Tapera, Solusikah Bagi Pekerja?

0
106
Ilustrasi : Net
“Kebutuhan publik seperti jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan wajib ditanggung oleh negara secara penuh bukan dibebankan kepada rakyat atau pihak swasta,”

Oleh : Fitria Azam

Jakarta | Lapan6Online : Kehidupan masyarakat ditengah pandemi saat ini begitu terasa sangat berat ibarat makan buah simala kama. Mereka bingung bagaimana cara bertahan hidup ditengah kesulitan yang mendera, tapi masyarakat juga dibuat pusing dengan banyaknya iuran, tagihan bulanan, pajak dan biaya kebutuhan lainnya.

Masyarakat masih menunggu langkah apa yang akan diambil oleh pemerintah untuk mengatasi kesengsaraan masyarakat ditengah pandemi. Tapi lagi-lagi pemerintah seolah ngeprank rakyat.

Fitria Azam/Foto : Ist.

Di tengah ekonomi yang sedang merosot tajam, PHK besar-besaran, Perusahaan dan sektor bisnis banyak yang gulung tikar, masyarakat malah semakin dibebani dengan kenaikan iuran BPJS, tagihan listrik mahal, harga-harga kebutuhan melonjak naik dan yang terbaru iuran Tapera.

Kejutan di awal bulan Juni 2020 ini Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dengan diterbitkannya PP Tapera pekerja harus rela gaji mereka harus dipotong sebesar 3 persen dengan rincian sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh perusahaan atau pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja diambil dari gaji pegawai (Kompas.com, 7/6/2020).

Banyak iuran yang harus ditanggung masyarakat khususnya para pekerja. Mereka diwajibkan membayar iuran BPJS kesehatan dan BPJamsostek, kini juga dibebani dengan iuran Tapera.

Iuran Tapera menambah daftar iuran bersama yang harus ditanggung oleh perusahaan dan pekerja. Deputi BP Tapera Eko Ariantoro mengatakan program Tabungan Perumahan Rakyat dengan tujuan untuk menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta. (Kompas.com)

Peserta dana Tapera terdiri dari golongan pekerja meliputi calon PNS, anggota TNI/POLRI, pejabat negara, pekerja BUMN/BUMD dan pekerja dari perusahaan swasta. Peserta dari golongan pekerja mandiri yaitu pekerja mandiri yang mendaftarkan diri secara suka rela (Viva.co.id, 3/6/2020).

Kebijakan ini menuai pro dan kontra pasalnya iuran Tapera sifatnya iuran dalam jangka panjang dan tentu dana Tapera berpotensi menjadi dana besar. Dan ini tentu akan mengedap dalam kurun waktu yang lama karena kepesertaan di BP Tapera akan berakhir jika pekerja sudah pensiun. Hal inilah yang membuat banyak pihak mempertanyakan bagaimana mekanisme Tapera.

Tapera dianggap semakin membebani pengusaha dan pekerja terlebih lagi kondisi bisnis saat ini sedang terpuruk. Pengamat ekonomi Intitute For Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa mayoritas para pekerja 90 persen menggunakan gaji mereka untuk memenuhi kebutuhan primer seperti kebutuhan konsumsi, pendidikan anak dan kebutuhan lainnya. Jika gaji mereka kembali dipotong untuk iuran Tapera sementara kebutuhan pokok semakin melambung maka kondisi ini akan menekan finansial masyarakat (cnnindonesia.com, 3/6/2020).

Tidak heran jika masyarakat merasa program ini akan menambah beban mereka, sebab program ini dibiayai dari potongan gaji mereka sendiri dan pemerintah hanya bertindak sebagai regulator dengan mengeluarkan seperangkat aturan agar legal memotong uang rakyat.

Dana Tapera yang terhimpun dan diklaim pemerintah sebagai solusi untuk menyediakan dana murah jangka panjang untuk kelanjutan pembiayaan perumahan layak huni dan terjangkau bagi peserta.

Padahal dana Tapera ini termasuk yang paling sedikit memberikan manfaat pada pekerja karena jangka waktu iurannya yang sangat panjang dan tidak ada jaminan kemudahan bagi peserta untuk mengambil kembali dana tersebut.

Ketetapan PP Tapera ini menunjukkan kepada kita bahwa rezim saat ini merupakan ciri khas dari rezim didikan sistem kapitalis. Merek hadir bukan sebagai pelayan melainkan sebagai regulator dan pemalak rakyat. PP Tapera juga semakin menegaskan bahwa pemerintah hanya ingin mengeruk sebanyak mungkin dana masyarakat tanpa memperhatikan kondisi rakyat yang sedang kesulitan akibat wabah Covid19.

Kepemimpinan direzim kapitalis sangat jauh berbeda dengan kepemimpinan dalam Islam. Dalam Islam seorang penguasa/pemimpin ditempatkan sebagai periayah (pelayan) bagi semua urusan umat, sehingga mereka akan berusaha seoptimal mungkin dalam melayani rakyat.

Dalam Islam negara bertanggungjawab dalam memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya seperti sandang, pangan dan papan yang wajib dijamin oleh negara. Jaminan yang diberikan dalam bentuk tidak langsung yaitu dengan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi masyarakat.

Adapun kebutuhan publik seperti jaminan kesehatan, pendidikan dan keamanan wajib ditanggung oleh negara secara penuh bukan dibebankan kepada rakyat atau pihak swasta. Negara harus memprioritaskan kebutuhan rakyat apalagi ditengah bencana wabah Covid19 saat ini.

Tentu jaminan penuh negara Islam terhadap rakyatnya didukung dengan kondisi keuangan yang kuat yaitu dari sumber baitul mal bukan dari hutang dan pajak seperti negara sistem kapitalis dengan ekonomi ribawinya.

Baitul mal sendiri memiliki 3 pos utama yaitu pos pemasukan negara, pos kepemilikan negara dan pos sodaqoh. Setiap pos pemasukan tersebut memiliki alokasi masing-masing sebagaimana hukum syariah mengaturnya. Orang-orang yang melayani negara seperti para pegawai, penguasa dan tentara maka dana untuk menggaji mereka diambil oleh khalifah dari pos pemasukan negara.

Adapun untuk menjamin kebutuhan umum palayanan publik khalifah akan mengambil dana dari pos kepemilikan umum. Inilah jaminan negara Islam yang diberikan kepada rakyatnya berdasarkan hukum syariat yang mengaturnya.

Seorang pemimpin yag bertakwa tidak akan berani mengambil keuntungan dari rakyatnya dan tidak akan membebani rakyat dengan beban sekecil apapun.

Dibawah kepepimpinan seorang yang bertakwa yang memimpin dengan berpedoman pada Al-Qur’an dan As-sunnah yang menerapkan semua aturan Allah Subhana wata’ala maka semua problematika kehidupan akan terpecahkan.

Tentulah, kita semua sangat merindukan kehidupan yang diatur dengan syariat Islam. Wallahu a’lam bish shawab. GF/RIN/Lapan6 Group

*Penulis Adalah Alumni Tekper UNSRI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini