota DPR Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno menilai deklarasi ini hanya merupakan bagian dari marketing politik dari sejumlah tokoh KAMI. Demokrasi membuka ruang bagi eksperimen imajinasi dan kreativitas politik. Hendrawan juga menilai wajar sikap KAMI yang berubah.

Awalnya KAMI menegaskan tidak akan membentuk parpol, namun kini langkah yang diambil berbeda. Bukan hanya sekadar menjadi organisasi yang muncul dan menyampaikan kritik ke pemerintah tanpa menghadirkan solusi. “Sebagai parpol, partisipasi eksponen KAMI akan lebih jelas dan solutif. Demokrasi deliberasi akan semakin kaya gagasan,”(Kumparan.com, 09/11/ 2020).

Dilihat dari kancah perpolitikan saat ini yang kian memanas hingga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pun semakin menurun salah satunya disebabkan pengesahan UU Ciptaker/ UU sapu jagat yang tidak memihak kepada masyarakat serta pujian-pujian paling nasionalis namun keadilan hanya omong kosong di siang bolong serta janji-janji manis kampanye yang jauh dari realisasi.

Dengan segala bentuk kekhasan yang timbul dari kezholiman penguasa yang represif serta oligarki kekuasaan menggambarkan neo orba masa kini yang sangat menonjol inilah yang membuat masyarakat kian geram.

Oleh karena itu masyarakat sangat menantikan adanya pembawa perubahan yang mampu mengarahkan perpolitik secara integritas dengan rasa takut akan Tuhannya serta memihak kepada aspirasi kesejahteraan masyarakaratnya dan mampu menghilangkan kezholiman serta menegakkan keadilan di negeri ini.

Memang Parpol Islam berdiri karena tiadanya peluang pada partai yang ada untuk mewujudkan cita-cita perjuangan, karena ketidakpuasan terhadap partai sebelumnya. Yang menjadi pertanyaan mampukah parpol Islam yang dideklarasikan untuk berkolaborasi dengan sistem sekuler?

Bila nyata hal tersebut dilakukan akan berdampak makin beragamnya fragmentasi umat. Pasalnya kita melihat partai politik baru seperti partai bentukan Amien Rais Partai Ummat bukankah telah menjadi bagian dari partai sebelumnya yang berkeinginan menwujudkan perubahan namun nyatanya malah banyak parpol Islam yang berputar haluan dari visi misi pembentukannya serta tidak memiliki pengaruh sedikitpun terhadap suara kaum muslim di negeri ini justru membebek mengikuti arus perpolitikan beraroma kental sekuleris maka inilah substansinya yang telah membelokkan ajaran agama hingga agama hanya dicukupkan dengan individu saja namun ketika berpolitik ideologi Islam itu akan sangat ditentang.

Begitu pula dengan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) yang pernah ada di masa Soekarno dengan visi misi menjadikan hukum Islam sebagai solusi dalam bebangsa dan sempat ditumbangkan rezim.

Dan kini ingin kembali dibangkitkan lagi menjadi “Masyumi Reborn” jangan sampai parpol Islam hanya dijadikan tameng untuk berlindung dibalik narasi Islam yang memanfaatkan sebagai marketing politis disaat ghirah umat akan Islam semakin tampak sedangkan aktifitas politik yang dilakukan hanya beroriensi meraih kursi hingga berkuasa.

Jika tujuannya ingin membangun kesadaran masyarakat untuk terus melakukan sebuah perubahan dengan cara masuk ke parlemen maka aspirasi penegakan syariat itu akan mustahil diwujudkan di kancah politik demokrasi yang secara terang-terangan menentang dakwah Islam bahkan tidak segan-segan untuk melengserkan partai-partai tersebut yang memiliki ideologikan Islam di kancah demokrasi.

Maka wajar di sistem demokrasi sekuler menganggap ideologi Islam sangat mengancam institusi kekuasaan hingga mustahil bila hal tersebut mampu diwujudkan di jalur parlemen. Yang terjadi bukan mengubah tatanan yang ada malah menjadi senjata bagi parpol untuk terikut terwarnai dengan aturan kufur yang telah membelenggukan mereka.

Inilah jebakan demokrasi yang menghalangi umat memfokuskan pada pembangunan kesadaran politik Islam dengan masuk ke dalam lingkup demokrasi masyarakat akan semakin jauh dari perubahan yang mengantarkan kepada kemenangan Islam yang hakiki sebab landasannya saja sudah memisahkan agama dari kehidupan/sekulerisme sudah pasti tidak sejalan dengan aturan Islam.

Dalam pandangan Islam yakni Partai Politik Islam memiliki fungsi untuk memperbaiki masyarakat serta mengoreksi tindakan penguasa dan menyampaikan kebenaran kepada mereka tanpa rasa takut/khawatir sebab menyampaikan kebenaran adalah bagian dari perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagaimana dengan firmanya“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan umat meyeruh kepada kebajikan, menyeruh yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (TQS. Ali Imran : 104).

Ayat tersebut bermakna agar kaum Muslim mendirikan suatu jamaah agar aktivitas suatu organisasi/partai dapat terjalankan sebagaimana fungsinya yakni beraktifitas menyeru kepada Islam, memerintahkan berbuat pada yang makruf dan mencegah perbuatan mungkar serta menjadi partai yang terbuka / tidak bersifat rahasia.

Partai politik Islam juga harus mengambil Islam secara sempurna baik Aqidah dan peraturannya. Maka Politik Islam yang telah mengemban misi Islam ia tidak akan mengadopsi paham demokrasi, sekulerisme, kapitalisme, sosialisme, nasionalisme dan paham-paham yang bertentangan dengan Islam yang secara jelas hanya akan mengemban pemikiran-pemikiran kufur.

Oleh sebab itu kebangkitan atau perubahan yang hakiki ialah dengan menjadikan Aqidah Islam sebagai padangan hidup serta mengemban Qiyadah Fikriyah (kepemimpinan berfikir) Islam yang akan mampu melanjutkan kehidupan Islam kembali sebagaimana dulu Islam pernah menguasai dunia hingga 1300 tahun lamanya.

Maka sudah sangat jelas dengan kembali kepada metode baku dan menghentikan segala bentuk jebakan yang keliru dengan cara masuk ke jalan parlemen maka akan mustahil perubahan yang hakiki bisa terwujud.

Maka jelas yang dikatakan Partai-partai shohih ialah yang meyakini bahwa mereka tidak akan masuk ke parlemen berasaskan sekulerisme yang bertujuan demi merebut kekuasaan untuk meraih materi semata namun ia akan terus menjalankan fungsi dan perannya untuk memperbaiki umat dengan dakwah Islam agar terbentuk masyarakat dengan pemikiran, perasaan dan aturan yang sama yakni Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. WalLahu a’lam bi ash-shawab. (*)

*Penulis Adalah Aktivis Muslimah Medan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini