“Wajar jika Jokowi ketar-ketir, khawatir dirinya dan keluarganya diburu kasus hukum pasca lengser. Mengingat, dosa-dosa politik dan kezaliman Jokowi memang sangat telanjang diketahui public,”
Oleh : Ahmad Khozinudin
POLITIK dalam sistem sekuler itu machievelli, tidak kenal halal haram, tidak ada konsistensi nilai perjuangan. Tidak ada yang idealis, semua serba pragmatis.
Apa yang nampak di permukaan, belum tentu menggambarkan keadaan sesungguhnya di belakang panggung layar. Jika ada politisi atau partai, berseteru dan saling menyerang, itu hanya di layar gadget saja. Dibalik layar, mereka bisa saja kongkow bareng dan menikmati wine.
Seperti belum lama ini, Apel Siaga Perubahan NasDem dianggap sebagai seruan perang terbuka Partai NasDem terhadap Jokowi. Padahal, itu hanya manuver politik untuk membuat kesetimbangan politik baru pasca Johny G Plate tersangkut kasus korupsi BTS.
Dan benar saja, acara itu berbuah pertemuan Surya Paloh dan Jokowi. Padahal, pasca Johny G Plate tersangka, Jokowi mengabaikan Surya Paloh.
Lebih menarik lagi, Jokowi menanyakan siapa Cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan. Cawe-cawe Jokowi ini, bukan tanpa sebab. Mengingat, Jokowi butuh bantalan politik dari Presiden berikutnya, siapapun yang menang, tidak harus Ganjar atau Prabowo.
Adalah keliru, ketika Deny Indrayana menyatakan Jokowi mendukung Ganjar, mencadangkan Prabowo dan menjegal Anies. Yang sebenarnya terjadi adalah Jokowi mendukung dan mencadangkan semua capres, untuk mengamankan dirinya pasca lengser.
Prof Amien Rais menyatakan, adalah wajar jika Jokowi ketar-ketir, khawatir dirinya dan keluarganya diburu kasus hukum pasca lengser. Mengingat, dosa-dosa politik dan kezaliman Jokowi memang sangat telanjang diketahui publik.
Untuk mencari bungker, perlindungan politik dari kasus hukum yang memburunya, keliru sekali jika Jokowi fanatik ke Ganjar atau Prabowo. Yang benar, Jokowi harus menyiapkan dukungan kepada semua Capres yang berkontestasi.
Ibarat investasi, Jokowi harus meletakkan telur di semua keranjang. Telur dari keranjang mana saja yang menetas, Jokowi akan diuntungkan.
Anies sendiri, tidak akan mungkin menolak dukungan Jokowi. Dukungan Presiden yang punya alat negara, yang bisa mendukung kemenangannya, baik dengan aktif atau minimal dengan sikap netralnya, mustahil diabaikan.
Penunjukan Budi Arie Setiadji sebagai Menkominfo jelas merupakan investasi politik Jokowi untuk kepentingan Pilpres, yang bisa dijadikan sarana burgaining politik kepada semua capres. Siapa yang didukung, tim medsosnya akan aman. Siapa yang melawan, tim medsosnya akan dibungkam.
Padahal, kampanye era now mustahil hanya menggunakan spanduk, poster dan baliho, juga kampanye manual via pertemuan Akbar. Semua itu, kuncinya ada di medsos, karena pesan politik via medsos bisa dikirimkan kepada pemilih secara real time, setiap saat kepada setiap orang di semua tempat.
Jadi, siapapun yang ‘die hard’ membela Capres dipastikan akan kecewa. Karena capres akan membuat komitmen sendiri secara sepihak, tanpa memerlukan izin pendukungnya. Persis, seperti Prabowo yang merapat ke Jokowi dengan mengabaikan seluruh pemilihnya.
Yang tidak kecewa itu yang mendukung Capres karena cuan. Buzzer pendukung capres seperti ini hanya peduli kepada uang, tak pernah memikirkan soal konsistensi dan nilai-nilai perjuangan.
Agar tidak kecewa, lebih baik fokus berjuang untuk Islam, untuk agama Allah, untuk penegakan syariat Islam. Karena perjuangan untuk menegakkan syariat Islam, niscaya akan mendapatkan pahala dan ridlo Allah SWT, dan Allah SWT sekali-kali tidak akan pernah mengabaikan hamba-Nya yang berjuang dan membela Agama Islam. [*]
*Penulis Adalah Sastrawan Politik