OPINI
“Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat,”
Oleh : Yolanda Anjani
PANDEMI yang sudah hampir 2 tahun ini benar-benar meresahkan kalangan masyarakat. Bukan hanya perihal ekonomi, tetapi media juga ikut ambil peran menjadi sumber keresahan dikalangan masyarakat.
Semenjak pandemi, para pelajar menjalankan proses belajar secara daring. Dimana belajar seperti ini dinilai kurang efektif dan bahkan memerlukan biaya yang tidak sedikit untuk membeli kuota. Selain itu, terdapat dampak negatif lainnya, seperti halnya ketika para pelajar menggunakan gawainya namun pemanfaatannya tidak sesuai dikarenakan adanya konten yang beragam di sosial media dan internet yang sensitif, serta tidak edukatif.
“Pandemi COVID-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun, telah memunculkan seluruh aktivitas manusia bermigrasi. Dari interaksi secara fisik menjadi media komunikasi daring. Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital,” kata Johnny, dalam keterangannya yang dikutip pada Sabtu, 18 September 2021. (viva.co.id, 18/9/2021)
Johnny, Menteri Komunikasi dan Informatika, menjelaskan pemerintah punya tiga pendekatan untuk meredam sebaran konten negatif di internet yaitu di tingkat hulu, menengah, dan hilir. Untuk hulu conohnya, Kominfo telah menggandeng 108 komunitas, akademisi, lembaga pemerintah, hingga lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk memberikan literasi digital ke masyarakat. Menurut dia, harapannya bisa membantu masyarakat memahami informasi yang akurat. (viva.co.id, 18/9/2021)
“Kondisi ini dapat memicu terjadinya konten negatif di ruang digital,” ujarnya di World Economic Forum Global Coalition on Digital Safety Inaugural Meeting 2021, dari Jakarta pada Kamis malam pekan. Dilansir siaran pers di laman Kominfo, Minggu (19/9), hingga September 2021, Menkominfo menyebut mereka telah menghapus 24.531 konten negatif. Konten negatif yang dihapus termasuk 214 kasus pornografi anak, 22.103 konten terkait terorisme, 1.895 misinformasi Covid-19, dan 319 misinformasi vaksin Covid-19. (Merdeka.com, 21/9/2021)
Kominfo seperti yang dilansir di media merdeka.com telah menghapus beberapa konten negatif, namun sampai sekarang konten-konten negatif masih tetap saja ada. Seperti pornografi yang sangat mudah diakses oleh berbagai kalangan masyarakat, termasuk anak-anak dibawah umur.
Sangat disayangkan dan sungguh menyedihkan jika masalah ini tidak terselesaikan secara tuntas. Sebab, seharusnya pengetahuan anak sejak dini harus diberi asupan yang positif dan pembelajaran yang baik pula. Bukan diberi asupan konten yang tidak mendidik sehingga yang menyebabkan terbentuknya generasi rusak dengan taraf berpikir rendah.
Itulah sebabnya mengapa pendidikan juga sangat berpengaruh dengan media. Media menjadi sumber informasi dalam pembelajaran, dan pendidikan menjadi landasan berpikir bagaimana memilah agar dapat menggunakan media sebagai sarana positif.
Berbeda halnya dengan pendidikan di masa kegemilangan Islam, dimana pada masa itu semua berlomba-lomba untuk menciptakan suatu hal yang hebat dengan dilandaskan Al-Qur’an. Bahkan sedari kecil, anak-anak yang masih belia tetap harus diberikan bekal pembelajaran yakni akidah Islam. Karena sejatinya sumber ilmu pengetahuan sudah tertulis pada kalamullah, namun tugas manusialah untuk memanfaatkannya.
Maka, tak heran jika di masa kejayaan Islam banyak bermunculan ilmuwan tersohor. Para ilmuwan Islam terdahulu, sudah menunjukkan bagaimana kegigihan dalam berpendidikan saat itu dan senatiasa ilmu yang didapat selalu diamalkan dengan tujuan kemaslahatan umat. Tak heran jika sosok Ibnu Sina dijuluki sebagai bapak kedokteran dunia.
Kenapa hal tersebut berbeda dengan pendidikan saat ini? Tentu saja ini disebabkan atas dasar pendidikan yang saat ini bukanlah berasal dari kitab suci Al-Qur’an, melainkan sebuah buku-buku dan pemahaman ala kapitalisme Barat yang pastinya tidak menerapkan Islam.
Ditambah dunia bagian barat kini semakin giat dalam memberikan materi sex education, yang ber-embel pendidikan seksual, padahal sudah terlihat dari kalimatnya bahwa bukan pelajaran yang baik didapatkan, melainkan pelajaran yang semakin menjauhkan kehidupan dari agama.
Tampak jelas perbedaan masa kegemilangan pendidikan dalam islam dengan pendidikan saat ini, begitulah jika Islam ditanamkan sebagai dasar dalam kehidupan hingga akhir kehidupan.
Maka sudah dipastikan sistem Islam sangat berpengaruh pada media yang kita gunakan saat ini maka dipastikan tidak akan ada lagi konten negatif. Anak-anak pun dapat mendapatkan ilmu yang terbaik dari sumber terbaik. Maka benarlah bahwa media menjadi salah satu faktor yang berpengaruh dalam menciptakan generasi pejuang terutama dalam ilmu pendidikan. Wallahu’alam . (*)
*Penulis Adalah Mahasiswi Teknik Komputer Universitas Pembangunan Panca Budi Medan